Mommy Angela melirik jam yang ada di dashboard. Jam 11.03.
“Devan, kita makan siang dulu bagaimana ?” Mommy Angela bertanya pada Devano.
“Terserah mommy aja.” Devano menjawab tanpa menoleh. Seakan-akan malas menatap Bianca yang duduk di belakang.
“Kamu nggak apa-apa kan kalau tante ajak makan siang dulu ?”
“Nggg… nggak usah Tante, saya turun di depan saja.”
Mommy Angela menggeleng. “Tidak ada penolakan, kamu ikut ya makan siang. Nanti biar Devano menjelaskan ke mommy kamu pas anter pulang.”
“Eh.. nggak usah Tante. Mama nggak akan marah kalau pulang masih siang.”
Mommy Angela tersenyum senang lalu menyebutkan nama restoran yang dituju kepada sopirnya.
30 menit kemudian mobil sudah masuk lokasi dan berhenti di depan pintu masuk. Devano yang duduk di depan segera keluar diikuti Bianca yang duduk tepat di belakangnya. Devano sempat menatap Bianca dengan kesal sebelum membanting pintu mobil yang membuat Bianca sedikit tersentak. Dia mengelus dadanya karena kaget dan akhirnya berjalan menghampiri mommy Angela yang menunggunya di pintu masuk.
Mommy Angela merangkul lengan Bianca sambil masuk ke dalam restoran. Seorang pria berkemeja dan berdasi menyambut mami Angela. Sepertinya dia adalah manager restoran ini dan mommy Angela sudah dikenal baik di sana.
Bianca mengedarkan pandangan. Sebetulnya dia mencari sosok Devano yang sudah tidak kelihatan.
Dalam hatinya mengakui restoran yang pasti cukup mahal, dilihat dari tampilan dan dekorasinya. Beberapa pengunjung terlihat sangat rapi dan berkelas.
“Bianca sayang,” mommy Angela menepuk tangan Bianca pelan karena dilihatnya gadis itu sedikit melamun.
“Yuk kita masuk, meja sudah disiapkan.” Tangan mommy Angela yang masih merangkul Bianca menuntunnya masuk ke salah satu ruangan.
“Kamu suka makan apa Bianca ?” Mommy Angela menyodorkan buku menu sesaat setelah mereka duduk.
“Saya suka apa saja Tante,” jawab Bianca sopan.
“Kamu tidak ada alergi makanan tertentu kan ?”
“Asal jangan mentah tante,” jawab Bianca malu-malu. Mommy Angela tertawa kecil dan mulai memesan makanan. Tidak lama Devano menghampiri mereka dengan rambut sedikit basah.
“Daddy nyusul mom ?” Devano mengambil tempat duduk di sebelah Bianca.
“Mommy sudah kirim pesan tapi belum dijawab sama daddy.”
15 menit kemudian pesanan minuman dan hidangan pembuka mulai disajikan. Bianca menatap makanan yang terhidang sambil menelan salivanya.
Makanan yang ada di depannya benar-benar menggugah selera. Mommy Angela yang memperhatikan ekspresi Bianca tersenyum dan mulai mengambilkan makanan ke piring Bianca.
“Tidak usah repot-repot Tante, saya bisa ambil sendiri,” Bianca merasa tidak enak karena dilayani oleh mommy Angela.
“Makanya jangan bengong,” ketus Devano. Bianca menoleh sekilas menatap Devano yang terlihat kaku dan dingin. Mommy Angela masih senyum-senyum menatap interaksi kedua anak muda di depannya.
Tidak lama pelayan kembali menghidangkan makanan utama. Sang manager yang tadi menyambut mereka di depan ikut masuk diikuti seorang pria berumur di belakangnya.
“Sayang,” pria itu langsung menghampiri mommy Angela dan memberikan ciuman di pipinya.
“Bon apetite tuan dan nyonya.” Sang manager tersenyum dan mempersilakan tamunya menikmati makan siang mereka.
Pria paruh baya tadi yang sudsh pasti adalah daddynya Devano langsung mengambil tempat duduk di sebelah mommy Angela berseberangan dengan Devano.
“Daddy,” sapa Devano.
“Hai boy.” balas daddy sambil tersenyum.
“Siang om,” Bianca menyapa dengan menganggukan kepalanya.
“Ini pasti Bianca ya ?” daddy nya Devano mengulurkan tangannya. “Harry, daddy nya Devano.”
Bianca cepat-cepat menerima uluran tangan daddy Harry dengan sopan.
“Bianca, om.”
Acara makan siang yang diselingi dengan percakapan ringan membawa kehangatan tersendiri untuk Bianca. Dia tidak menyangka bahwa keluarga Devano begitu menyenangkan tetapi kenapa sikap Devano justru seperti anak yang tidak bahagia. 30 menit kemudian pelayanan menghidangkan kembali makanan penutup.
“Ayo Bianca dimakan lagi ikannya,” mommy Angela memindahkan piring lauk berisi ikan saus mangga di depan Bianca.
“Maaf tante, saya benar-benar kenyang,” Bianca mengelus perutnya yang kekenyangan.
“Jangan malu-malu,” timpal daddy Harry.
“Cih mana mungkin anak begini malu-malu daddy,”
Devano yang sedari tadi banyak diam akhirnya bicara panjang juga.
“Kalau dia tahu malu nggak bakal duluan nyatakan cinta sama laki-laki.”
Blush !!
Wajah Bianca langsung memerah mendengar perkataan Devano. Sepotong mangga yang sedang dikunyahnya membuatnya tersedak. Buru-buru mommy Angela menyodorkan gelas minuman.
Daddy Harry yang mendengar perkataan anaknya langsung tertawa.
“Habis cowok yang disukain modelan kamu Van, yang kaku sama cuek,” sahut daddy Harry.
Devano hanya mendengus kesal mendengar perkataan daddynya. Bianca yang sudah menetralkan nafasnya menoleh menatap Devano.
“Terima kasih buat jawabannya,” ketus Bianca. “Lebih baik berani bicara daripada diam nggak jelas begitu. Sok laku,” Bianca mencebik. Entah keberanian darimana dia bisa menjawab pernyataan Devano.
“Memang penting harus menjawab semua pernyataan yang tidak penting ?” Devano melotot menatap Bianca.
“Ooo jadi buat kamu bicara soal perasaan nggak penting ? Kamu nggak punya hati ya ?” Bianca membalas pelototan Devano dengan tak kalah tajam.
“Kamu…” Devano mengeraskan rahangnya dan mengepalkan tangannya.
Mommy dan daddy yang sejak tadi menatap sambil mendengarkan perdebatan kedua anak muda itu akhirnya tertawa.
“Hati-hati loh Van, jangan terlalu kesal, nanti malah kamu jatuh cinta juga sama Bianca.” Goda mommy.
Blush !!
Lagi-lagi wajah Bianca dibuat panas dan memerah mendengar omongan mommy Angela.
“Jangan ke ge-eran,” ketus Devano. Bianca hanya diam saja dan melanjutkan menyantap hidangan penutup.
Akhirnya acara makan siang yang sedikit tegang itu berakhir. Devano yang awalnya berkeras mau ikut ke kantor daddynya akhirnya mengalah karena mommy Angela memaksa Devano yang mengantar Bianca ditemani sopir sementara mommy Angela malah ikut mobil daddy Harry.
“Terima kasih makan siangnya om, tante,” Bianca pamitan kepada orangtua Devano sebelum merek berpisah. Mommy Angela langsung memeluknya dan menepuk bahu Bianca pelan.
“Ingat, jangan biarinin Devano jadi kanebo kering di masa SMA nya. Basahin terus biar lebih berguna,” bisik mommy Angela pelan supaya tidak terdengar Devano yang masih memasang muka masam.
Bianca hanya tersenyum canggung. Misi yang nggak mungkin dijalanin, gumamnya dalam hati.
Melihat kelakuan Devano yang sangat tidak bersahabat sejak pulang dari sekolah membuat Bianca mengambil kesimpulan perasaan Devano yang berbanding terbalik dengan hatinya. Bianca sudah memutuskan untuk membuang jauh-jauh dan menghilangkan rasa sukanya pada Devano. Membiarkan hatinya terus menyukai Devano hanya akan melukainya di masa mendatang.
Bianca menarik nafas panjang dam berat sebelum
tanganny membuka pintu mobil. Dia duduk di belakang sementara Devano memilih tetap duduk di depan samping sopir. Padahal mommy Angela sempat berpesan agar Devano pindah duduk di belakang menemani Bianca.
Fixed ! Devano sama sekali tidak akan membuka hatinya untuk seorang Bianca. Tatapannya kosong keluar jendela samping sambil menopang dagunya.
“Rumah elo dimana ?” pertanyaan Devano memecah kesunyian setelah 10 menit mobil meninggalkan restoran.
“Gue berhenti di halte deket sekolah aja.”
“Nggak lewat sana lagi.” Jawab Devano ketus.
“Kalau begitu gue turun di halte terdekat aja dari sini,” Bianca menjawab dengan sedikit kesal menanggapi sikap Devano yang terkesan marah-marah.
“Nggak bisa !” Tolak Devano. “Pusing nanti dengerin mommy ngomel gara-gara nggak anterin elo pulang.”
“Kan kalo elo nggak omong sama mommy nggak masalah. Bisa tolong kan ya Pak ?” Bianca memajukan badannya di antara kursi depan dan menatap sopirnya Devano.
“Maaf saya nggak berani non,” jawab si sopir.
“Bisa nggak jangan membantah terus !” Devano memutar badannya menatap Bianca dengan tatapam tajam. “Tinggal sebutin aja susah amat.”
Bianca menarik nafas kesal dan akhirnya menyebutkan alamat rumahnya. Tidak lama mobil berhenti di depan gerbang rumahnya.
“Terima kasih, Pak,” Bianca pamit dengan sopir Devano yang dibalas dengan anggukan dan senyuman dari sopir.
“Sama-sama non.”
“Thankyou Van.” Bianca mengucapkan dari balik kirsi sementara tangan sebelahnya sudah membuka pintu.
Devano hanya diam saja dengan pandangan ke depan. Setelah menutup pintu Bianca berusaha mengetuk jendela namun mobil langsung berlalu begitu saja. Bianca mengomel sendiri. Devano bahkan tidak menjawab ucapannya yang berterima kasih dan tanpa basa basi langsung pergi meninggalkannya.
Bianca memejamkan mata sejenak sebelum berbalik dan memasuki gerbang. Niatnya ingin benar-benar membuang jauh-jauh cintanya untuk Devano tapi ada sedikit di sudut hatinya yang keberatan.
Bianca menggelengkan kepalanya sambil membuka pintu rumah yang ternyata tidak terkunci.
Semoga bisa ! HARUS BISA ! Tekadnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Emak Kam
harus bisa Bianca,💪 reader padamu 😘
2023-05-03
1
Risna Wati
bagus bian , cuekin ajaaaa
2023-03-04
1
Hesti Pramuni
wow..! ramah sekali keluarga Devano..
2023-02-20
4