Bukan Mantan Pacar
Namanya lengkapnya Devano Putra Wijaya, anak kelas 11 IPA-1 yang merupakan salah satu cowok idola di SMA Dharma Bangsa. Bukan seorang ketos tapi cukup populer dan memiliki banyak fans mulai dari siswi kelas 10 sampai kelas 12 pun ada. Jago di pelajaran dan olahraga basket tapi belum pernah pacaran dan tidak terlalu tertarik menanggapi para fans nya yang terang-terangan menyatakan rasa suka dan bersedia jadi pacarnya. Meski teman-teman satu gank nya yang terdiri dari Joshua, Leo, Arya dan Ernest membujuk Devan untuk mencoba pacaran dengan salah satu fans nya, Devan tidak tertarik sedikitpun. Bahkan sosok Emilia, cewek idola di SMA Dharma Bangsa dan merupakan salah satu fans berat Devan, tidak membuat Devan tertarik untuk mencoba yang namanya pacaran.
Bianca Aprilia, siswi kelas 11 IPS-3 adalah salah satu pengagum Devan sejak kelas 8. Bianca memang selalu satu sekolah dengan Devan sejak SMP lalu lanjut ke SMA. Menyadari keadaan dirinya yang berbeda jauh dengan Devan, Bianca hanya bisa mengagumi Devan diam-diam dan mencuri-curi kesempatan dari kejauhan. Dari segi fisik, ekonomi dan kepintaran, Bianca menyadari bahwa dirinya bagaikan bumi dan langit jika dibandingkan dengan Devan.
Namun entah keberanian darimana, saat selesai menjalankan PAS semester 2 di kelas 11, Bianca nekad menemui Devan untuk mengungkapkan perasaannya.
“Devan,” Bianca memanggil cowok itu dari pintu kelas 11 IPA-1. Posisi Devan saat itu sedang duduk berbincang dengan keempat sahabatnya di tengah jam pelajaran kosong.
Devan langsung menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya.
“Cie cie Devan… nambah catatan penggemar lagi nih,” goda Joshua, si cowok paling lebay dan berisik di antara mereka berlima.
Devan masih duduk di bangku dan hanya menautkan alisnya seolah bertanya ada maksud apa Bianca memanggilnya.
“Kamu dipanggil Pak Herman ke kantor guru,” lanjut Bianca sedikit gugup. Kedua jemarinya saling meremas karena perasaan yang tidak karuan. Mendapat godaan dari Joshua, reflek mulutnya mengucapkan kebohongan.
Devan beranjak bangun dari bangkunya dan mulai melangkah keluar.
“Perlu ditemenin nggak Van ?” celetuk Ernest.
“Siapa tahu galfok sama cewek manis jadi lupa arah kantor guru,” timpal Leo yang ditanggapi dengan tawa Joshua, Ernest dan Leo sendiri. Arya yang juga ada di situ memilih diam dan matanya fokus menatap sosok Bianca yang menarik perhatiannya sejak kelas 10.
Devano yang digoda teman-temannya bersikap cuek dan keluar pintu melewati Bianca yang masih berdiri dengam perasaan campur aduk. Kedua tangannya dimasukkan ke saku dan melangkah ke arah kantor guru tanpa bicara apapun dengan Bianca.
“Devan,” panggil Bianca lagi. Devano reflek menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Bianca.
“Pak Herman di kantor guru kan ?” tanyanya dengan suara dingin. Tanpa menunggu jawaban Bianca, Devan berbalik dan ingin melanjutkan langkahnya.
“Bukan,” Bianca mengencangkan suaranya untuk menghentikan langkah Devan. “Di halaman belakang dekat gudang,” lanjutnya sambil melangkah mendekati Devan yang kembali berhenti saat mendengar kata bukan dari milut Bianca.
“Mau ngapain ketemu di dekat gudang ?” Devan mengerutkan alisnya sambil menatap Bianca yang sudah berdiri berhadapan. Bianca menatap sekilas sambil mengangkat bahunya lalu menundukkan kepalanya lagi.
Meski agak sedikit bingung dengan informssi yang disampaikan Bianca, Devan tetap melanjutkan langkahnya turun ke lantai dasar menuju halaman belakang sekolah tempat gudang berada. Bianca sedikit berlari kecil mengikuti langkah Devan yang lumayan cepat dan lebar.
Sampai di depan gudang, Devan celingak celinguk mencari sosok Pak Herman, guru olahraga sekaligus pembina tim basket yang diketuai oleh Devan.
“Mana Pak Hermannya ?” Devan menatap tajam ke arah Bianca yang agak tersengal karena mengikuti langkah Devan.
“Maaf,” cicit Bianca sambil menunduk. “Maaf aku berbohong,” Bianca menarik nafas panjang sambil mengatur perasaan deg deg kan.
”Sebetulnya aku yang mau ngomong sama kamu, tapi kalo aku bilang terus terang kamu pasti nggak mau,” laniut Bianca lagi. Dan dengan sedikit nekad, Bianca mengangkat kepalanya menatap Devan yang terlihat sangat kesal. Tatapannya terlihat tajam dan aura kemarahan terlihat di pancaran wajahnya.
Tanpa menanggapi perkataan Bianca, laki-laki itumendengus kesal dan berbalik hendak meninggalkan Bianca, namun reflek tangan Bianca memcekal tangan Devan.
“3 menit… Tolong kasih aku waktu 3 menit saja untuk saat ini,” Bianca melepaskan cekalannya dan menangkup kedua tangan di depan wajahnya seperti orang memohon.
Devan mendengus kesal namun melihat wajah Bianca akhirnya dia berbalik berhadapan dengan Bianca.
“3 menit dan tidak boleh lebih,” jawab Devan sambil menyetel stopwatch pada jam tangannya.
Bianca kembali menatik nafas panjang. Antara rasa lega karena Devan mau memberinya kesempatan dan rasa deg deg kan yang terus bergejolak di dalam hatinya. Bianca buru-buru mengeluarkan sebuah amplop dari saku roknya dan mengulurkannya ke Devano.
“Apa ini ?” Devano memandang sekilas amplop putih di tangan Bianca sambil mengerutkan alisnya. Tanpa Bianca menjawab pun, Devano sudah tahu isinya, Bukan pertama kali seorang siswi memberinya amplop yang isinya tidak lain adalah surat cinta.
“Tolong diterima meskipun kamu nggak ada niat membacanya,” Bianca menyorongkan amplop putih itu semakin dekat dengan tangan Devan.
“Kamu boleh mengganggap gombal dan tertawa setelah membacanya. Tapi aku mohon hanya satu, aku mohon,” Bianca menjeda kalimatnya untuk mengambil nafas panjang.
“Jangan dibaca bersama-sama dengan orang lain termasuk para sahabatmu dan jangan biarkan juga orang lain membacakannya untukmu,” Bianca menangkup kembali kedua tangannya sebagai permohonan.
Devan menatap sekilas mata Bianca lalu beralih ke amplop yang masih dipegang gadis itu.
“Itu 2 permohonan bukan satu,” jawab Devan ketus.
Dengan gerakan cepat Devano menarik amplop putih dari tangan Bianca, melipatnya dan memasukkannya ke kantong celana panjangnya. Tanpa ada kata-kata lainnya, Devano berbalik dan meninggalkan Bianca yang masih berdiri kaku. Antara senang karena Devano menerima amplop yang berisi surat curahan hatinya dan sedikit cemas apakah Devano akan membacanya atau langsung melemparnya ke tempat sampah.
Dengan perasaan yang campur aduk, Bianca kembali ke kelasnya yang terletak di lantai 2. Langkahnya terlihat gontai karena lebih besar rasa cemas ketimbang bahagianya, hingga tanpa sadar, dia sudah sampai di depan kelas 11 IPS-3. Suara gaduh terdengar sepanjang kelas karena jam pelajaran setelah PAS lebih santai dan banyak jam kosong.
“Bibi Bian,” suara cempreng Mia menyambutnya saat langkahnya pas di depan pintu masuk kelas.
“Berisik !” Della menoyor jidat Mia yang suaranya langsung menggema di dalam kelas.
“Diihhh sewot aja,” Mia cemberut sambil mengusap jidatnya.
Bianca diam aja dengan tertunduk lesu. Dia menghempaskan bokongnya di bangku sebelah Della yang kosong sementara Mia duduk di atas meja. Badannya terasa lemas setelah melalui perasaan yang campur aduk dan udara yang cukup panas pagi itu.
“Darimana sih Bibi,” Mia menoel pipi Bianca yang wajahnya masih tertunduk. “Kok lemes begitu ? Habis ngapain ?” lanjutnya.
Bianca mengambil sebuah buku tulis dari dalam tasnya untuk dibuat kipas. Dia menarik nafas panjang sebelum menjawab Mia.
“Habis dari halaman belakang,” ditariknya 2 lembar tissue milk Della yang ada di atas meja. “Cari inspirasi,” lanjutnya menanggapi reaksi Mia yang menautkan kedua alisnya.
“Diihhh gayanya,” Mia menepuk pelan kepala Bianca dengan buku yang dipegangnya buat kipas. Bianca reflek menoleh dan melotot ke Mia, tapi temannya yang bersuara cempreng itu hanya tertawa.
“Kantin yuukk,” Della beranjak bangun dari bangkunya.
“Yuukk deehh… Bosen juga nih pelajaran kosong nggak tau sampai jam berapa,” Mia juga ikutan bangun dari duduknya.
“Males aahh,” Bianca masih duduk di bangkunya sambil mengipaskan wajahnya dengan buku.
“Ayolah..” Mia menarik tangan Bianca sampai gadis itu terbangun. “Cari yang seger-seger daripada bete kepanasan di kelas… Yukkk ah.”
Akhirnya Bianca ikut juga dengan kedua temannya, Mia masih menggandeng tangannya.
“Jangan gandengan, nanti disangka nyimpang lo,” Della melepaskan tangan Mia dan Bianca.
“Dih sembarangan ya,” Mia melotot ke Della.
“Eh nenek, kalo g aman karena dah tahu elo berdua… Nah yang lain kan tao sendiri, apalagi noh yang di depan,” Della menunjuk sekumpulan siswi yang berjalan tidak jauh dari mereka.
Mia menoleh mengikuti arah tangan Della lalu reflek mencebik.
“Duuhh grup kecentilan lagi,” umpatnya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ira
keren
2024-10-31
1
Salsah Uci
aku tu suka bngtt sma novel ini ceritanya baguss bnggtt
2023-12-19
1
Navika
Ceritanya bagus kakak. Btw Devano ketus banget ya. oh iya mampir juga di novelku ya Kak
2023-06-28
1