Maysa tengah di sibuk kan oleh materi ujian kenaikan kelas sedangkan Sasya selain di sibuk kan oleh pekerjaan nya di kantor yang bersaing dengan teman masa SMA nya yang suka membully dirinya juga di sibuk kan oleh kenangan masa lalu yang tiba-tiba hadir di dalam kehidupan nya yang sekarang
Di dalam ruangan pribadi nya Sasya duduk di kursi kebesaran nya dengan menyenderkan punggung dan kepala nya menengadah ke langit-langit ruangan itu
Kejadian di pangkalan Martabak kemarin sore pun tiba-tiba melintas begitu saja di dalam ingatan nya "ASTAGFIRULLAH" gumam nya lirih sembari memejamkan mata nya
"pengecut heh! kenapa aku seperti pengecut yang menghindari masalah" gumam nya dalam monolog
"jika saja saat itu dia mau mengejar ku dan memberikan penjelasan mungkin beda cerita dihari ini, haaaahhh.... " sambung nya lalu menghela nafas panjang
Ingatan Sasya di masa SMA...
Sasya tengah berjalan ke kantin namun tiba-tiba ia di hadang oleh segerombolan genk cewek-cewek nakal
"heh sok alim!" panggil Rita pimpinan dalam genk itu, Sasya yang tidak merasa dirinya di panggil pun lanjut berjalan melewati mereka tetapi saat ia melewati Rita hijab nya di bagian belakang di tarik sampai Sasya terjatuh
"aw!!" teriakan kecil lolos sari mulut Sasya karena punggung nya terbentur lantai yang ia lewati barusan
"heh!! lo tuli ya! gua panggil lo nggak jawab! nengok juga nggak! lo mulai berani sama gua!" teriak Rita sambil menarik tangan Sasya yang dipaksa nya untuk berdiri
"Rit, jangan kenceng-kenceng Rit, itu lantai dua kelas nya bang Rahmat lo" ucap Nabila teman satu genk Rita
Rita yang masih jaga image nya di depan Rahmat pun melepaskan cengkeraman nya dari lengan Sasya "heh! kali ini lo beruntung ya gua masih ada hati buat lolosin lo, awas aja sampe lain waktu gua panggil tapi lo nyelonong aja kaya tadi" bisik Rita memberi ancaman
"ada apa ini?" Suara khas yang membuat hati Sasya lega pun terdengar, ya itu adalah suara Rahmat yang baru turun dari tangga yang ada di belakang Rita, Sasya mendongakkan sedikit kepala nya dia melihat superhero dalam kehidupan nya itu tengah berjalan mendekati nya yang sedang dikeroyok oleh Rita dan kawan-kawan
Rita sempat kaget dan membeku sejenak ketika mendengar suara Rahmat, sesegera mungkin ia membelai-belai Sasya dengan sangat lembut
"nggak ada apa-apa kok bang, tadi lantai nya licin dan Sasya kurang hati-hati terus terjatuh pas banget kita lewat jadi kita tolong, iya kan Sya?" ucap Rita sambil menoleh ke arah Rahmat dan sesekali melihat Sasya yang masih bungkam sejak tadi
Rahmat yang melihat Sasya berdiam diri saja langsung berjalan mendekati nya melewati Rita begitu saja
"Sya? kamu nggak papa?" Rahmat memegang kedua pundak Sasya dan bertanya kepada nya dengan nada yang lembut, dan itu yang membuat Rita semakin membenci Sasya
"hah?" Sasya tersadar daru lamunan nya
"mas Rahmat?" panggil nya dengan menundukkan pandangan nya
"iya?" jawab Rahmat dengan kedua tangan masih stay di pundak Sasya
"ah itu... tangan mu, maaf kita bukan mahram, tidak seharusnya mas Rahmat menyentuh ku" ucap Sasya lirih dengan kepala yang semakin menunduk
"oh iya maaf" Rahmat segera melepaskan pundak Sasya
"terimakasih" lirih Sasya yang langsung berlalu begitu saja
"bang Rahmat" Rita mendekati Rahmat dan merangkul tangan kiri Rahmat
"maaf aku sibuk" ucap Rahmat yang langsung menepis tangan Rita dan mengikuti jejak Sasya
"cih sialan si sok alim itu! dia pikir dengan begitu dia bisa mendapatkan bang Rahmat" umpat Rita yang langsung meninggalkan tempat itu juga dan di ikuti oleh ke empat teman nya
Dikantin Sasya sedang makan di bangku paling pojok belakang "makan apa?" lagi-lagi suara Rahmat yang ia dengar dan itu mengejutkan nya sampai ia terbatuk-batuk
"pelan-pelan saja, ini" Rahmat memberikan minum dan Sasya meraih nya dengan wajah yang tertunduk
"maaf mas sebaik nya kita jangan terlalu dekat" ucap Sasya
"kenapa memang nya? kita satu pondok dan juga satu sekolahan, ya walau pun aku belum lama masuk pondok jadi maafkan sikap ku yang kadang melewati batas" Rahmat langsung duduk dihadapan Sasya tanpa meminta ijin terlebih dahulu
"karena tidak baik jika laki-laki dan perempuan terlalu dekat tanpa ada nya suatu ikatan" ucap Sasya dan itu membuat Rahmat salah paham
"jadi kau mau? terikat dengan ku?" ucap Rahamat dengan antusias, jika saja iya jawaban nya ia tidak akan bersusah payah mencari wanita soleha dan penyabar juga lemah lembut yang mulai habis tergilas oleh jaman itu lah yang ada di dalam benak nya
"bukan, bukan begitu maksud aku" Sasya berusaha menjelaskan tapi Rahmat segera berdiri dari duduk nya
"baik lah aku paham dengan perempuan seperti mu yang tidak akan dengan gamblang mencurahkan isi hati nya kepada sembarang orang, baik lah Sasya tunggu aku, aku akan membawa kedua orang tua ku untuk meminta ijin ber taaruf kepada mu" Rahmat segera berjalan meninggalkan Sasya yang termangu dimeja nya
Yang benar saja ia masih duduk di bangku SMA tapi sudah akan di taarufi, Sasya segera menepis pikiran itu "ah mana mungkin orang kota seperti nya serius dengan kata-kata nya" ucap Sasya.
Malam hari di pondok sehabis sholat isya Sasya dipanggil oleh pihak pondok untuk sowan ndalem "ada apa abah memanggilku " batin nya
"Assalamu'allaikum" Sasya mengucap salam sebelum melangkahkan kaki nya memasuki ruangan khusus itu
"Waalaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh" Sasya terkejut karena begitu banyak yang menjawab salam nya, seketika ia mengangkat pandangan nya untuk melihat kedepannya, betapa terkejut nya dia, di sana ada dua orang dewasa bersama abah kiyai dan Rahmat "ada apa ini?" batin Sasya dengan perlahan melangkahkan kaki nya masuk dan duduk di kursi yang masih kosong
"abah memanggil saya?" tanya Sasya
"iya nak, ini nak Rahmat ada perlu, kata nya dia mau serius bertaaruf bersama nak Sasya, apa nak Sasya berkenan?" ucapan abah bagai petir di siang bolong, bagai mana ia seorang gadis yang masih duduk dibangku SMA sudah di ajak taaruf oleh kakak kelas nya sendiri
"tapi abah..." ucap Sasya terpotong oleh kalimat abah
"taaruf bukan berarti langsung menikah nak, semua ada tahap-tahapan nya, dan tidak baik menolak kebaikan yang mendekat kepada kita, nak Rahmat termasuk suatu kebaikan karena dia mau berhijrah di jalan Allah" ucap abah
Sasya menimang-nimang perkataan abah barusan ya memang benar tidak baik menolak kebaikan
"baiklah abah, Sasya bersedia"
Setelah kejadian itu Sasya dan Rahmat menjadi lebih saling menjaga dan itu yang membuat Sasya takut jika kekhilafan menemui mereka
Suatu hari di perjalanan pulang dari sekolah
"mas Rahmat setelah lulus mau kerja dimana?" tanya Sasya
"rencana dari sekolah aku mau di kirim ke Jepang" jawab Rahmat
"Ooo... jadi bakal keluar dari pondok dong?" Sasya dengan nada yang semakin lirih bertanya
"iya... mau bagaimana lagi, kalau aku tidak bekerja, bagaimana aku mau menghidupi mu kelak" cukup masuk akal alasan yang diucap kan oleh Rahmat karena memang dia berpikir taaruf nya bukan hanya sekedar mengenal tapi ketahap meminang
"tapi... abah di pondok juga bisa menghidupi keluarga nya, bahkan menghidupi para santri" kalimat kali ini yang di ucap kan oleh Sasya sungguh menusuk bagi Rahmat
"kamu mau aku menjadi ustad? dan tidak meninggalkan pondok?" tanya Rahmat
"iya, jadilah ustad dalam hidup ku yang mampu menuntun ku kelak" ucap Sasya yang langsung masuk ke asrama putri karena memang sudah sampai di area pondok
Setelah percakapan hari itu Rahmat mulai mendalami ilmu agama nya karena memang dia serius dengan tekad dan tujuan nya menjadi imam untuk Sasya kelak
Seminggu sudah mereka tidak bertemu, karena memang di sekolah Rahmat sedang ujian kelulusan sedangkan Sasya sebagai adik kelas diliburkan
Pagi itu Sasya kembali di panggil oleh abah untuk sowan ndalem "ada apa lagi ini?" batin Sasya, belum sampai ia mengucap salam, dari luar ia mendengar suara Moza ayah nya Sasya tengah berbincang dengan abah
Sasya pun masuk dan mengucap salam, setelah salam terjawab Sasya pun duduk di samping ayah nya
"begini nak, mumpung ini kan kamu libur kita pulang dulu ya, adik kamu, si May sakit dia memanggil-manggil mu" ucap Moza dengan berhati-hati karena Moza tau betul mondok adalah niat dari Sasya sendiri
"abah? apa boleh Sasya pamit pulang dulu?" ucap Sasya dengan sopan
"boleh nak, adik mu membutuhkan mu" abah memberi ijin, Sasya bersama ayah nya pun berpamitan untuk pulang
Ketika mobil Sasya keluar dari gerbang pondok di sana terlihat Rahmat tengah berjalan masuk melewati gerbang
Rahmat melihat mobil yang bersimpangan dengan nya ia pun melihat dengan jelas Sasya ada di dalam nya tengah melambaikan tangan kepada nya, ia pun membalas dengan senyuman "mungkin karena libur ia dijemput ayah nya" batin Rahmat
Sebulan lebih Sasya berpindah sekolah karena perusahaan ayah nya mengalami kemunduran yang begitu drastis, Sasya yang berotak encer ini pun ikut turun tangan,
Sasya tak lagi muncul di sekolah mau pun di pondok karena ia disibukan dengan urusan perusahaan ayah nya sampai hingga detik ini gadis itu menduduki kursi besar wakil dirut
"apa dia marah jika aku menyapa nya?" ucap Sasya setelah asik dengan pikiran masa lalu nya yang pernah bertaaruf....
Marah nggak tuh? nggak dipamitin loh... yuk reader ku sayang jangan lupa like and coment ya
see you...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Rinjani
lo bukan yg satu pondok ma Rayyan ada ustadz Rahman
2022-12-29
1
...◕😜
Ehh apa babang rahmat sama aku aja 😂, namaku kan ada rohmahnya nah rahmah + rahmat : rahmatain 😙
2022-05-02
3
...◕😜
Yuks bisa yuks sasya sama babang rahmat
2022-05-02
2