Hampir lima belas menit berlalu, aku diam jadi lavender pencibir nyamuk bagi mereka. Bagaimana tidak, dandanan yang begitu perfect hanya dipakai untuk berdiri diam di samping mereka yang terus berbicara di depanku.
Orang-orang yang duduk di sekitar dan kian menyemut, justru peduli dengan beberapa kali memandangku lalu saling sahut, sebagian mungkin menghibahku. Diam semacam itu meski hanya lima belas menit, pasti serasa seperempat jam bukan? Eh, seperempat abad maksudku!
"Bossku!" Aku memanggilnya sebab bosan berdiri lama. Zaman jahiliyah SDku telah lama berlalu. Sudah tua begini, ngapain juga sudi mengulang.
"Ada apa?" Garrick hanya melirik, aku benar-benar dipandang sebelah mata. Meski nada kerasnya tak ada, rasa jiwa tetap nelangsa.
"Tiket VIP ini sama sekali tak guna. Kakiku pegal, tuan!" Aku protes keras. Tiket di tangan ku kibas padanya sekilas.
"Jalanlah! Ambil dua gelas jeruk untukku!" Garrick memerintahku, inilah yang ku tunggu. Gaji buta tadi, sama sekali tidak menggembirakan hatiku.
"Elsi..!" Seorang lelaki memanggilku. Ku putar-putar kepalaku. Revan tersenyum dan melambai tangan ke arahku. Aha! Pucuk gelas di minum, pemiliknya pun tiba! Entah beribahasa apa yang betul!
Aku tersenyum membalasnya, menghampiri Revan dengan hati yang gembira. Rasa asing bagai itik hilang induk, ku tepiskan jauh-jauh.
"Revan, letak minuman di mana? Aku perlu dua gelas sari jeruk!" Aku berseru padanya, rasa gembira tak bisa ku tutupi.
"Sebelah ujung! Semua ada di sana!" Revan menunjuk meja besar paling ujung.
"Oke Van, ini rikuwes si boss, harus cepat ku antar. Trims Van!" Aku melambai tangan pada Revan sambil berlalu.
"Elsi!" Ku toleh Revan yang kembali memanggilku.
"Kalo perlu apa-apa datang saja padaku, aku standby di sini, jaga stand!" Revan berseru padaku.
"Siap Van! Terimakasih!" Aku pun sedikit berseru, kami lebih berjauhan.
Aku telah mengambil dua gelas sari jeruk sesuai pesanan Garrick. Ada jus alpukat berjajar juga di meja, jus kesukaan dengan terpaksa ku tahan. Menghindari gertakan Garrick, bisa jadi si garang tak suka jika ku bawa sekali.
Dengan nampan hanya berisi dua gelas sari jeruk, bergegas jalan menuju meja tuan. Dua gelas sari jeruk, ku letak perlahan bergantian di meja. Sempat ku lirik Dora yang nanar menatap masam padaku. Apa masalah dirinya, sampai menunjuk rasa tak sukanya padaku?
"Bossku... apa lagi yang anda perlukan?" Aku berusaha bersikap sopan pada Garrick kali ini. Garrick yang sedang bermain ponsel, agak menengadah menatapku. Ku lempar pandang ke sekitar sesaat, begitu banyak pasang mata yang melirik ataupun terang-terangan melihatku.
"Bawakan saja makanan. Terserah, yang kira-kira aku doyan!" Garrick memberi pesan untukku. Suaranya hanya tegas, tidak keras ataupun lantang. Garrick meletakkan ponsel di meja sambil melihatku. Sepertinya sudah habis bahan bicaranya dengan Dora. Mereka tidak lagi saling bicara omong kosong.
"Teman anda... Apa ingin dibawakan sekali?" Aku bertanya lagi sesopan mungkin. Tak akan ku sapa si Dora, karena kami tidak saling berkenalan.
"Apa kau ingin aku dilayani pelayan lain, kau tak mau melayaniku?!" Suara Dora tiba-tiba terdengar sangat sinis padaku. Sebenarnya, apa masalahnya denganku?!
"Maaf kak, akan ku bawakan sekalian." Tetap ku kendalikan aliran darahku dan terus ku jawab sopan.
"Anggun, dia pekerjaku. Tolong jagalah bicaramu." Saat berbalik, aku dengar suara Garrick menenangkan si Dora. Suara Garrick pada Dora yang adem itu, justru mampu mendinginkan darahku yang bergelombang.
Ku dapati pandangan banyak orang saat jalan menuju stand. Penuh harap agar mereka segera paham siapa aku dari percakapan barusan. Jadi tak usah lagi terus melihatku.
Memang penampilanku membingungkan, para pelayan berseragam sama persis. Pembedanya cuma pada model seragam, lelaki atau perempuan, sedang aku tidak mengenakan seragam yang serupa. Garrick tidak memberiku.
"Revan!" Tempat Revan adalah tujuanku.
"Hei Si, perlu apa?!" Revan benar-benar standby, dia murah hati!
"Apa makanan yang disuka bossmu?! Yang ada di sini, maksudku..!" Aku bicara memandang Revan sambil menunjuk meja stand makan.
"Ambilkan salad, sate dan sambal!" Revan mengacungkan dua jempolnya.
"Itu saja, Van?" Di antara puluhan jenis olahan, Revan hanya bilang menu itu.. Aku mulai mengambil piring-piring yang berisi makanan yang di sebut Revan.
"Jangan khawatir, Si.. Jika ragu, tambahkan tumis kangkung!" Seruan Revan kali ini membuatku sangat yakin. Garrick memang pendukung sayur kangkung!
"Revan, kau sangat paham pada bossmu!" Revan menahan tawa pada seruanku. Telah ku pegang sepiring hangat tumis kangkung.
"Bossmu itu memang galak Si, tapi tidak macam-macam, asal kau menurut, segalanya beres." Kali ini Revan menurunkan suaranya lebih pelan.
"Van, ku antar dulu. Trims bantuanmu!" Revan melambaikan tangan. Tidak ku balas, dua tanganku sedang membawa nampan penuh makanan.
Aku akan membelok ke arah samping kanan, namun tanganku menabrak sesuatu yang terasa cukup empuk. Ternyata tangan kananku membentur perut orang.
"Ups, maaf mas yaa... aku nggak sengaja!" Suaraku cukup keras, karena tuntutan rasa kejutku. Mungkin orang di sekitar akan kembali melihatku.
Maafku tak tersambut, orang itu diam mengamatiku. Satu tusuk sate yang meloncat mengenai baju di perut, seolah tak masalah untuknya.
"Kamu duduk di mana? Meja kamu nomor berapa?" Lelaki itu justru menanyaiku sangat sopan.
"Aku tak duduk, tak punya meja." Aku berkata dengan rasa serba salah.
"Mana mungkin..mana tiketmu?" Lelaki itu kembali menatapku. Seperti orang Tionghoa, mungkin lebih tua dari Garrick. Ku ulurkan tiketku, selembar kartu yang terus ku pegang ke mana-mana sampai kumal dan lecek.
"Kamu tamu VIPku? Tapi aku tak mengenalmu? Siapa kamu?" Lelaki itu lebih tajam menatapku.
"Aku juga tak mengenalmu. Tuan Garrick yang membawaku." Ku harap dengan menyebut nama Garrick, bisa menerangkan dan boleh lanjut jalan. Tanganku cukup pegal menahan berat nampan makanan yang ku bawa.
"Oh Garrick! Jadi, kau datang bersamanya?!" Lelaki Tionghoa ini terlihat paham dengan wajahnya yang cerah. Aku bernafas lega sambil mengangguk.
"Mas, saya lanjut jalan ya.. Boss saya sedang menunggu. Sekali lagi, aku minta maaf, bajumu jadi kotor." Aku berkata sambil menunjuk noda di bajunya dengan mataku.
"Tidak masalah jika yang menabrak itu kamu. Perempuan tercantik di kapal ini." Wek..! Gombalan kadaluarsa yang mulai dilancarkan setelah ku sebut nama Garrick.
Meja tempat Garrick sudah menanti. Pemilik meja nampak menungguku dengan tatapan dinginnya. Duh, ada apa lagi..
"Tuan, ada kabar tidak bagus!" Seorang lelaki, yang ku ingat juga ikut rapat saat dini hari itu, menghampiri meja bersamaan kedatangan nampanku.
"Ada apa Ton?" Garrick memperhatikan si Ton dengan duduk lebih tegak.
"Dinda, artis lokal kota Batam, yang sudah kita booking gagal datang. Covid tuan, lagi isoman!" Ton namapak frustasi, entah nama betulnya siapa, antara Anton, Tony, Gaston, Beton, Boston, Tonton atau Maraton, kalian pilih sendiri lah ya!
Aku yang selesai menata pesanan Garrick di meja, diam ikut menonton kegusaran mereka.
"Sudah coba ku order yang lain. Tapi jadwal mereka udah pada full, tuan. Makhlum, mau tahun baru!" Garrick terlihat ikut frustasi seperti Ton. Wajah kiyut boss garang semakin terpancar.
Dora tak ku jumpai di kursi. Tapi tas hitam miliknya masih nampak di sana. Ini kesempatan, ku tarik satu kursi dan duduk serong melepas penat di kaki. Garrick dan Ton, keduanya masih sibuk menelpon banyak kali. Semua berakhir dengan wajah-wajah kusut penuh kabut.
"Elsi!" Aku dapat panggilan lagi dari orang. Rupanya Irgi sudah berdiri di belakang. Dan kini telah pindah di depanku.
"Apa Irgi?" Aku bertanya sambil mendongak menatapnya. Aku masih tak rela melepas kursiku.
"Dinda covid! Isoman..Isolasi mandiri di hotel!" Irgi terus menunduk menatapku. Ada maksud di matanya.
"Iya.. Aku tahu. Terus kenapa, Gi? Kamu nggak jadi main di panggung?" Aku menebak-nebak.
"Itulah, gantinya tak ada. Aku ingin kamu saja yang gantikan. Ku rasa, aku bisa mengikuti gaya nyanyimu dengan mudah!" Maak! Aku terkejut. Irgi lebih membungkuk lagi, jelas ku lihat harapan di matanya. Jadi serba salah dengannya.
"Aku mau saja, Gi. Aku suka bernyanyi. Tapi bossku mana membolehkan?" Ku ambil keputusan untuk Irgi sambil ku lirik Garrick yang berdiri di seberang meja ini. Ishh..! Garrick dan Ton memandang serius padaku. Rupanya mereka menyimak percakapanku dan Irgi dari tadi.
Ada gusar ku rasa saat Garrick berjalan menuju kursiku sambil menatapku penuh horor. Ada apa.. Apakah dia akan menghardik dan melarangku untuk memenuhi ajakan Irgi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Puput Nurhayati
lanjut thor....
2022-12-30
0
Fitriyani
d prckapan ini,q bnr2 ngakak abis...😆😆
2022-11-10
1
🌜melody 🌛
satu lagi Aku tambah, KARTON, 😁😁🤭🤭🤭
2022-10-03
2