Bab 15 PDKT yang Gagal

Mia yang memang berasal dari keluarga kaya menghabiskan liburannya kali ini ke Korea, Della menemani mama nya berlibur ke Jogjakarta tempat tinggal omanya, sementara Bianca hanya menghabiskan waktu liburannya di rumah, membantu sang mama menyelesaikan pesanan kue yang cukup berlimpah karena bertepatan dengan hari raya Idul Fitri di awal bulan Juli.

“Bi,” mama Lisa mengetuk kamar Bianca yang baru 30 menit lalu meninggalkan dapur setelah menyelesaikan adonan nastar terakhir masuk ke dalam open.

Tidak mendapat sahutan atau respon, mama Lisa langsung membuka kamar. Diedarkan pandangannya karena mendapati kamar Bianca sepi tidak ada penghuninya.

“Bi, Bian,” panggil mama Lisa.

“Ada apa ma ?” Sahutan Bianca bukan dari dalam kamar melainkan dari belakang badan mama Lisa yang membuat beliau sempat kaget.

“Duh Bi, kagetin aja,” mama Lisa mengelus dadanya.

“Kan mama panggil,” Bianca menatap kebingungan. “Bianca habis mandi lagi, gerah dan lengket.”

“Ada Arya tuh di bawah,” mama Lisa berbalik dan melangkah meninggalkan Bianca.

“Ngapain ma ? Kagak janjian,” Bianca masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

“Mana mama tahu Bibi,” mama menoel pipi Bianca gemas. “Yang pasti bukan mau melamar kamu sih, soalnya tadi nggak bilang apa-apa sama mama,” mama Lisa mengedipkan matanya sebelah dan melangkah menuruni tangga sambil tertawa kecil.

“Tapi kalo mau melamar kamu, kayaknya mama sama papa bakalan terima,” mama berhenti sejenak di tangga dan menoleh ke Bianca, menggoda anak sulungnya sambil tertawa.

“Mama apaan sih,” Bianca langsung cemberut.

Mama Lisa hanya mengangkat kedua bahunya dan masih tertawa kecil meneruskan langkahnya menuju dapur.

Lima menit kemudian Bianca sudah di ruang tamu menemui Arya yang sedang memainkan ponselnya.

“Tumben Ya, ada hal penting ?” Bianca langsung mendudukan bokongnya ke salah satu sofa berseberangan dengan Arya.

“Memang kalau ada hal penting doang baru boleh datang ?” Arya menatap Bianca dengan menautkan alisnya sementara yang ditatap hanya tertawa kecil.

“Kamu sibuk Bi ?”

Bianca mengangguk, tangannya membuka salah satu toples yang ada di meja. Kue nastar hasil karyanya bersama mama.

“Cobain, Ya, home made nih, siapa tahu cocok bisa jadi langganan.” Bianca menyodorkan toples yang sudah dibukanya. Arya mencomot satu kue dan langsung memakan seluruhnya. Ekspresinya dibuat seserius mungkin seakan sedang menilai nastar yang mulai lumer di mulutnya.

“Enak banget Bi, memang kamu jualan ?”

Bianca menggangguk lagi, “Sesuai pesanan doang, mumpung menjelang hari raya, lumayan pesanannya.”

Tanpa malu-malu Arya mengambil lagi nastar yang ada di dalam toples hingga beberapa kali.

“Hari ini gratis, besok bayar Bang,” goda Bianca sambil tertawa.

“Duh tega banget sama calon suami,” balas Arya yang langsung membuat mata Bianca melotot. “Seharusnya bahagia soalnya calon suami doyan banget buatan calon istrinya.”

Bianca melempar salah satu bantal yang ada di sofa.

“Siapa yang minat jadiin elo calon suami,” Bianca mengomel. Arya tertawa melihat ekspresi Bianca.

“Jangan suka cemberut begitu, bikin hati tambah meleleh dan makin jatuh cinta,” Arya beranjak bangun hendak mengacak-acak rambut Bianca. Reflek Bianca segera bergerak ke kiri menghindar.

“Sejak kapan Arya si manusia es bisa gombal ?” Bianca mencibir. Dia masih menggeser posisinya menghindari Arya yang masih mencoba menyentuh rambutnya.

“Sejak jatuh hati sama seorang Bianca,” sahut Arya dengan muka serius. Tangannya terhenti dan tidak lagi berusaha menggapai rambut Bianca. Sedikit hatinya tercubit. Bianca menghindar, apa mungkin karena belum bisa menggeser nama Devano dari hatinya ?

Mendadak suasana jadi hening. Arya kembali duduk di posisinya semula, sementara Bianca yang duduk di seberangnya pindah posisi agak menjauh. Bianca sedang memikirkan candaan Arya yang terdengar serius di telinganya. Akan lebih baik jika Bianca mulai menjaga sikap supaya Arya tidak salah sangka dan memupuk perasaannya pada Bianca.

Sementara Arya juga hanyut dengan pikirannya. Penolakan halus Bianca sepertinya menggambarkan perasaan Bianca sesungguhnya. Semakin Arya gencar menyatakan perasaannya, semakin Bianca menjauh darinya.

“Eheheemm,” mama Lisa masuk ke ruang tamu dengan 2 gelas es jeruk di tangannya.

“Bi, masa tamunya nggak dikasih minum.” Mama Lisa meletakkan gelasnya di meja.

“Terima kasih Tante,” dengan sopan Arya mengucapkan terima kasih sambil menganggukan kepalanya pelan.

“Lanjut deh ngobrolnya, tante beresin kue dulu.” Mama Lisa yang sempar duduk dekat Bianca beranjak bangun dan meninggalkan mereka.

“Bi.”

“Arya.”

Keduanya berbarengan saling memanggil nama.

“Kamu duluan Bi.”

“Kamu aja Arya yang duluan omong.”

“Ladies first, Bi,” Arya berusaha tersenyum untuk menetralkan hatinya.

“Kamu dulu, kalau nggak mau aku nggak jadi omong,” sahut Bianca.

Arya menarik nafas panjang dan berat sambil mengumpulkan keberaniannya.

“Sebenarnya… sebenernya…” Arya menarik nafas panjang kembali. “Boleh gue tanya hal yang pribadi, Bi ?”

“Apaan ?”

“Elo beneran udah buang perasaan suka elo sama Devano atau …”

Bianca mengulurkan tangannya memberi tanda Arya untuk menghentikan omongannya.

“Tolong jangan sebut-sebut nama Devano dalam obrolan kita ya. Udah nggak penting, udah basi, udah lewat,” sahut Bianca cepat.

“Kalo gitu boleh gue yang suka sama elo ?” Arya menatap mata Bianca dalam-dalam. Sepersekian detik Bianca membalas tatapan Arya lalu memutusnya dan mengalihkan pandangan ke arah lain.

“Sorry,” lirihnya pelan. “Gue memang udah buang jauh-jauh rasa gue ke Devano, tapi gue juga janji sama diri sendiri dulu nggak mau lagi belajar pacaran dulu selama sekolah.”

“Berarti kalau udah lulus elo bisa membuka hati elo Bi ?”

Bianca memggeleng cepat. Jemarinya sempar meremas ujung kaosnya. Arya masih menatap Bianca yang tertunduk. Arya sedikit maju dari duduknya dan berusaha meraih jemari Bianca namun segera Bianca memindahkan tangannya ke sisi kiri dan kanan.

“Sorry Ya, kalaupun iya, gue nggak mau sama orang-orang yang ada dalam lingkaran Devano apalagi sahabatnya. Pantang buat gue,” Bianca yang sudah menetralisir perasaannya kembali menatap Arya dam tersenyum tipis.

“Nggak adil kalau begitu Bi,” protes Arya.

“Mau adil atau nggak, mau baik atau nggak, yang penting itu suara hati dan keputusan gue. Tolong elo hargai privasi gue, Ya.”

“Bi, setiap orang berhak menyukai siapapun selagi bukan merebut sifatnya,” protes Arya dengan suara sedikit meninggi.

“Memang bener Ya. Prinsipnya gue nggak mau lagi mulai yang namanya jatuh cinta dan pacaran sampai minimal lulus SMA ini.”

“Bi..” Arya ingin protes kembali tapi dihentikan oleh gerakan tangan Bianca.

“Tolong hargain keputusan gue, Arya. Kejadian Devano membuat gue sadar bagaimana harus menempatkan diri dan hati ke depannya.” Bianca menjelaskan sambil tersenyum kecut.

“Thanks a lot atas ungkapan hati elo saat ini. Tapi sorry banget, gue bukan hanya nggak siap tapi juga nggak minat menjalin hubungan sama siapapun saat ini.”

Bianca menatap Arya yang menundukkan kepalanya dengan ekspresi kecewa.

“Seandainya gue datang lebih dulu sebelum kejadian Devano, apa elo menerima gue ?” Arya membalas tatapan Bianca.

“Arya, soal hati nggak bisa dipaksain. Jujur gue udah suka sama Devano sejak kelas 8, jadi kalaupun elo mengungkapkan perasaan sebelum kejadian kemarin, nggak akan mengubah apa-apa.”

Suasana kembali hening. Bianca menggeser duduknya persis berseberangan dengan Arya.

“Arya,” Bianca memanggil pelan. Arya menoleh sekilas lalu membuang pandangannya ke arah lain.

“Gue merasa tersanjung elo punya perasaan khusus buat gue. Siapa yang nggak kenal Arya, cowok sedingin es yang selalu jadi incaran cewek-cewek cantik di sekolah.”

Arya masih belum memberikan tanggapan apa-apa. Raut wajahnya yang tadi kesal sekarang berubah datar dan kaku kembali seperti biasanya di sekolah.

“Gue balik dulu,” Arya beranjak bangun dan mengambil kunci motornya dari atas meja.

Tanpa pamitan dengan mama Lisa, Arya langsung menuju pintu dan membukanya dengan sedikit kasar.

“Arya,” Bianca mencekal lengannya sebelum Arya melewati pintu. “Jangan berkendara dalam keadaan emosi begini. Bahaya !”

Arya menoleh dan menatap Bianca dengan perasaan luka membuat Bianca yang membalas tatapannya menjadi tidak enak hati.

“Tunggu sebentar,” Bianca melepaskan cekalannya. Dia berjalan ke meja dan mengambil segelas air jeruk yang disiapkan mama Lisa.

“Minumlah biar hatimu sedikit tenang,” Bianca menyodorkan gelas ke arah Arya. Laki-laki itu terdiam sejenak. Pandangannya menatap Bianca dengan penuh kekecewaan. Bianca meraih tangan Arya untuk memegang gelas es jeruk.

“Rasanya naif kalo gue omong seneng punya temen kayak elo,” tutur Bianca saat Arya akhirnya menurut menerima gelas es jeruk dan mulai meminumnya.

“Tapi gue sadar akan sulit sekarang buat kita tetap berteman. Terima kasih buat beberapa waktu ini selalu jadi malaikat penolong gue saat menghadapi persoalan Devano.” Bianca menatap tulus ke Arya yang akhirnya menghabiskan segelas es jeruk yang disodorkan Bianca.

“Setulus hati gue bener-bener berterima kasih Arya,” Bianca tersenyum manis.

Arya hanya menatapnya sekilas. Tatapannya berubah datar dan dingin. Tanpa menanggapi perkataan Bianca, dia segera mengambil helm dan memakainya lalu memacu motornya meninggalkan rumah Bianca.

Bianca masih berdiri di pintu masuk sampai akhirnya tepukan mama Lisa membangunkan lamunannya.

“Kenapa ?” hanya pertanyaan singkat dari mama Lisa.

Bianca menggeleng sambil tersenyum.

“Habis nolak cowok, ma,” Bianca bergelayut di tangan mama Lisa.

“Nggak nyesel ?” Mama Lisa menggodanya.

“Nggak ma,” Bianca menggeleng lagi. “Lebih baik jujur tapi menyakitkan di awal daripada pura-pura bahagia tapi malah menyakiti berkepanjangan.”

“Duh kayak orang bijak aja nih,” mama Lisa menoel hidung Bianca.

“Kalau soal hati kan nggak bisa dipaksa ma.”

Mama Lisa hanya manggut-manggut mendengarkan curahan hati putri sulungnya. Bianca masih bergelayut manja dan sekali-sekali menyenderkan kepala di bahu mama Lisa.

“Beresin dulu tuh gelas di meja,” mama Lisa menunjuk satu gelas yang ada di meja, sementara satu lagi dipegang Bianca bekas Arya tadi.

“Siap mama sayang,” Bianca melepaskan tangannya dan bergegas mengangkat gelas es jeruk lalu menenggaknya sampai habis.

Mama Lisa hanya tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Bianca.

Terpopuler

Comments

Tieny Roesmiasih

Tieny Roesmiasih

aq suka bngt sm ceritanya 💖 Susunan kalimatnya teratur.. alur ceritanya nyaman dinikmati.. ada greget dlm setiap partnya 😍💖😍 Pokoknya bikin candu.. pengen terus baca dn baca lg. berenti klo hp lobet atw bener² ngantuk. Semangat ya neeng 💪💖💪

2023-05-04

1

❀𝕴𝖒𝖆 𝕶𝖎𝖓𝖆𝖓𝖌𝖌𝖎❀

❀𝕴𝖒𝖆 𝕶𝖎𝖓𝖆𝖓𝖌𝖌𝖎❀

OVEN barangkali ya thor,bukan OPEN

2023-02-10

2

Rahmawaty❣️

Rahmawaty❣️

Mau menjelang hr raya . Trs puasa nya kpn ??? Hrs nya puasa dlu😅

2023-01-15

2

lihat semua
Episodes
1 Surat Cinta
2 Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3 Bab 3 Devano vs Arya
4 Bab 4 Kecurigaan Della
5 Bab 5 Ketemu Si Centil
6 Bab 6 Buang atau Kenang
7 Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8 Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9 Bab 9 Curahan Hati Bianca
10 Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11 Bab 11 Ketemu Camer ?
12 Bab 12 Makan Siang
13 Bab 13 Terima Raport
14 Bab 14 Jangan Coba-Coba
15 Bab 15 PDKT yang Gagal
16 Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17 Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18 Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21 Bab 21 Kecelakaan
22 Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23 Bab 23 Takdir Kita
24 Bab 24 Kesempatan
25 Bab 25 Arti Persahabatan
26 Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27 Bab 27 Rindu Papa
28 Bab 28 Tentang Arya
29 Bab 29 Aku Membencimu
30 Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31 Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32 Bab 32 Devano vs Bianca
33 Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34 Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35 Bab 35 Selamat Jalan
36 Bab 36 Selamat Tinggal
37 Bab 37 Seorang Van yang Lain
38 Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39 Bab 39 Menginap
40 Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41 Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42 Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43 Bab 43 Ketemuan di Mal
44 Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45 Bab 45 Persiapan Magang
46 Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47 Bab 47 Jalan Baeng Diana
48 Bab 48 Rahasia Devano
49 Bab 49 Mengungkapkan
50 Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51 Bab 51 Obrolan Empat Pria
52 Bab 52 Makan Malam
53 Bab 53 Drama Pagi Hari
54 Bab 54 Sang Pewaris
55 Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56 Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57 Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58 Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59 Bab 59 Kunjungan Sahabat
60 Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61 Bab 61 Bukan Prank ?
62 Bab 62 Ke Kantor Arya
63 Bab 63 Melepasmu
64 Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65 Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66 Bab 66 Pamitan
67 Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68 Bab 68 Permintaan Desta
69 Bab 69 Permintaan yang Sulit
70 Bab 70 Pertemuan di Mal
71 Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72 Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73 Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74 Bab 74 Tidak Rela
75 Bab 75 Gagal Fokus
76 Bab 76 Macan Ompong
77 Bab 77 Obrolan Sore
78 Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79 Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80 Bab 80 Para Mantan Penggemar
81 Bab 81 Curahan Hati Devano
82 Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83 Bab 83 Cemburunya Devano
84 Bab 84 Jangan Buat Baper
85 Bab 85 Beri Aku Waktu
86 Bab 86 Mendadak Pulang
87 Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88 Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89 Bab 89 Nasehat Para Mama
90 Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91 Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92 Bab 92 Maunya Calon Suami
93 Bab 93 Para Sahabat
94 Bab 94 Undangan Lamaran
95 Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96 Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97 Bab 97 Tiga Bulan
98 Bab 98 Semakin Mencintaimu
99 Bab 99 POV Devano
100 Bab 100 Hari Bahagia
101 Ucapan Terima Kasih
102 Promo Novel Baru
103 Promo Novel Baru
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Surat Cinta
2
Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3
Bab 3 Devano vs Arya
4
Bab 4 Kecurigaan Della
5
Bab 5 Ketemu Si Centil
6
Bab 6 Buang atau Kenang
7
Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8
Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9
Bab 9 Curahan Hati Bianca
10
Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11
Bab 11 Ketemu Camer ?
12
Bab 12 Makan Siang
13
Bab 13 Terima Raport
14
Bab 14 Jangan Coba-Coba
15
Bab 15 PDKT yang Gagal
16
Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17
Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18
Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21
Bab 21 Kecelakaan
22
Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23
Bab 23 Takdir Kita
24
Bab 24 Kesempatan
25
Bab 25 Arti Persahabatan
26
Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27
Bab 27 Rindu Papa
28
Bab 28 Tentang Arya
29
Bab 29 Aku Membencimu
30
Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31
Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32
Bab 32 Devano vs Bianca
33
Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34
Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35
Bab 35 Selamat Jalan
36
Bab 36 Selamat Tinggal
37
Bab 37 Seorang Van yang Lain
38
Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39
Bab 39 Menginap
40
Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41
Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42
Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43
Bab 43 Ketemuan di Mal
44
Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45
Bab 45 Persiapan Magang
46
Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47
Bab 47 Jalan Baeng Diana
48
Bab 48 Rahasia Devano
49
Bab 49 Mengungkapkan
50
Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51
Bab 51 Obrolan Empat Pria
52
Bab 52 Makan Malam
53
Bab 53 Drama Pagi Hari
54
Bab 54 Sang Pewaris
55
Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56
Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57
Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58
Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59
Bab 59 Kunjungan Sahabat
60
Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61
Bab 61 Bukan Prank ?
62
Bab 62 Ke Kantor Arya
63
Bab 63 Melepasmu
64
Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65
Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66
Bab 66 Pamitan
67
Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68
Bab 68 Permintaan Desta
69
Bab 69 Permintaan yang Sulit
70
Bab 70 Pertemuan di Mal
71
Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72
Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73
Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74
Bab 74 Tidak Rela
75
Bab 75 Gagal Fokus
76
Bab 76 Macan Ompong
77
Bab 77 Obrolan Sore
78
Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79
Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80
Bab 80 Para Mantan Penggemar
81
Bab 81 Curahan Hati Devano
82
Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83
Bab 83 Cemburunya Devano
84
Bab 84 Jangan Buat Baper
85
Bab 85 Beri Aku Waktu
86
Bab 86 Mendadak Pulang
87
Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88
Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89
Bab 89 Nasehat Para Mama
90
Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91
Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92
Bab 92 Maunya Calon Suami
93
Bab 93 Para Sahabat
94
Bab 94 Undangan Lamaran
95
Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96
Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97
Bab 97 Tiga Bulan
98
Bab 98 Semakin Mencintaimu
99
Bab 99 POV Devano
100
Bab 100 Hari Bahagia
101
Ucapan Terima Kasih
102
Promo Novel Baru
103
Promo Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!