A Lucky System
Seorang gadis berparas manis terlihat sedang sibuk berlarian ke sana ke mari di tempat yang ramai ini. Kulitnya yang mulus tak malu untuk bersentuhan dengan berbagai macam orang di sana. Peluh yang membasahi bajunya tidak menguarkan bau tak sedap, sehingga para pengunjung tidak merasa terganggu.
“Mila! Lu ambil barang di gudang, teh cucuk 3 karton,” ucap seorang lelaki tua pemilik toko kelontong.
“Siap Koh.”
“Mila! Lu ngapain aja dari tadi di tungguin ibu di depan, mana telor satu krat?!” bentak seorang wanita tua yang juga pemilik toko.
“Iya Cik, ini masih aku timbang in.”
“Kamu jadi orang harus cepet kerjanya!”
“Ya elah Cik sabar, pembeli segini banyak cuman Saya dan Rini pegawainya.”
Mila bekerja keras hingga sore hari, toko yang ramai itu perlahan mulai lengang. Mila dan Rini sudah berjajar menghadap meja Koh Budi, menunggu upah dari jerih lelahnya hari ini.
“Loh Koh, kok upah aku cuman segini sih?” tanya Rini.
“Lu kerja apaan Rin? Dari tadi jeprat jepret selpi-selpi an.” Koh Budi memelorotkan kaca matanya.
“Biasa Koh, anak muda.” Rini menyengir kuda.
“Lu kalo kerja yang bener Rin, duit minta banyak tapi kerja tak mau.” Cik Meli menimpali.
“Ini Mil bayaran lu, hari ini kerja lu bagus. Besok kalo toko rame, lu orang datang lagi bantu-bantu sini,” ucap Koh Budi.
“Iya Koh, terima kasih. Mila pamit pulang dulu ya, takut Ibu butuh sesuatu.” Mila berpamitan.
Karmila Harmoni adalah seorang anak yatim yang bekerja demi memenuhi kehidupannya bersama sang Ibu. Keterbatasan dana membuat Karmila tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, tetapi semangatnya untuk bekerja dapat diacungi jempol. Beberapa tahun yang lalu setelah kematian Ayah Mila, malapetaka menimpa ibunya yang tiba-tiba jatuh sakit dan terpaksa di rawat di rumah saja karena keterbatasan biaya.
Sang Dokter berkata jika ibunya terkena Gerd atau istilah gampangnya adalah sakit maag akut. Tubuh sang ibu semakin lama semakin kurus, berbagai macam pantangan makanan membuatnya tak leluasa untuk makan. Nafasnya sering terasa sesak, bahkan untuk berjalan dari kamar menuju kamar mandi saja dapat membuatnya kehabisan tenaga.
“Bu, Mila pulang. Mila bikinin bubur sebentar ya Bu.” Mila menyapa Ibunya sambil terus melangkahkan kaki melewati kamar sang Ibu menuju dapur.
“Hari ini Mila dapat uang lumayan banyak Bu, Koh Budi juga kasih Mila beras dan telur. Mila masakin buat Ibu sebentar ya.” Mila cepat-cepat memasak bubur dan telur untuk sang Ibu.
Beberapa menit kemudian, makanan telah matang. Mila menyajikan berbagai makanan itu di atas meja makan mini yang terbuat dari kotak kayu bekas buah-buahan. Keadaan rumah Mila sangat memprihatinkan, hanya ada 1 kamar di sana.
“Bu, buburnya sudah siap, ayo makan.” Mila mengusap perlahan lengan ibunya yang sangat kecil itu. Sang Ibu tidak bergeming, membuat Mila sedikit panik.
“Bu ... Ibu bangun Bu, Mila datang bawa makanan. Mila masakin bubur pake telor buat Ibu.” Air mata mulai mengalir.
“Bu ... jangan tinggalin Mila Bu. Mila nggak punya siapa-siapa lagi Bu.” Tangis Mila pecah.
Kemalangan menimpanya, satu-satunya keluarga yang tersisa yaitu ibunya pun ikut tiada. Pemakaman segera diadakan, beruntung para tetangga mau membantu. Setelah acara pemakaman, rumah itu terasa lengang.
Keesokan paginya, Mila mau tak mau harus berangkat ke sekolah. Hari ini adalah hari Penilaian Akhir Sekolah kelas 3. Walaupun dalam masa berkabung, dirinya tetap tegar menghadapi kejamnya pembullyan di sekolah.
Selama seminggu ini dia mengalami siksaan lahir batin dari teman-teman sekolahnya. Mulai dari toxic friends yang memintanya untuk melakukan hal-hal bodoh hingga pengeroyokan oleh beberapa teman perempuan sekelasnya. Selama seminggu ini pula Mila tidak bekerja, dia sadar jika tidak sepintar teman-teman lainnya sehingga dia memakai waktu bekerjanya untuk belajar.
Seminggu berlalu, Karmila akhirnya dapat lulus walaupun tidak dengan nilai yang baik. Teman sekelasnya berencana untuk mengadakan pesta perpisahan, tetapi Mila memutuskan untuk bekerja. Dia tahu jika uang akan lebih dia butuhkan nantinya.
“Pagi Koh,” Sapa Mila.
“Mila? Lu kemana aja seminggu ini?” tanya Koh Budi.
“Mila ada ujian Koh, tapi mulai hari ini Mila udah lulus jadi bisa kerja di sini terus.”
“Maaf ya Mila, kita orang sudah ada pegawai tetap. Udah nggak butuh orang lagi.” Cik Meli menjelaskan.
“Yah ... kok gitu sih cik? Terus Mila kerja apa?”
“Lu cari di sana-sana sapa tau ada yang butuh pegawe.”
“Ya udah deh, makasih ya Cik, Koh, Saya permisi dulu,” pamit Mila.
Karmila melangkahkan kakinya berkeliling pasar, mencari kesempatan untuk mengais rejeki. Dia melihat ada sebuah warung makan yang sangat ramai. Cepat-cepat Mila menghampiri dan bertanya kepada sang pemilik kedai.
“Selamat pagi Bu,”
“Iya, mau pesan apa mbak?” tanyanya.
“Mmm ... itu Bu, Saya lagi cari kerjaan. Apa Ibu membutuhkan tukang cuci piring?” tanya Mila.
“Wah kebetulan sekali, tolong bantu cuciin ini ya.” Ibu-ibu itu segera meladeni para tamunya.
Mila menarik nafas panjang dan menarik alisnya melihat cucian yang menumpuk dan tempat yang kotor itu. Dengan cepat tetapi bersih, Mila mencuci semua perabot makan kotor yang ada di sana. Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa hari mulai sore.
Jika di Koh Budi, dia akan mendapatkan gaji setiap hari sepulang kerja pukul 4 sore, maka di warung ini Mila harus bekerja selama 12 jam penuh. ‘nggak apa-apa deh, lagian di rumah juga nggak ada kerjaan,’ batin Mila.
“Mila, kerja kamu bagus sekali. Ini upah kamu.”
“Loh maaf Bu, kok cuma segini?”
“Memangnya mau berapa? Aku bisanya cuma bayar segini, kalo nggak cocok ya udah besok jangan datang lagi.” Ibu pemilik warung itu bergegas pergi meninggalkan Mila.
“Yah ... “
Mila melangkah pergi dengan perasaan kecewa, bahkan tenaganya pun tidak dihargai dengan sepantasnya. Hari itu Mila pulang pukul 10 malam, dia mempercepat langkahnya agar sampai dirumah dan segera beristirahat. Dia tidak menyerah begitu saja, Mila berniat akan mencari pekerjaan keesokan harinya.
Pagi ini Mila sudah siap mengais rejeki, tas selempang yang terbuat dari kain telah bertengger di bahunya. Dia berangkat ke pasar pukul 6 pagi, berusaha mencari rejeki sepagi mungkin. Dia berkeliling selama beberapa jam, tetapi nihil tidak ada seorangpun yang membutuhkan bantuannya
Rasa frustrasi yang memuncak membuat Mila nekat memakai uang hasil kerja kerasnya kemarin itu untuk membeli kuota. Bermodalkan ponsel lawas dan beberapa giga kuota, karmila berhasil mendownload sebuah game yang berjudul ‘My Kepet pet’. Game ini adalah sebuah game pertarungan hewan dan permainan misi dengan iming-iming berhadiah uang.
“Keren nih game, bisa dapet duit beberan nggak ya? Coba aja lah, aku lagi frustasi.”
Ponsel Mila telah menyala, menampilkan gambar-gambar dengan warna dan suara yang menarik. Mila sangat asyik bermain game tersebut, beberapa saat kemudian notifikasi gagal terdengar keras.
Tet Tot!!
“What?! Aku kalah? Bahkan game pun nggak rela aku menang?” Mila melongo melihat kegagalannya.
“Aaaa .... ini sungguh tidak adil!!” teriak Mila.
Sementara itu, di tengah kota yang padat tampak seorang laki-laki tengah menghadap laptopnya dengan senyum tipis tersungging di wajahnya. Lelaki itu mengamati seorang perempuan yang sedang marah-marah setelah kalah dari sebuah game online.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ryoka2
Mampir Thor 👍
2022-05-16
1
AdindaRa
Hai, salam kenal yaa. Aku mampir 😍
2022-04-28
2