Jam 6.20’Bianca sudah siap lengkap dengan seragamnya. Dia menarik nafas panjang sebelum keluar kamar. Bingung mau kasih alasan apa ke mama dan papa yang tahunya hari ini sekolah libur, tapi Bianca malah sudah siap berangkat ke sekolah lengkap dengan seragamnya. Tarikan nafas berat untuk kedua kalinya, malas karena harus berurusan dengan ruangan BK gara-gara surat cinta. Duh nyebelin, Bianca memukul pelan kepalanya.
“Huufff harus dihadapi dan diberesin,” Bianca bicara pada dirinya sendiri sambil mengepalkan tangan memberi semangat pada dirinya sendiri.
“Loh kok pake seragam ? Bukannya hari ini libur ?” Mama Lisa yang sedang memoles roti untuk papa Indra menatap Bianca yang duduk di salah satu kursi dengan alis berkerut. Papa yang baru saja menyeruput kopinya ikut menatap anak sulungnya.
“Ada tugas harus ketemu guru, ma.” Bianca mengambil selembar roti dan mulai memolesnya.
“Kamu nggak ada masalah di sekolah kan Bi ?” lagi-lagi mama Lisa bertanya dengan pandangan sedikit curiga.
Bianca menggeleng karena mulutnya penuh dengan roti.
“Boleh nebeng hari ini, pa ?”
Papa Indra melirik jam tangannya dan mengangguk.
”Jalan sekarang kalau gitu ya, papa harus siapin bahan meeting pagi ini.”
“Bye mama, aku ke sekolah dulu. Nggak sampai sore kok,” Bianca mencium pipi mama Lisa sambil berpamitan. Mama cuma mengangguk dan mengantar sampai ke depan pintu.
20 menit kemudian, mobil yang ditumpangi Bianca sampai di sekolah.
“Kok sepi Bi ?” Papa menoleh ke arah Bianca karena mendapati tidak banyak mobil yang terparkir di halaman sekolah.
“Memang libur pa, cuma ada beberapa anak yang diminta datang untuk tugas.”
“Nggak ada hubungannya sama pelajaran kan ?” Papa menautkan alisnya, curiga. Bianca hanya menggeleng sambil tersenyum lebar.
“Makasih Pa,” Bianca mencium pipi kiri papa Indra. Segera dia keluar dan melambaikan tangannya dan berlalu setelah mobil sang papa keluar dari gerbang sekolah.
Di ujung tangga, Bianca menarik nafas berat lagi. Dia mengedarkan pandangannya. Sepi. Hatinya tambah tidak karuan. Langkahnya berat saat memasuki ruangan BK. Bianca mengetuk pintu.
“Masuk !” sahutan dari dalam terdengar. Bianca menarik nafas panjang sambil membuka pintu.
“Selamat pagi,” sapanya. Pandangannya beredar menatap satu persatu sambil menganggukan kepalanya pelan sebagai tanda hormat. Ada Pak Budi, sang kepsek, Bu Yuli selaku walasnya, Ibu Emi guru BK, Devano dan di sebelahnya seorang ibu dengan penampilan elegan yanh tidak dikenalnya.
“Duduk Bianca,” Bu Yuli mempersilakan Bianca duduk di salah satu kursi dan dipilihnya tempat yang sejajar dengan Bu Yuli.
“Kamu sudah tidak apa-apa ?” Bu Yuli memegang tangan Bianca dan sedikit meremasnya.
“Eh … ngg… nggak apa-apa, Bu. Terima kasih kemarin sudah diijinkan pulang.” Bianca merasa sangat gugup apalagi ibu yang duduk di sebelah Devano menghentikan perbincangannya dengan Pak Budi dan menatapnya.
Tiba-tiba ibu tadi bangun dari kursinya dan duduk di sebelah Bianca, membuat gadis itu semakin tidak karuan. Dugaannya ibu itu adalah mamanya Devano dan Bianca sudah siap-siap dimarahi karena ketahuan mengirimkan surat cinta untuk anaknya.
“Kamu yang namanya Bianca ?” Suara tegas terdengar dari mulut sang ibu. Bianca yang masih dalam posisi menunduk hanya menggangguk pelan.
“Devan sudah menjawab surat kamu ?” ibu tadi kembali bertanya.
“Mommy !” suara Devano yang selanjutnya terdengar sedikit keras. Sang ibu malah tertawa pelan.
“Ehh.. nggg… maaf tante,” Bianca yang merasakan gugup bingung harus bicara apa.
Ibu itu yang dipanggil mommy meraih jemari Bianca yang sudah tidak lagi digenggam Bu Yuli. Bianca masih menunduk kembali. Pelan, mommy Devano meraih dagu Bianca dan mengangkat wajahnya.
“Jangan menunduk terus nanti pegel,” mommy Devano tertawa kecil. “Kamu keren, baru kali ini Devano sampai dipanggil ke sekolah gara-gara surat cinta.”
“Mommy…. “ Devano terlihat kesal dengan omongan mommy nya.
“Sabar-sabar ya sama Devano, memang orangnya kaku kayak daddy nya. Hmmm… istilah sekarang kanebo kering,” mommy Devano tertawa lagi. Kali ini guru-guru yang ada di ruangan itu ikut tertawa. Bianca ikut tersenyum kecut. Sementara Devano memasang ekspresi kesal karena jadi bulan-bulanan mommynya.
“Oh ya kita belum kenalan ya,” sang mommy mengulurkan tangannya. “Saya Angela, saya mommy nya Devano.”
“Bianca, tante,” Bianca membalas uluran tangan mommy Angela sambil tersenyum kecil.
“Manis,” spontan mommy Angela memuji Bianca. “Kamu kalau beneran suka sama Devano gas poll ya, jangan kasih kendor,” bisik mommy Angela pelan di telinga Bianca sambil terkekeh. Bianca membalasnya dengan senyuman yang dipaksakan.
Pembicaraan tidak dilanjutkan karena pintu kembali diketok. Ternyata Nindi yang datang bersama mamanya. Melihat tatapan mata mamanya Nindi, tidak aneh jika anaknya memiliki sikap arogan dan tidak mau kalah. Setelah berbasa-basi sejenak, Bu Emi selaku guru BK memulai pembicaraan serius.
“Jadi intinya Bu, tindakan Nindi yang mengganggu ketertiban sekolah diharapkan tidak akan terulang ke depannya. Apalagi anak-anak kan naik ke kelas 12, jadi…”
“ Kenapa hanya anak saya yang disalahkan Bu ? Terus dia…” mamanya Nindi menunjuk ke arah Bianca. “Bukannya dia juga melakukan hal yang mengganggu ketertiban karena masih sekolah aja udah berani-berani surat-suratan cinta segala.” Dia mencebik ke arah Bianca. Nindi pun menatap tajam ke arah gadis itu.
“Bu, kalau masalah surat cinta sudah umum di kalangan SMA,” Bu Yuli menengahi. “Pacaran juga nggak dilarang selama masih batas wajar dan tidak mengganggu proses belajar mengajar.”
“Tapi kenyataannya membuat heboh kan satu sekolah ?“ mulut tajam mamanya Nindi terus protes.
Devano dan mommy Angela sementara hanya diam
dan menatap dengan seksama kelakuan Nindi dan mamanya. Semua penjelasan Bu Yuli dan Bu Emi disanggah dengan nada arogan.
“Pak tolong dibereskan saja. Ini bukan acara debat capres.” Mommy Angela yang mulai gerah akhirnya mulai buka suara dan menatap Pak Budi selaku kepala sekolah. Pak Budi mengangguk.
“Jadi begini Bu…” Pak Budi menatap mamanya Nindi bermaksud menanyakan namanya.
“Gita Pak,” mamanya Nindi menyahut cepar.
“Intinya Bu, kami mempertemukan ketiganya supaya tidak ada salah paham lagi dan mereka saling berdamai. Bukan mencari siapa yang salah dan benar.”
“Tapi Pak..” mama Gita sudah siap-siap protes kembali tapi keburu dipotong oleh mommy Angela.
“Jeng, masalah ini hanya sepele bukan yang berat-berat amat. Masalah siapa mau cinta siapa itu hak mereka, tapi tolong pihak yang tidak kebagian cinta ya harus terima dengan lapang dada,” mommy Angela dengan suara tegasnya membuar semua diam. Pandangannya yang sedikit tajam menatap Nindi yang akhirnya menundukkan kepala.
“Tapi…” mama Gita sudah siap-siap protes kembali.
“Saya sebagai mommy nya Devano tidak keberatan anak saya menerima surat cinta dari siapapun. Yang saya tidak terima kalau ada anak gadis yang coba mengklaim anak saya hanya sebagai miliknya hingga menghalangi kebebasan anak saya !” Kini pandangan mommy Angela menusuk mama Gita.
“Biarkan anak-anak muda menikmati masa remaja mereka sewajarnya. Beda kondisi kalau mereka sudah menikah,” lanjut mommy Angela.
Akhirnya setelah dibicarakan oleh Pak Budi dan Bu Emi, ketiga siswa siswi SMA Dharma Bangsa itupun bersalaman. Kejadian yang sempat bikin heboh kemarin diharapkan tidak terulang kembali, dan secara khusus Nindi diminta untuk menandatangani surat perjanjian dengan guru BK untuk tidak lagi menganggu kegiatan sekolah dan menggunakan fasilitas sekolah untuk urusan pribadinya apalagi sampai membuat kacau acara sekolah.
Mama Gita dengan wajah arogannya sebetulnya tidak terima dengan keputusan dari pihak sekolah karena hanya anaknya yang diminta melanandatangani surat perjanjian dengan sekolah. Tanpa berpamit pada mommy Angela dan Pak Budi yang berdiri bersisian, dia meninggalkan ruangan diikuti Nindi dengan ocehan yang tidak jelas.
“Well kalau begitu, saya pamit juga Pak Budi. Terima kasih karena sudah diselesaikan dengan baik,” mommy Angela mengulurkan tangannya yang disambut oleh Pak Budi.
“Terima kasih juga waktunya Bu Angela,” Pak Budo sedikit mengangguk. Mommy Angela bersalaman juga dengan Bu Yuli dan Bu Emi. Sekarang posisinya berdiri di depan Bianca.
“Manis, kamu pulang sama siapa ?” tanyanya pada Bianca yang menunduk.
“Jangan kebanyakan nunduk,”mommy Angela mengangkat dagu Bianca. “Jangan biarkan orang menindasmu untuk hal-hal yang tidak kamu perbuat.”
Senyum manis mommy Angela membuat Bianca mengangguk pelan dan ikut tersenyum tipis.
“Terima kasih Tante.”
“Yuk biar Devano anter kamu pulang.” Mommy Angela menggandeng tangan Bianca.
“Mommy !” protes Devano.
“Eh, nggak usah tante,” Bianca menolak halus. “Saya sudah biasa pulang sendiri.”
Mommy Angela hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya ke Pak Budi, Bu Yuli dan Bu Emi kemudian keluar dari ruangan.
Sampai di halaman sekolah, mobil mommy Angela sudah menunggu dengan sopir. Devano berjalan mengikuti di belakang sang mommy dan Bianca.
Bianca sendiri enggan ikut pulang bersama dengan mommy Angela, apalagi melihat sikap Devano yang terkesan kesal, marah dan tidak suka. Mau menolak tapi tangan mommy Angela masih menggandengnya hingga tiba di depan pintu mobil.
Akhirnya Bianca hanya pasrah setelah pintu terbuka dan mommy Angela masuk terlebih dahulu dan meminta Bianca masuk kemudian. Devano yang masih memasang wajah tidak bersahabat berjalan dan duduk di kursi depan sebelah sopir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-06-19
0
sifra medline
wekaweka
2023-06-01
1
Papa Yuang Khe
pihak yg tdk kBgian Cinta HRS trrima dgn lPang Dada alias tau diri, ckckckck mantul ini Kata-katanya kak
2023-05-19
1