Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta

Tidak terasa waktu cepat berlalu. Ujian pertengahan semester ganjil baru saja berlalu. Anak-anak kelas 12 sudah mulai sibuk dengan pendaftaran kuliah di perguruan tinggi swasta.

Situasi Bianca sampai saat ini masih aman-aman saja. Nindi dan geng nya sudah tidak lagi cari gara-gara karena hubungan Bianca dengan teman-teman Devano juga semakin menjauh. Arya sendiri terlihat menghindari Bianca, Mia dan Della. Bahkan saat berpapasan secara tidak sengaja, Arya terlihat acuh dan dingin seperti biasanya.

Della dan Mia yang sempat bertanya-tanya akhirnya mendapat penjelasan dari Bianca secara panjang lebar.

“Elo nggak sayang Sis melepas cowok sekeren Arya ? Dia kagak kalah sama Devano loh,” Mia bertanya sambil menyantap batagor di kantin sekolah. Hari ini mereka hanya bersekolah sampai jam 10 karena ada rapat guru.

“Kalo elo mau, pdkt gih,” Bianca dengan santai menikmati jus strawberry nya.

“Dih lo kira barang sale, siapa yang suka tinggal ambil,” Mia mencebik dengan mulut penuh.

“Elo kan biasanya garcep Mi,” kali ini Della yang menanggapi.

“Cowok kaku kayak gitu bisa bikin gue bosen sama mati gaya deket-deket dia.”

“Cewek sebawel elo mana mungkin kehabisan stok dan mati gaya,” Della mencibir sementara Bianca hanya tertawa.

“Bukan target gue cowok begituan.”

“Ala kayak elo juga masuk kategori Arya,” Della menoyor jidat Mia yang membuat gadis itu langsung melotot.

“Della !!” Mia setengah berteriak. “Kebiasaan, elo kira jidat gue samsak apa ?”

“Biar pikiran elo kebuka sedikit jadi kagak lemot,” Della tertawa dan menghindari tangan Mia yang berusaha membalasnya.

“Udah sih, bentar lagi jadi mahasiswa kelakuan kayak anak SD aja,” Bianca mencoba melerai.

“Betewe pak rw, elo pada mau lanjut kemana ?” Mia memasukan batagor terakhir ke dalam mulutnya.

“Elo jadi lanjut ke Aussie, Mi ?” tanya Della.

“Gue pengennya tetap di Jakarta bareng elo-elo pada. Tapi kayaknya keputusan papi nggak bisa diganggu gugat.”

“Elo gimana Bi ?” Della bertanya pada Bianca yang duduk di sebelahnya.

Bianca menggelengkan kepalanya. “Gue lagi ajuin beasiswa, tapi dapatnya jurusan sastra.”

“Sesuai bakat dan kemampuan elo kalo gitu Sis.”

“Iya tapi kayaknya gue perlu yang bisa cepat dan gampang cari kerja. Dua tahun lagi Bernard masuk kuliah juga. Dia udah fixed mau ambil kedokteran.”

“Bi, sekarang kan banyak pilihan. PTN juga udah banyak membuka kesempatan, tinggal usahain beasiswa.” Mia menatap sahabatnya itu.

“Tetap aja biar beasiswa butuh tambahan biaya biar sedikit. Belum lagi kalau dapatnya di luar kota harus ada biaya kost.”

“Elo sendiri gimana Del ?” Mia beralih ke Della.

“Gue fixed daftar PTN paling ambil jurusan seputaran ekonomi. Tapi kalo nggak diterima ya terpaksa swasta diambil juga,” jawab Della.

“Nggak berasa ya kita udah mau kuliah aja,” Mia berkata dengan sedih. “Bakalan pisah juga kita bertiga.”

“Asal jangan ketemuan lagi pas udah mau kawin aja,” cetus Della.

“Ya ampun Della,” Bianca menepuk bahu sahabatnya. “Lulus SMA aja belum, lanjut kuliah, kerja dulu kali baru mikir kawin.”

“Siapa tahu aja Mia balik Indo udah bawa bule plus tabungan di perutnya,” jawab Della santai yang disambut dengan pelototan Mia. Tangannya sudah reflek terangkat mau memukul bahu sahabatnya itu. Tapi gerakannya tertahan dan tertahan di udara. Bianca dan Della yang melihat reaksi Mia mengikuti arah pandangan mata Mia. Reflek mereka menoleh dan sedikit menggerakan badan ke belakang. Di pintu kantin seperti biasa Lima Pandawa masuk dan menyita perhatian sebagian pengungjung kantin yang tidak terlalu ramai karena sebagian siswa memilih langsung pulang.

Bianca sempat beradu pandang dengan Devano, tapi pria itu segera memutusnya dan membuang pandangan ke lain arah. Bianca menatap Arya yang terlihat dingin dan tidak perduli dengan sekelilingnya. Ada sedikit rasa bersalah di hati Bianca. Ada kerinduan mendengar suara Arya yang ternyata sangat bawel jika berduaan dengannya. Tapi masalah hati tidak bisa dipaksakan. Rasa nyaman saat bersama Arya hanya sebatas rasa sebagai sahabat bukan kekasih.

“Kedip wooiii,” Mia menepuk kedua tangannya di hadapan wajah Bianca membuat gadis itu sedikit terkejut.

“Apaan sih,” omelnya pelan.

“Duuhh lihat tuh,” Della menunjuk dengan gerakan dagunya sambil mencebik. “Kagak ada kapok-kapoknya udah kena hukuman sekolah.”

“Biar makin terkenal doonngg,” sahut Mia.

Bianca yang sudah kembali ke posisi semula membelakangi pintu masuk hanya bisa tertawa melihat interaksi kedua sahabatnya. Della dan Mia sedang bergaya mengikuti cara Nindi berbicara dengan gaya gemulainya. Tidak lama terdengar suara batuk orang tersedak di salah satu meja.

“Tuh kan jadinya tersedak,” tutur Bianca pelan sambil cekikkan. “Elo pada omongin dia sih.”

Della dan Mia yang melihat kondisi Nindi saling melemparkan pandangan dan akhirnya tertawa bersama dengan volume agak pelan supaya tidak menarik perhatian yang lainnya. Bianca ikut tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Sesaar kemudian terdengar suara notifikasi dari handphone Bianca.

Tante Angela

Manis, hari ini kamu pulang cepat ya ? Apa bisa tante minta tolong ditemani pergi mencari barang ?

Wajah Bianca mendadak tegang saat membaca pesan masuk dari mamanya Devano. Dia bingung harus menjawab apa.

Mia dan Della yang melihat perubahan di wajah Bianca saling melempar pandangan dan menaik turunkan alis seolah saling bertanya. Dan bersamaan pula mereka menggedikan bahu.

“Kenapa Bi ?” Della menyenggol bahu Bianca yang langsung mengangkat wajahnya dengan tatapan bingung. Tanpa menjawab pertanyaan kedua sahabatnya, Bianca mengangkat handphonenya dan memperlihatkan pesan yang masuk kepasa kedua sahabatnya.

Belum sempat memberi saran kepasa Bianca, tidak lama telepon masuk muncul di layar handphone dengan nama Tante Angela.

“Duh malah telepon lagi,” Bianca menepuk jidatnya.

“Udah angkat aja, nggak enak.” Saran Mia.

Bianca menatap kedua sahabatnya bergantian dan keduanya mengngguk seolah menjawab tatapan Bianca yang bertanya. Bianca beranjak dari kursinya dan memilih keluar dari kantin. Belum sempat mengangkat, ternyata panggilan telepon teeputus. Bianca tetap berdiri di luar kantin, jaga-jaga kalau telepon dari mamanya Devano masuk kembali ke handphonenya. Semenit duamenit belum ada telepon yang masuk akhirnya Bianca memutuskan untuk menelepon balik. Tidak enak juga hatinya karena aelama ini Tante Angle- mamanya Devano sangat baik padanya. Setelah memencet kembali nomor yang sempat masuk ke handphonenya, Bianca mendekatkan handphone ke telinganya, dan semenit kemudian terdengar jawaban otomatis kalau nomor tujuannya sedang sibuk.

“Apa begitu susahnya menerima telepon mamaku ?” suara Devano sudah berada di belkangnya membuat refleks Bianca menoleh dan mundur beberapa langkah lalu mengusap dadanya.

“Belum sempat gue angkat terus mati,” Bianca mengangkat handphone dan memperlihatkan ke arah Devano.

“Udah telepon balik tapi nada sibuk.”

“Telepon sekarang !”bentak Devano membuat Bianca lagi-lagi terlejut.

“Devano !” Panggilan Bianca yang cukup keras menghentikan langkah Devano yang sudah membalikan badannya meninggalkan Bianca.

Devano berhenti namun tidak menoleh. Bianca berjalan mendekati posisi Devano supaya tidak perlu berteriak.

“Gue nggak pernah lupa dengan pesan elo untuk tidak dekat-dekat dan menanggapi Tante Angela. Jangan coba-coba elo bilang,” Bianca menjeda sejenak menanti reaksi Devano.

Tetapi pria dingin di depannya hanya diam dengan posisi awalnya tanpa membalikkan badan berhadapan dengan Bianca.

“Tolong kasih pengertian ke Tante Angela. Gue nggak pernah sekalipun cari perhatian beliau, jadi jangan elo salah paham berpikir gue masih berusaha mendekati elo lewat Tante Angela.” Nada suara Bianca naik satu oktaf karena kesal melihat Devano hanya diam saja.

Devano membalikan badannya. Kedua tamgannya mengepal di samping dan rahangnya mengeras menahan emosi. Kedua matanya menatap tajam ke arah Bianca. Kali ini gadis itu balik menatapnya tajam.

“Jangan pernah berpikir bahwa perasaan yang ada di dalam surat gue itu masih berlanjut,” ujar Bianca dengan tatapan tajam. “Gue udah buang jauh-jauh dan meyakinkan diri bahwa rasa itu udah hilang dari hidup gue !” Bianca melangkah maju dan berjalan melewati Devano yang masih mengepalkan tangannya.

Baru beberapa langkah Bianca berhenti dan berbalik.

“Jangan khawatir gue nggak akan pernah angkat tellepon Tante Angela dan itu bukan karena kurang ajar, tapi hanya menepati janji gue dengan anaknya.”

Setelah mengucapkan kalimatnya, Bianca berbalik dan melanjutkan langkahnya. Dia sempat memejamkan mata dan mengatur nafasnya yang naik turun lebih cepat. Setelah agak jauh, Bianca mengelus dadanya menetralkan perasaannya yang tidak karuan. Mulutnya boleh terus berucap sudah move on dari Devano dan melupakan rasa cintanya, tapi hatinya berkata lain. Sulit membuang rasa yang dipupuknya hampir 5 tahun. Seperti pohon yang dicabut sudah tidak terlihat di atas tanah, tapi sisa-sisa akarnya belum terangkat semuanya.

Bianca menarik nafas panjang dan mulai menetralkan kembali kegalauannya. Berharap semoga benar-benar bisa menghapus nama Devano dari kehidupannya.

Terpopuler

Comments

Rikson Wabiser

Rikson Wabiser

suka bianca gak bucin 🙏

2023-03-19

1

Risna Wati

Risna Wati

Aryaaa koq gtuuu seh

2023-03-04

1

Yeni Yeni

Yeni Yeni

suka sikap bianca , gak bucin 👍

2023-01-26

6

lihat semua
Episodes
1 Surat Cinta
2 Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3 Bab 3 Devano vs Arya
4 Bab 4 Kecurigaan Della
5 Bab 5 Ketemu Si Centil
6 Bab 6 Buang atau Kenang
7 Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8 Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9 Bab 9 Curahan Hati Bianca
10 Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11 Bab 11 Ketemu Camer ?
12 Bab 12 Makan Siang
13 Bab 13 Terima Raport
14 Bab 14 Jangan Coba-Coba
15 Bab 15 PDKT yang Gagal
16 Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17 Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18 Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21 Bab 21 Kecelakaan
22 Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23 Bab 23 Takdir Kita
24 Bab 24 Kesempatan
25 Bab 25 Arti Persahabatan
26 Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27 Bab 27 Rindu Papa
28 Bab 28 Tentang Arya
29 Bab 29 Aku Membencimu
30 Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31 Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32 Bab 32 Devano vs Bianca
33 Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34 Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35 Bab 35 Selamat Jalan
36 Bab 36 Selamat Tinggal
37 Bab 37 Seorang Van yang Lain
38 Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39 Bab 39 Menginap
40 Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41 Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42 Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43 Bab 43 Ketemuan di Mal
44 Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45 Bab 45 Persiapan Magang
46 Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47 Bab 47 Jalan Baeng Diana
48 Bab 48 Rahasia Devano
49 Bab 49 Mengungkapkan
50 Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51 Bab 51 Obrolan Empat Pria
52 Bab 52 Makan Malam
53 Bab 53 Drama Pagi Hari
54 Bab 54 Sang Pewaris
55 Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56 Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57 Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58 Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59 Bab 59 Kunjungan Sahabat
60 Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61 Bab 61 Bukan Prank ?
62 Bab 62 Ke Kantor Arya
63 Bab 63 Melepasmu
64 Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65 Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66 Bab 66 Pamitan
67 Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68 Bab 68 Permintaan Desta
69 Bab 69 Permintaan yang Sulit
70 Bab 70 Pertemuan di Mal
71 Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72 Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73 Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74 Bab 74 Tidak Rela
75 Bab 75 Gagal Fokus
76 Bab 76 Macan Ompong
77 Bab 77 Obrolan Sore
78 Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79 Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80 Bab 80 Para Mantan Penggemar
81 Bab 81 Curahan Hati Devano
82 Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83 Bab 83 Cemburunya Devano
84 Bab 84 Jangan Buat Baper
85 Bab 85 Beri Aku Waktu
86 Bab 86 Mendadak Pulang
87 Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88 Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89 Bab 89 Nasehat Para Mama
90 Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91 Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92 Bab 92 Maunya Calon Suami
93 Bab 93 Para Sahabat
94 Bab 94 Undangan Lamaran
95 Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96 Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97 Bab 97 Tiga Bulan
98 Bab 98 Semakin Mencintaimu
99 Bab 99 POV Devano
100 Bab 100 Hari Bahagia
101 Ucapan Terima Kasih
102 Promo Novel Baru
103 Promo Novel Baru
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Surat Cinta
2
Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3
Bab 3 Devano vs Arya
4
Bab 4 Kecurigaan Della
5
Bab 5 Ketemu Si Centil
6
Bab 6 Buang atau Kenang
7
Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8
Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9
Bab 9 Curahan Hati Bianca
10
Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11
Bab 11 Ketemu Camer ?
12
Bab 12 Makan Siang
13
Bab 13 Terima Raport
14
Bab 14 Jangan Coba-Coba
15
Bab 15 PDKT yang Gagal
16
Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17
Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18
Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21
Bab 21 Kecelakaan
22
Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23
Bab 23 Takdir Kita
24
Bab 24 Kesempatan
25
Bab 25 Arti Persahabatan
26
Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27
Bab 27 Rindu Papa
28
Bab 28 Tentang Arya
29
Bab 29 Aku Membencimu
30
Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31
Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32
Bab 32 Devano vs Bianca
33
Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34
Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35
Bab 35 Selamat Jalan
36
Bab 36 Selamat Tinggal
37
Bab 37 Seorang Van yang Lain
38
Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39
Bab 39 Menginap
40
Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41
Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42
Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43
Bab 43 Ketemuan di Mal
44
Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45
Bab 45 Persiapan Magang
46
Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47
Bab 47 Jalan Baeng Diana
48
Bab 48 Rahasia Devano
49
Bab 49 Mengungkapkan
50
Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51
Bab 51 Obrolan Empat Pria
52
Bab 52 Makan Malam
53
Bab 53 Drama Pagi Hari
54
Bab 54 Sang Pewaris
55
Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56
Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57
Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58
Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59
Bab 59 Kunjungan Sahabat
60
Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61
Bab 61 Bukan Prank ?
62
Bab 62 Ke Kantor Arya
63
Bab 63 Melepasmu
64
Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65
Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66
Bab 66 Pamitan
67
Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68
Bab 68 Permintaan Desta
69
Bab 69 Permintaan yang Sulit
70
Bab 70 Pertemuan di Mal
71
Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72
Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73
Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74
Bab 74 Tidak Rela
75
Bab 75 Gagal Fokus
76
Bab 76 Macan Ompong
77
Bab 77 Obrolan Sore
78
Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79
Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80
Bab 80 Para Mantan Penggemar
81
Bab 81 Curahan Hati Devano
82
Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83
Bab 83 Cemburunya Devano
84
Bab 84 Jangan Buat Baper
85
Bab 85 Beri Aku Waktu
86
Bab 86 Mendadak Pulang
87
Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88
Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89
Bab 89 Nasehat Para Mama
90
Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91
Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92
Bab 92 Maunya Calon Suami
93
Bab 93 Para Sahabat
94
Bab 94 Undangan Lamaran
95
Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96
Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97
Bab 97 Tiga Bulan
98
Bab 98 Semakin Mencintaimu
99
Bab 99 POV Devano
100
Bab 100 Hari Bahagia
101
Ucapan Terima Kasih
102
Promo Novel Baru
103
Promo Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!