Sampai di UKS, dokter yang berjaga langsung memeriksa Bianca. Selama ujian kelas 12, sekolah memang menyediakan seorang dokter untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Teman kamu tidak apa-apa, tidak gejala gegar otak atau patah tulang hidungnya.” Dokter yang berjaga memberikan penjelasan kepada Devano, Mia dan Della yang masih menunggu di UKS.
“Tapi tadi dia muntah Dok,” tutur Mia.
“Bukan karena gegar otak,” dokter menjawab sambil tersenyum. “Sepertinya teman kamu ini belum sarapan dan terlalu capek, bisa juga karena kurang tidur.”
Mia mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan dokter.
“Gaya !” Della berbisik sambil menyenggol bahu Mia.
“Kalau kalian mau melanjutkan ujian silakan aja, temannya biar di UKS, ada saya dan perawat yang berjaga.”
Devano yang mendengar penuturan dokter langsung berbalik dan meninggalkan UKS tanpa bicara apa-apa.
“Terima kasih dok,” Mia dan Della berpamitan sambil menganggukkan kepalanya tanda hormat.
“Saya titip teman saya dulu dok,” Mia berhenti sejenak sebelum membuka pintu.
Dokter dan seorang perawat yang ada di situ tersenyum dan menganngguk.
“Sip !” Dokter mengangkat jempolnya.
Della dan Mia tersenyum dan ikut mengangkat jempol mereka sebelum keluar dari ruangan.
“Lihat aja tuh Nindi sama cecurutnya !” Della mengepalkan dsn menggosokan kedua tangannya dengan perasaan marah mengingat kelakuan Nindi pada Bianca.
“Tapi mereka keroyokan Del.”
“Terus kita jadi takut ? Beraninya keroyokan !”
“Jangan langsung bertindak kalau Bianca belum kita ajak bicara,” Mia menepuk bahu Della pelan.
“Aahhh kalo ngomong sama Bianca pasti disuruh ngalah sama tuh anak” dengus Della dengan kesal.
Mia hanya menarik nafas panjang membenarkan omongan Della dengan manggut-manggut. Temannya yang satu itu memang banyak mengalahnya. Bukan karena takut tetapi tidak mau ribut. Pembawaannya memang paling kalem di antara mereka bertiga.
Sampai di lapangan, Della sengaja melewati lapangan basket. Nindi dan genk nya sudah mengakhiri praktek ujian mereka dan duduk di pinggir lapangan basket dengan gaya sok kalem yang buat Della dan Mia bikin pengen muntah. Mia melihat ke arah lapangan pada teman-temannya yang sedang menjalankan ujian praktek basket.
“Pantes,” gunam Mia sambil mencebik.
“Pantes apaan ?” Della yang berjalan lebih dulu menoleh mendengar gumanan Mia.
“Noh lihat aja siapa yang di lapangan,” Mia menunjuk dengan mengangkat dagunya. Della menoleh melihat sekelompok siswa yang sedang antri ujian praktek. Di sana ada Devano dan empat teman cetarnya. Terlihat Devano tidak pakai kaos olahraga sekolah, hanya kaos putih dengan tulisan pendek.
“Heh !” Della menggertak sambil mendorong bahu Nindi yang saat itu sedang asyik tertawa dengan Chika.
“Elo emang demennya cari gara-gara ya Ratu Ular,” Della melotot membalas tatapan Nindi yang terihat sangat kesal didorong oleh Della.
“Oooo mau jadi pahlawan kesiangan ?” Cebik Nindi dengan nada mengejek.
“Setia kawan ceritanya nih yeee…”ledek Chika.
Della memajukan langkahnya dan tangannya sudah siap ingin memukul Nindi tapi ditahan oleh Mia.
“Kenapa ? Mau main kasar ?” Nindi sengaja mengadu bahunya dengan bahu Della.
“Bianca butuh bodyguard macam elo buat ngebela dia ?” Nindi mengejek Della yang terlihat menahan emosi.
“Eh ratu ular,” Della menunjuk wajah Nindi yang segera ditepisnya. “Inget ya, elo kira dengan hidup menindas orang elo bakal bahagia selamanya ? Tunggu aja karma elo !”
“Duuhhh takut…” Nindi dengan gaya drama quuen nya memasang tampang ketakutan sambil mengatupkan kedua tangannya di dada. Aksinya memancing tawa teman-teman satu genk nya.
Beberapa siswa yang masih ada di sekitar lapangan basket ikut melirik interaksi mereka. Devsno, Arya dan Ernest yang sudah selesai mengikuti ujian praktek suduk tidak jauh dari situ hingga bisa mendengar percakapan Della vs Nindi.
“Kalau sampai Bianca kenapa-napa, jangan harap elo bisa tinggalin SMA dengan kenangan baik,” Della masih menatap tajam ke arah Nindi sambil mengarahkan telunjuknya ke wajah rivalnya itu.
“Emangnya elo siapa bisa nentuin hidup gue,” balas Nindi dengan tatapan yang tidak kalah galaknya.
“Siapapun gue bakal bikin hidup elo nggak tenang kalo sampai Bianca kenapa-napa !” balas Della.
“Mia ! Della !” Suara Pak Arman yang sedikit berteriak dari arah lapangan basket memutus interaksi Della dan Nindi yang saling menatap tajam.
Della menoleh bersamaan dengan Mia ke arah Pak Arman.
“Kalian sudah ditunggu Pak Edi.” Pak Arman memberi kode dengan tangannya agar Mia dan Della segera ke lapangan voly untuk mengikuti ujian praktek senam lantai.
“Lihat aja lo,” Della mendorong kembali bahu Nindi dengan bahunya sebelum meninggalkan Nindi dan kawan-kawannya.
“Duuhhh takut mama,” kembali Nindi dengan gaya centilnya menjawab Della yang sudah mulai berjalan. Sementara teman-teman Nindi lainnya hanya tertawa-tawa mengejek.
Beberapa siswa yang melihat kejadian itu ada yang menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Nindi dan teman-temannya yang memang terkenal suka menindas orang. Ernest yang sedsng duduk dengan Devano, Arya dan kedua temannya yang baru saja selesai ujian praktek hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Serem !” Ucapnya sambik menggedikan bahu.
“Siapa ?” Leo bertanya sambil membuka botol airnnya.
Ernest hanya menjawab dengan menggerakan dagunya mengarah ke Nindi dan teman-temannya.
“Amit-amit,” Ernest megetuk 3x kepalan tangannya ke lantai. “Moga-moga kagak punya pacar modelan kayak gitu.”
“Lagian siapa juga yang mau sama elo,” ledek Joshua sambil tertawa.
“Dih kalo mau juga guenya yang kagak mau sama cewek modelan begitu,” Ernest mencebik sambil bergidik.
“Hati-hati simalakama Bro,” Leo menimpali sambil tertawa.
Sementara Devano dan Arya terlihat biasa saja tanpa bereaksi apa-apa. Nindi dan teman-temannya yang baru menyadari Devano dan genk nya sudah duduk tidak jauh dari mereka bersiap-siap mencari perhatian.
“Gue balik kelas dulu Bro,” Ernest bangun duluan sambil menepuk bahu Leo yang ada di sebelahnya.
“Jangan sampai gue kena simalakama,” lanjutnya sambil tertawa.
Devano dan Arya yang mendengar ucapan Ernest menoleh sekilas ke arah Nindi dan genknya yang sedang sibuk bebenah diri dan bersiap menghampiri mereka akhirnya ikutan bangun juga.
“Kantin aja Bro,” Joshua mengajak keempat temannya.
“Gue balik kelas aja,” jawab Ernest lanjut melangkah.
Akhirnya hanya Joshua dan Leo yang pergi ke kantin sedangkan Ernest, Devano dan Arya balik ke kelas.
Dari tempatnya berdiri Nindi terlihat kesal dan menghentak-hentakkan kakinya ke lantai lapangan. Wajahnya langsung ditekuk bagai kain lecek.
“Rese !” Gumamnya kesal.
“Belum jodoh,” Chika menepuk bahu sahabatnya, sementara yang lainnya hanya senyum-senyum.
30 menit berlalu, Mia dan Della sudah beres dengan ujian praktek olahraga mereka. Sebelum beristirahat ke kantin, mereka lanjut ke UKS menengok Bianca. Sampai di sana ternyata Bianca sudah sadar dan sedang minum teh manis hangat yang disediakan di sana. Sebelah tangannya memegang kompres dingin yang ditempelkan pada pipi kirinya.
“Bi, elo dah nggak apa-apa ?” Mia menyentuh kening Bianca. Dilihatnya pipi sebelah kiri Bianca agak membiru bekas lemparsn bola basket.
“Sakit banget Bi ?” Mia menyentuh pelan-pelan pipi Bianca yang masih dikompres.
“Udah mendingan,” jawab Bianca pelan.
“Laper,” Bianca menatap kedua sahabatnya dengan tatapan memelas.
“Kantin yuukkk !” ajak Della.
“Ujian gue gimana ya ?” Bianca tampak cemas.
“Udah elo kenyangin perut dulu, nanti pingsan lagi. Nanti sebelum pulang sekolah coba omongin sama Pak Edi.” jawab Della.
Bianca mengangguk dan meletakkan gelas teh manis di meja samping ranjang. Setelah itu dia turun dan meletakkan kompressan dingin di atas meja yang sama.
“Suster saya balik dulu, mau cari makan,” Bianca pamit pada perawat yang duduk di meja dekat situ. Dokter yang tadi memeriksa dan merawatnya tidsk terlihat dalam ruangan.
“Sudah nggak pusing lagi ?” tanya perawat meyakinkan Bianca yang masih sedikit pucaf.
“Kalau sudah kenyang kayaknya aman Sus,” Bianca menepuk pelan perutnya. “Cacingnya udah berontak minta makan.”
Perawat tadi hanya tertawa kecil sambil menganggukan kepalanya.
“Semoga cepat sehat kembali biar lancar ujiannya.”
“Terima kasih Sus,” Bianca mengatupkan kedua tangannya di dada. “Tolong bilangin dokter terima kasih sudah mengobati saya.”
Perawat itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Dan akhirnya ketiganya pamit meninggalkan UKS.
“Hidung elo dah nggak sakit Bi ?” tanya Della yang dijawab dengan gelengan kepala.
“Tadi kita udah mau bales aja tuh nenek lampir,” Mia mengoceh dengan nada kesal.
“Dih tadi diem aja lo,” Della menoyor kepala Mia.
“Eh emang kalian ngapain ?” Bianca menatap kedua sahabatnya bergantisn kiri dan kanan karena posisinya di tengah-temgah.
“Nih preman mau kasih pelajaran,” Mia menunjuk Della. “Sayang udah dipanggil Pak Arman suruh lanjut ke tempat Pak Edi.”
“Udahlah,” tutur Bianca pelan. Kedua sahabatnya langsung saling bertatapan dan melakukan tos.
“Kalian kenapa sih ?” Bianca kembali menatap keduanya bergantian.
“Kita udah nebak Bi kalo elo bakal suruh biarinin aja kelakukan tuh ratu ular,” jawab Della dengan penuh emosi.
“Jangan mengalah terus lah Bi,” Mia mulai mengompori.
“Terus mau sampai kapan kalo bales-balesan terus ? Lagian bentaran lagi lulus, toh kita nggak bakal ketemuan lagi sama dia.”
“Elo yakin nggak bakal ketemuan dia lagi ke depannya ?” Della menatap Bianca.
“I hope so,” gumam Bianca.
“Terus kapan mereka kapoknya kalo seantero sekolah cuma diemin aja kelakuan mereka ?” Della yang masih terbakar emosi terus menjawab.
“Tuhan nggak pernah tidur. Modelan mereka tinggal tunggu waktunya aja.” Bianca terlihat santai.
Della dan Mia hanya bisa geleng-geleng melihat tanggapan Bianca. Dan tidak terasa langkah mereka sudah sampai di depan kantin. Ketiganya bergegas masuk dan mencari tempat duduk. Kantin tidsk terlalu ramai karena anak kelas 10 dan 11 libur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Rikson Wabiser
ceritanya bagus enak di baca 🙏
2023-03-19
3
Anonymous
ceritanya bguss banget thorr, tulisannya ngena jdi keingat masa2 sma dulu aduuuhh indahnya hahaha😄😄
2023-01-25
2
Nuraeniy352
mang d'situ g da guru yg ngawasin gitu g ngasih teguran ,,,hermuuun q tah
2022-11-16
2