Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2

“Jadi mau kamu gimana Bianca ?” Pak Adam guru seni budaya itu balik bertanya kepada Bianca yang sedang menghadapnya. Hasil tugas akhir Bianca yang bentuknya sudah tidak karuan ada di atas meja Pak Adam.

“Boleh saya diberi waktu untuk membuat ulang Pak ?” tanya Bianca takut-takut.

Pak Adam guru seni budaya adalah guru yang cukup ramah namun terkenal tegas dan tidak pernah toleransi kepada murid yang lalai mengerjakan tugas.

Pak Adam meraih kertas gambar milik Bianca dan menelisiknya dengan seksama.

“Besok kamu bisa kumpulkan penggantinya ?” Pak Adam menatap Bianca yang berdiri dengan wajah tertunduk di depan mejanya.

“Maaf kalau lusa bagaimana Pak ? Sebelumnya saya butuh waktu 4 hari untuk menyelesaikannya, kalau besok saya tidak yakin bisa selesai dengan baik.”

“Kamu yakin pekerjaan 4 hari bisa kamu selesaikan dalam waktu 2 hari ?” Pak Adam menatap mata Bianca untuk memastikan siswa yang berdiri di depannya.

“Yakin Pak !” Bianca menggangguk mantap sambil membalas tatapan Pak Adam.

“Berhubung kamu siswa yang tidak pernah lalai dalam pelajaran saya selama sekolah, saya kasih dispensasi dan waktu 2 hari untuk mengumpulkan gambar yang baru.”

Wajah Bianca yang tadi sempat terlihat sangat tegang berubah sedikit lebih cerah.

“Terima kasih Pak ! Terima kasih,” Bianca sampai membungkukkan badannya

Ada perasaan lega menyelimuti hati Bianca saat keluar dari ruang guru. Dia bergegas berjalan meninggalkan sekolah untuk pulang ke rumah mulai mengerjakan tugas perbaikan. Sambil berjalan, Bianca mengetik pesan untuk kedua temannya mengabarkan kalau hari ini dia tidak menunggu mereka selesai ujian praktek seperti biasanya. Dari kejauhan, Nindi dan teman-temannya menatapnya dengan perasaan mengejek dan sedikit kesal karena melihat ekspresi Bianca yang malah terlihat senang meskipun tugasnya telah mereka rusak.

Pagi kembali datang. Bianca lembur mengerjakan tugas perbaikannya sampai jam 2 pagi. Hampir 60% tugasnya sudah terselesaikan, dia yakin hari ini bisa tuntas dan besok siap dikumpulkan.

Bianca yang terlihat letih menyusuri jalan ke kelasnya dengan tergesa-gesa. Waktu menunjukkan pukul 06.45, dia hanya punya waktu 5 menit untuk sampai ke kelas untuk absensi, doa bersama dan bertemu walikelas sebelum melanjutkan ujian praktek hari ini. Dia bangun kesiangan dan hanya sempat sarapan segelas susu.

“Semoga kuat !” Batinnya memberi semangat untuk dirinya sendiri yang akan mengikuti ujian praktek olahraga hari ini.

Dengan nafas tersengal karena berlari dari gerbang sekolah akhirnya Bianca sampai di kelas pas jam 06.50. Ibu Yuli yang kembali menjadi walikelasnya belum sampai di kelas.

“Tumben sayang kamu telat,” goda Bima yang berpapasan di pintu kelas.

“Sayang pala lo !” Bianca melotot dengan napas tersengal.

“Bibi Bian !” Lengkingan suara Mia menyambutnya begitu sampai di depan tempat duduk.

“Berisik oneng !” Della menoyor jidat Mia yang langsung membuat gadis itu melotot ke arah Dea dan merapikan poni nya yang sedikit berantakan.

“Tumben elo telat,” tutur Della santai.

“Habis lembur gue,” Bianca mengeluarkan botol air minum dari dalam tasnya.

“Drakor baru apa Bibi ?” Mia dengan gaya centilnya terus bertanya.

Belum sempat menjawab, Ibu Yuli sudah masuk kelas. Kegiatan awal dimulai. Setelah selesai semua murid menuju lapangan olahraga. Hari ini sekelas dibagi dalam 2 kegiatan ujian praktek olahraga. Senam lantai dan basket. Bianca yang sudah menormalkan kembali nafasnya berjalan dengan Mia dan Della menuju lapangan. Pagi ini mereka bertiga kebagian praktek basket dulu.

“Oh no !” Mia dengan gaya drama queen menutup mulutnya begitu sampai di ujung lapangan. “Nenek lampir dan genk nya bisa barengan lagi sama kita.”

Bianca dan Della reflek menoleh ke arah pandangan Mia dan mendapati Nindi beserta grup perusuhnya sedang ada di sisi lapangan voly bersiap-siap melakukan senam lantai.

45 menit berlalu. Ketiga sahabat itu sudah melewati ujian praktek basket. Tinggal 3 anak dari kelas mereka yang tersisa untuk menyelesaikan ujian. Ketiganya menepi di sisi lapangan basket dan meneguk minuman yang dibawa. Ada 15 menit waktu jeda sebelum berpindah ke lapangan voly tempat ujian senam lantai diadakan. Ketiganya duduk sejenak di tepi lapangan.

“Dih giliran kelasnya nenek lampir.” Mia mencebik.

“Elo kenapa sih Mi ?” ketus Della. “Biarin aja kagak usah diliatin jadi nggak bikin kesel hati.”

“Habis dari tadi mereka juga liatin kita,” jawab Mia dengan pandangan masih melihat Nindi yang sudah ada di lapangan basket terlihat sedang menatap tajam ke mereka.

“Bi,” Della menyenggol bahu Bianca. “Kelasnya Devano ujian praktek juga hari ini.” Della menunjuk rombongan Devano, Arya, Leo, Joshua dan Ernest.

Kelimanya langsung membuat beberapa siswi menoleh dan salah tingkah sendiri seolah mencari perhatian. Apalagi Nindi dan kawan-kawannya yang langsung bergaya tidak karuan.

“Yuk ah kita siap-siap selanjutnya,” Bianca berdiri dan menepuk celana olahraganya membersihkan kotoran pasir yang menempel. Dia sendiri ingin menghindar dari Devano dan Arya yang sedang berjalan menuju lapangan basket.

“Bi,” Della menahan lengan Bianca. “Elo yakin kuat lanjutin ujian ? Muka elo kok pucet banget.”

“Iya Bi,” Mia mengangguk setuju.

Bianca hanya menggeleng, tersenyum dan mengeluarkan saputangan handuknya lalu mengelap wajahnya yang masih berkeringat.

“Aman,” Bianca mengangkat jempolnya dan berbalik hendak melanjutkan langkah. Tapi belum sempat kakinya bergerak melangkah, tiba-tiba…

Buugghhh

Sebuah bola basket menghantam pipi sebelah kiri Bianca dengan keras membuat gadis itu terhuyung jatuh dengan posisi berlutut. Della dan Mia yang melihat kejadian itu reflek berteriak.

“Bianca !”

“Ups sorry nggak sengaja,” bisik Nindi yang melempar bola itu hanya menutup mulutnya pura-pura terkejut namun dengan wajah penuh kepuasan.

“Heh dasar ya ratu ular !” Della yang memang paling emosian langsung menatap Nindi yang berdiri tidak jauh dari mereka sambil menunjuk-nunjuk.

“Kan nggak sengaja,” Nindi dengan memasang tampang polosnya menjawab Della dengan santai.

Della yang sudah emosi hendak menghampiri Nindi tetapi dicegah oleh Bianca.

“Nggak usah Del,” cicit Bianca. Kepalanya terasa pusing.

“Bianca ! Hidung elo berdarah !” Pekik Mia.

Bianca yang dalam posisi menduduk langsung mengusap hidungnya dan mendapati darah di ujung jarinya. Della buru-buru mengambil saputangan handuk Bianca yang terjatuh. Setelah membersihkan sedikit langsung melipatmya dan menempelkan pada hidung Bianca.

Kejadian itu sempat menghentikan kegiatan ujian praktek basket yang berlangsung. Pak Arman pun langsung berjalan menghampiri begitu mendengar teriakan Mia.

“Kamu ke UKS dulu,” perintah Pak Arman. “Della, Mia bawa teman kamu dulu, nanti saya info ke Pak Edi kalau kalian susulan ujian senam lantainya.”

Della dan Mia mengangguk dan keduanya membantu Bianca bangun masing-masing di kedua sisi.

“Gue bisa jalan sendiri, nggak usah dipegangin.” Bianca melepaskan tangan Della dan Mia yang memegang lengannya karena membuar Bianca sulit memegang saputangan menutupi hidungnya.

“Minum dulu Bi,” Mia menyodorkan botol minuman Bianca yang langsung diterima Bianca.

Saat mereka berbalik menuju UKS, Devano dan keempar temannya sudah berdiri di tepi lapangan basket memperhatikan kejadian yang baru saja berlangsung. Ketiganya harus melewati Devano dan teman-temannya berdiri.

Bianca yang berusaha berjalan biasa masih merasakan pusing di kepalanya, ditambah lagi rasa mual mengaduk perutnya. Persis saat di depan Devano, Bianca tidak sanggup lagi menahan rasa mualnya hingga dia muntah dan mengenai baju seragam Devano.

“Bi !” Mia terpekik melihat Bianca yang muntah.

“Sorry,” Bianca menatap Devano dengan pandangan memohon. “Bener-bener sorry nggak sengaja.”

Devano masih berdiri dengan dingin, malah tatapannya terlihat marah dan merasa jijik. Arya yang berdiri tepat di sebelahnya hanya diam tak melakukan apa-apa, sementara Joshua dan Leo yang berdiri di belakang Devano sempat tepekik kaget.

“Jorok !” Ketus Devano. Dia mengeluarkan saputangan dari saku celananya.

“Sorry,” Bianca berkata lagi dan reflek menggunakan saputangan handuknya untuk melap bekas muntahannya.

“Stop !” Devano menepis tangan Bianca dengan kasar hingga saputangan yang dipegangnya jatuh ke tanah.

“Devano !” Kali ini Della yang berteriak. “Bisa nggak jangan sekasae itu!” Della maju mendekati Devano sementara saputangan Bianca sudah diambilkan Mia.

“Sudah Del,” Bianca memegang tangan Della.

“Sorry sekali lagi,” Bianca menatap Devano yang balik memandangnya dengan tatapan tajam.

Bianca berusaha menegakkan badannya kembali dan hendak melanjutkan langkah ke UKS. Tetesan darah masih sedikit keluar dari hidungnya. Saat hendak melewati Devano, tiba-tiba Bianca sudah tidak bisa lagi menguasai tubuhnya dan jatuh pingsan. Devano reflek menangkap tubuh Bianca yang lemas terkulai.

“Bianca !” Mia, Della dan Joshua berteriak bareng.

“Devano, cepat bawa Bianca ke UKS !” Pak Arman yang melihat kejadian itu langsung menyuruh Devano.

“Tapi Pak…” Devano berusaha menolak. Tubuh Bianca masih dalam pelukannya.

“Cepat bawa !” Perintah Pak Arman.

“Gue yang bawa aja Van,” Arya mengulurkan tangannya hendak mengambil alih tubuh Bianca. Devano menatap Arya balik tapi kemudian menggeleng. Devano mengangkat tubuh Bianca dalam gendongannya dan membawanya ke UKS.

Della dan Mia mengikuti Devano, sementara keempat teman Devano tetap di lapangan untuk mengikuti ujian praktek.

Terpopuler

Comments

Johanah Tata

Johanah Tata

Bianca itu bodoh atau apa ya... ini cerita apa ya lama² diikuti kok gak banget hiiiiiiiii m........

2023-06-23

1

Chika Ika

Chika Ika

TIM DEVANOOOOO

2023-03-27

1

ga perlu tahu

ga perlu tahu

argh tiba tiba baper bagian sini😩

2023-03-20

3

lihat semua
Episodes
1 Surat Cinta
2 Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3 Bab 3 Devano vs Arya
4 Bab 4 Kecurigaan Della
5 Bab 5 Ketemu Si Centil
6 Bab 6 Buang atau Kenang
7 Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8 Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9 Bab 9 Curahan Hati Bianca
10 Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11 Bab 11 Ketemu Camer ?
12 Bab 12 Makan Siang
13 Bab 13 Terima Raport
14 Bab 14 Jangan Coba-Coba
15 Bab 15 PDKT yang Gagal
16 Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17 Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18 Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21 Bab 21 Kecelakaan
22 Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23 Bab 23 Takdir Kita
24 Bab 24 Kesempatan
25 Bab 25 Arti Persahabatan
26 Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27 Bab 27 Rindu Papa
28 Bab 28 Tentang Arya
29 Bab 29 Aku Membencimu
30 Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31 Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32 Bab 32 Devano vs Bianca
33 Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34 Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35 Bab 35 Selamat Jalan
36 Bab 36 Selamat Tinggal
37 Bab 37 Seorang Van yang Lain
38 Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39 Bab 39 Menginap
40 Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41 Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42 Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43 Bab 43 Ketemuan di Mal
44 Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45 Bab 45 Persiapan Magang
46 Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47 Bab 47 Jalan Baeng Diana
48 Bab 48 Rahasia Devano
49 Bab 49 Mengungkapkan
50 Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51 Bab 51 Obrolan Empat Pria
52 Bab 52 Makan Malam
53 Bab 53 Drama Pagi Hari
54 Bab 54 Sang Pewaris
55 Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56 Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57 Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58 Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59 Bab 59 Kunjungan Sahabat
60 Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61 Bab 61 Bukan Prank ?
62 Bab 62 Ke Kantor Arya
63 Bab 63 Melepasmu
64 Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65 Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66 Bab 66 Pamitan
67 Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68 Bab 68 Permintaan Desta
69 Bab 69 Permintaan yang Sulit
70 Bab 70 Pertemuan di Mal
71 Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72 Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73 Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74 Bab 74 Tidak Rela
75 Bab 75 Gagal Fokus
76 Bab 76 Macan Ompong
77 Bab 77 Obrolan Sore
78 Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79 Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80 Bab 80 Para Mantan Penggemar
81 Bab 81 Curahan Hati Devano
82 Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83 Bab 83 Cemburunya Devano
84 Bab 84 Jangan Buat Baper
85 Bab 85 Beri Aku Waktu
86 Bab 86 Mendadak Pulang
87 Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88 Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89 Bab 89 Nasehat Para Mama
90 Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91 Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92 Bab 92 Maunya Calon Suami
93 Bab 93 Para Sahabat
94 Bab 94 Undangan Lamaran
95 Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96 Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97 Bab 97 Tiga Bulan
98 Bab 98 Semakin Mencintaimu
99 Bab 99 POV Devano
100 Bab 100 Hari Bahagia
101 Ucapan Terima Kasih
102 Promo Novel Baru
103 Promo Novel Baru
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Surat Cinta
2
Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3
Bab 3 Devano vs Arya
4
Bab 4 Kecurigaan Della
5
Bab 5 Ketemu Si Centil
6
Bab 6 Buang atau Kenang
7
Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8
Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9
Bab 9 Curahan Hati Bianca
10
Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11
Bab 11 Ketemu Camer ?
12
Bab 12 Makan Siang
13
Bab 13 Terima Raport
14
Bab 14 Jangan Coba-Coba
15
Bab 15 PDKT yang Gagal
16
Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17
Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18
Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21
Bab 21 Kecelakaan
22
Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23
Bab 23 Takdir Kita
24
Bab 24 Kesempatan
25
Bab 25 Arti Persahabatan
26
Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27
Bab 27 Rindu Papa
28
Bab 28 Tentang Arya
29
Bab 29 Aku Membencimu
30
Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31
Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32
Bab 32 Devano vs Bianca
33
Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34
Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35
Bab 35 Selamat Jalan
36
Bab 36 Selamat Tinggal
37
Bab 37 Seorang Van yang Lain
38
Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39
Bab 39 Menginap
40
Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41
Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42
Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43
Bab 43 Ketemuan di Mal
44
Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45
Bab 45 Persiapan Magang
46
Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47
Bab 47 Jalan Baeng Diana
48
Bab 48 Rahasia Devano
49
Bab 49 Mengungkapkan
50
Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51
Bab 51 Obrolan Empat Pria
52
Bab 52 Makan Malam
53
Bab 53 Drama Pagi Hari
54
Bab 54 Sang Pewaris
55
Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56
Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57
Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58
Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59
Bab 59 Kunjungan Sahabat
60
Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61
Bab 61 Bukan Prank ?
62
Bab 62 Ke Kantor Arya
63
Bab 63 Melepasmu
64
Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65
Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66
Bab 66 Pamitan
67
Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68
Bab 68 Permintaan Desta
69
Bab 69 Permintaan yang Sulit
70
Bab 70 Pertemuan di Mal
71
Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72
Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73
Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74
Bab 74 Tidak Rela
75
Bab 75 Gagal Fokus
76
Bab 76 Macan Ompong
77
Bab 77 Obrolan Sore
78
Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79
Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80
Bab 80 Para Mantan Penggemar
81
Bab 81 Curahan Hati Devano
82
Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83
Bab 83 Cemburunya Devano
84
Bab 84 Jangan Buat Baper
85
Bab 85 Beri Aku Waktu
86
Bab 86 Mendadak Pulang
87
Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88
Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89
Bab 89 Nasehat Para Mama
90
Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91
Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92
Bab 92 Maunya Calon Suami
93
Bab 93 Para Sahabat
94
Bab 94 Undangan Lamaran
95
Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96
Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97
Bab 97 Tiga Bulan
98
Bab 98 Semakin Mencintaimu
99
Bab 99 POV Devano
100
Bab 100 Hari Bahagia
101
Ucapan Terima Kasih
102
Promo Novel Baru
103
Promo Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!