“Jadi mau kamu gimana Bianca ?” Pak Adam guru seni budaya itu balik bertanya kepada Bianca yang sedang menghadapnya. Hasil tugas akhir Bianca yang bentuknya sudah tidak karuan ada di atas meja Pak Adam.
“Boleh saya diberi waktu untuk membuat ulang Pak ?” tanya Bianca takut-takut.
Pak Adam guru seni budaya adalah guru yang cukup ramah namun terkenal tegas dan tidak pernah toleransi kepada murid yang lalai mengerjakan tugas.
Pak Adam meraih kertas gambar milik Bianca dan menelisiknya dengan seksama.
“Besok kamu bisa kumpulkan penggantinya ?” Pak Adam menatap Bianca yang berdiri dengan wajah tertunduk di depan mejanya.
“Maaf kalau lusa bagaimana Pak ? Sebelumnya saya butuh waktu 4 hari untuk menyelesaikannya, kalau besok saya tidak yakin bisa selesai dengan baik.”
“Kamu yakin pekerjaan 4 hari bisa kamu selesaikan dalam waktu 2 hari ?” Pak Adam menatap mata Bianca untuk memastikan siswa yang berdiri di depannya.
“Yakin Pak !” Bianca menggangguk mantap sambil membalas tatapan Pak Adam.
“Berhubung kamu siswa yang tidak pernah lalai dalam pelajaran saya selama sekolah, saya kasih dispensasi dan waktu 2 hari untuk mengumpulkan gambar yang baru.”
Wajah Bianca yang tadi sempat terlihat sangat tegang berubah sedikit lebih cerah.
“Terima kasih Pak ! Terima kasih,” Bianca sampai membungkukkan badannya
Ada perasaan lega menyelimuti hati Bianca saat keluar dari ruang guru. Dia bergegas berjalan meninggalkan sekolah untuk pulang ke rumah mulai mengerjakan tugas perbaikan. Sambil berjalan, Bianca mengetik pesan untuk kedua temannya mengabarkan kalau hari ini dia tidak menunggu mereka selesai ujian praktek seperti biasanya. Dari kejauhan, Nindi dan teman-temannya menatapnya dengan perasaan mengejek dan sedikit kesal karena melihat ekspresi Bianca yang malah terlihat senang meskipun tugasnya telah mereka rusak.
Pagi kembali datang. Bianca lembur mengerjakan tugas perbaikannya sampai jam 2 pagi. Hampir 60% tugasnya sudah terselesaikan, dia yakin hari ini bisa tuntas dan besok siap dikumpulkan.
Bianca yang terlihat letih menyusuri jalan ke kelasnya dengan tergesa-gesa. Waktu menunjukkan pukul 06.45, dia hanya punya waktu 5 menit untuk sampai ke kelas untuk absensi, doa bersama dan bertemu walikelas sebelum melanjutkan ujian praktek hari ini. Dia bangun kesiangan dan hanya sempat sarapan segelas susu.
“Semoga kuat !” Batinnya memberi semangat untuk dirinya sendiri yang akan mengikuti ujian praktek olahraga hari ini.
Dengan nafas tersengal karena berlari dari gerbang sekolah akhirnya Bianca sampai di kelas pas jam 06.50. Ibu Yuli yang kembali menjadi walikelasnya belum sampai di kelas.
“Tumben sayang kamu telat,” goda Bima yang berpapasan di pintu kelas.
“Sayang pala lo !” Bianca melotot dengan napas tersengal.
“Bibi Bian !” Lengkingan suara Mia menyambutnya begitu sampai di depan tempat duduk.
“Berisik oneng !” Della menoyor jidat Mia yang langsung membuat gadis itu melotot ke arah Dea dan merapikan poni nya yang sedikit berantakan.
“Tumben elo telat,” tutur Della santai.
“Habis lembur gue,” Bianca mengeluarkan botol air minum dari dalam tasnya.
“Drakor baru apa Bibi ?” Mia dengan gaya centilnya terus bertanya.
Belum sempat menjawab, Ibu Yuli sudah masuk kelas. Kegiatan awal dimulai. Setelah selesai semua murid menuju lapangan olahraga. Hari ini sekelas dibagi dalam 2 kegiatan ujian praktek olahraga. Senam lantai dan basket. Bianca yang sudah menormalkan kembali nafasnya berjalan dengan Mia dan Della menuju lapangan. Pagi ini mereka bertiga kebagian praktek basket dulu.
“Oh no !” Mia dengan gaya drama queen menutup mulutnya begitu sampai di ujung lapangan. “Nenek lampir dan genk nya bisa barengan lagi sama kita.”
Bianca dan Della reflek menoleh ke arah pandangan Mia dan mendapati Nindi beserta grup perusuhnya sedang ada di sisi lapangan voly bersiap-siap melakukan senam lantai.
45 menit berlalu. Ketiga sahabat itu sudah melewati ujian praktek basket. Tinggal 3 anak dari kelas mereka yang tersisa untuk menyelesaikan ujian. Ketiganya menepi di sisi lapangan basket dan meneguk minuman yang dibawa. Ada 15 menit waktu jeda sebelum berpindah ke lapangan voly tempat ujian senam lantai diadakan. Ketiganya duduk sejenak di tepi lapangan.
“Dih giliran kelasnya nenek lampir.” Mia mencebik.
“Elo kenapa sih Mi ?” ketus Della. “Biarin aja kagak usah diliatin jadi nggak bikin kesel hati.”
“Habis dari tadi mereka juga liatin kita,” jawab Mia dengan pandangan masih melihat Nindi yang sudah ada di lapangan basket terlihat sedang menatap tajam ke mereka.
“Bi,” Della menyenggol bahu Bianca. “Kelasnya Devano ujian praktek juga hari ini.” Della menunjuk rombongan Devano, Arya, Leo, Joshua dan Ernest.
Kelimanya langsung membuat beberapa siswi menoleh dan salah tingkah sendiri seolah mencari perhatian. Apalagi Nindi dan kawan-kawannya yang langsung bergaya tidak karuan.
“Yuk ah kita siap-siap selanjutnya,” Bianca berdiri dan menepuk celana olahraganya membersihkan kotoran pasir yang menempel. Dia sendiri ingin menghindar dari Devano dan Arya yang sedang berjalan menuju lapangan basket.
“Bi,” Della menahan lengan Bianca. “Elo yakin kuat lanjutin ujian ? Muka elo kok pucet banget.”
“Iya Bi,” Mia mengangguk setuju.
Bianca hanya menggeleng, tersenyum dan mengeluarkan saputangan handuknya lalu mengelap wajahnya yang masih berkeringat.
“Aman,” Bianca mengangkat jempolnya dan berbalik hendak melanjutkan langkah. Tapi belum sempat kakinya bergerak melangkah, tiba-tiba…
Buugghhh
Sebuah bola basket menghantam pipi sebelah kiri Bianca dengan keras membuat gadis itu terhuyung jatuh dengan posisi berlutut. Della dan Mia yang melihat kejadian itu reflek berteriak.
“Bianca !”
“Ups sorry nggak sengaja,” bisik Nindi yang melempar bola itu hanya menutup mulutnya pura-pura terkejut namun dengan wajah penuh kepuasan.
“Heh dasar ya ratu ular !” Della yang memang paling emosian langsung menatap Nindi yang berdiri tidak jauh dari mereka sambil menunjuk-nunjuk.
“Kan nggak sengaja,” Nindi dengan memasang tampang polosnya menjawab Della dengan santai.
Della yang sudah emosi hendak menghampiri Nindi tetapi dicegah oleh Bianca.
“Nggak usah Del,” cicit Bianca. Kepalanya terasa pusing.
“Bianca ! Hidung elo berdarah !” Pekik Mia.
Bianca yang dalam posisi menduduk langsung mengusap hidungnya dan mendapati darah di ujung jarinya. Della buru-buru mengambil saputangan handuk Bianca yang terjatuh. Setelah membersihkan sedikit langsung melipatmya dan menempelkan pada hidung Bianca.
Kejadian itu sempat menghentikan kegiatan ujian praktek basket yang berlangsung. Pak Arman pun langsung berjalan menghampiri begitu mendengar teriakan Mia.
“Kamu ke UKS dulu,” perintah Pak Arman. “Della, Mia bawa teman kamu dulu, nanti saya info ke Pak Edi kalau kalian susulan ujian senam lantainya.”
Della dan Mia mengangguk dan keduanya membantu Bianca bangun masing-masing di kedua sisi.
“Gue bisa jalan sendiri, nggak usah dipegangin.” Bianca melepaskan tangan Della dan Mia yang memegang lengannya karena membuar Bianca sulit memegang saputangan menutupi hidungnya.
“Minum dulu Bi,” Mia menyodorkan botol minuman Bianca yang langsung diterima Bianca.
Saat mereka berbalik menuju UKS, Devano dan keempar temannya sudah berdiri di tepi lapangan basket memperhatikan kejadian yang baru saja berlangsung. Ketiganya harus melewati Devano dan teman-temannya berdiri.
Bianca yang berusaha berjalan biasa masih merasakan pusing di kepalanya, ditambah lagi rasa mual mengaduk perutnya. Persis saat di depan Devano, Bianca tidak sanggup lagi menahan rasa mualnya hingga dia muntah dan mengenai baju seragam Devano.
“Bi !” Mia terpekik melihat Bianca yang muntah.
“Sorry,” Bianca menatap Devano dengan pandangan memohon. “Bener-bener sorry nggak sengaja.”
Devano masih berdiri dengan dingin, malah tatapannya terlihat marah dan merasa jijik. Arya yang berdiri tepat di sebelahnya hanya diam tak melakukan apa-apa, sementara Joshua dan Leo yang berdiri di belakang Devano sempat tepekik kaget.
“Jorok !” Ketus Devano. Dia mengeluarkan saputangan dari saku celananya.
“Sorry,” Bianca berkata lagi dan reflek menggunakan saputangan handuknya untuk melap bekas muntahannya.
“Stop !” Devano menepis tangan Bianca dengan kasar hingga saputangan yang dipegangnya jatuh ke tanah.
“Devano !” Kali ini Della yang berteriak. “Bisa nggak jangan sekasae itu!” Della maju mendekati Devano sementara saputangan Bianca sudah diambilkan Mia.
“Sudah Del,” Bianca memegang tangan Della.
“Sorry sekali lagi,” Bianca menatap Devano yang balik memandangnya dengan tatapan tajam.
Bianca berusaha menegakkan badannya kembali dan hendak melanjutkan langkah ke UKS. Tetesan darah masih sedikit keluar dari hidungnya. Saat hendak melewati Devano, tiba-tiba Bianca sudah tidak bisa lagi menguasai tubuhnya dan jatuh pingsan. Devano reflek menangkap tubuh Bianca yang lemas terkulai.
“Bianca !” Mia, Della dan Joshua berteriak bareng.
“Devano, cepat bawa Bianca ke UKS !” Pak Arman yang melihat kejadian itu langsung menyuruh Devano.
“Tapi Pak…” Devano berusaha menolak. Tubuh Bianca masih dalam pelukannya.
“Cepat bawa !” Perintah Pak Arman.
“Gue yang bawa aja Van,” Arya mengulurkan tangannya hendak mengambil alih tubuh Bianca. Devano menatap Arya balik tapi kemudian menggeleng. Devano mengangkat tubuh Bianca dalam gendongannya dan membawanya ke UKS.
Della dan Mia mengikuti Devano, sementara keempat teman Devano tetap di lapangan untuk mengikuti ujian praktek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Johanah Tata
Bianca itu bodoh atau apa ya... ini cerita apa ya lama² diikuti kok gak banget hiiiiiiiii m........
2023-06-23
1
Chika Ika
TIM DEVANOOOOO
2023-03-27
1
ga perlu tahu
argh tiba tiba baper bagian sini😩
2023-03-20
3