Arya membawa Bianca ke cafe yang letaknya cukup jauh dari sekolah supaya tidak bertemu dengan salah satu teman mereka saat sekolah berakhir.
“Mau ngapain kita kemari Ya ? Antar aku pulang aja,”. Bianca berucap sambil berdiri di samping motor Arya.
“Gue laper, Bi, nggak sarapan hari ini. Elo temenin dulu bentar ya, habis ini gue anter pulamg,” Arya menatap mata Bianca sedikit memohon. Bianca memgangguk dan mengikuti langkah Arya memasuki cafe yang sepi pengunjung. Maklum baru menjelang jam 10, orang-orang yang sarapan sudah berlalu dan jam makan siang makin lama.
“Mau pesan apa Bi ?” Arya menyodorkan menu setelah mereka duduk di salah satu meja dekat jendela.
“Minta es susu milo boleh ?” Bianca menatap Arya. Cowok itu tersenyum sambil mengangguk.
“Nggak makan Bi ?”
Bianca menggeleng pelan. “Aku sudah sarapan si rumah.”
Arya memanggil salah satu pelayan dan memesan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Setelah selesai dipandangnya Bianca yang duduk berhadapan sedang terlihat gelisah. Gadis itu menatap keluar jendela dengan wajah sendu sementara tangannya memilin-milin tissue.
“Bi,” Arya menyentuh jemari Bianca pelan.
Gadis itu menoleh dengan mata yang sedikit berkabut karena menahan air mata.
“Kalau mau curhat gue siap kok,” Arya menggenggam erat jemari Bianca untuk memberi kekuatan.
“Terima kasih buat perhatiannya,” Bianca tersenyum tipis dan terasa pahit. Jemarinya yang digenggam Arya segera dilepaskan.
“Itu beneran surat elonyang nulis ?” tanya Arya hati-hati.
Bianca kembali membuang pandangan keluar jendela namun kepalanya mengangguk perlahan.
“Seriusan elo suka sama Devano sejak SMP ?” Arya bertanya dengan hati yang tidak karuan. Rasanya ingin berteriak dan melarang Bianca untuk menyukao Devano. Tapi dia sadar siapalah dirinya bisa melarang Bianca dan bukankah perasaan tidak bisa dipaksakan.
“Kenapa ?” Bianca menoleh menatap Arya dengan tatapan sendu. “Nggak pantes ya cewek kayak gue suka sama cowok modelan Devano ?”
Arya menggeleng sambil tersenyum. Dia berusaha keras untuk melawan hatinya yang terus memberontak. Ingin rasanya berteriak kalau cintanya untuk Bianca lebih besar dan sungguh-sungguh dibandingkan dengan Devano.
“Bi, memang ada aturan atau larangan buat suka sama orang ?” Arya tertawa kecil menutupi kegugupannya.
“Semua orang boleh suka sama siapa aja, yang nggak boleh itu memaksakan perasaannya dibalas oleh orang lain.”
“Jadi gue nggak boleh gitu ?” Bianca mengerutkan alisnya dan sedikit cemberut.
“Memang elo neror Devano dan maksa dia buat membalas perasaan elo ?”
Bianca menggeleng. Bersamaan dengan itu pesanan makanan dan minuman mereka datang.
“Minum dulu biar mood elo lebih baik,” Arya mendekatkan gelas minuman pesanan Bianca kepada gadis itu.
“Gue nggak pernah maksa Devano buat balas perasaan gue,” Bianca mulai berceloteh setelah menghabiskan setengah gelas minumannya.
“Cuma…” wajahnya terlihat ragu-ragu melanjutkan curahan hatinya.
“Cuma kenapa Bi ?” Arya menghentikan suapan nasi gorengnya. Diambilnya gelas minumannya dan selembar tissue untuk melap mulutnya sambil menatap Bianca, menanti lanjutan ucapan Bianca.
Arya masih menunggu kelanjutan kata-kata Bianca sambil menatapnya. Dadanya masih bergemuruh. Antara kecewa, kesal, sedih dan rasa ingin melindungi bercampur aduk di hatinya saat ini.
“Bi ?” Arya menatap intens ke wajah Bianca yang sekali-kali menunduk, menatap keluar jendela dan berganti menatap Arya.
“Cuma gue kesel !” Nada Bianca sedikit emosi. “Kok bisa surat gue ada di tangan Nindi dan genk resenya. Apa Devano sengaja kasih ke mereka buat mempermalukan gue ?”
Huffff akhirnya Bianca bisa juga bicara panjang tentang kekesalannya. Arya tertawa kecil menanggapinya.
“Elo yakin Devano yang kasih ke Nindi ?”
“Yaaaa nggak tahu kalo bener atau nggak nya… Tapi Devano kelihatan nggak kaget dan santai aja pas upacara tadi,” Bianca sedikit cemberut dan meraih gelasnya lagi. Mulutnya kembali fokus ke minuman hingga habis sisanya.
“Mau nambah ?” tanya Arya setelah melihat minuman Bianca tandas licin tak bersisa.
“Boleh ?” Bianca terlihat malu-malu. Arya sudah todak bisa lagi menahan rasa gemasnya. Dia mengacak-acak rambut Bianca dan membuat Bianca tambah cemberut.
“Arya !” Bianca berusaha menghindar dan memegang tangan Arya tapi cowok yang di depannya sudah berhasil mengacak-acak rambutnya.
Setelah memesan kembali satu minuman, Arya meneruskan makannya yang tinggal sedikit.
“Bi, gue kenal sama Devano bukan baru setahun dua tahun,” Arya menjeda sejenak dan mengambil minuman. “Gue yakin dia nggak bakal ngelakuin yang elo pikirin itu. Surat itu sampai ke tangan Nindi pasti nggak sengaja.”
Bianca mengerjapkan matanya beberapa kali. Perasaannya yang tadi sempat amburadul berangsur membaik.
“Iya sih,” Bianca kembali menyedot minuman gelas keduanya. “Tapi melihat reaksi Devano tadi, sudah fixed seribu persen kalau dia…” Bianca menggantung kalimatnya.
“Hahahhaa Bianca, Bianca, jadi elo masih mengharapkan kalo Devano itu bakal jawab iya atas surat elo ?” Arya tertawa melihat ekspresi Bianca yang terlihat kecewa.
“Devano itu ya begitu sama semua cewek yang nembak dia.”
“Hah ? Nembak dia ?” Bianca melotot menatap Arya yang masih tertawa kecil. “Memang tiap hari ada cewek yang nembak Devano gitu ?”
“Kagak tiap hari sih,” Arya meneguk minumannya. Nasi goreng di piringnya sudah habis.
“Temen gue yang satu itu memang bersikap dingin dan cuek sama semuanya. Kita se grup tuh panggil dia freezer, lebih dingin dari kulkas.”
Bianca menautkan kedua alisnya dan menatap Arya yang sudah selesai dengan makan dan minumnya.
“Jadi dia nggak pernah nanggepin cewek manapun ?”
Arya menggangguk.
“Ya,” Bianca menatap lekat wajah Arya membuat cowok yang dipandangnya semakin deg deg kan. Arya sempat membuang muka ke sembarang arah untuk menetralkan perasaannya.
“Devano laki-laki normal kan ?” Bianca bertanya dengan wajah serius membuat Arya malah tertawa.
“Memang ada tampang kalo Devano menyimpang ?” Arya masih tertawa. Bianca menggeleng.
“Tapi siapa yang tahu ya…. Beneran kagak kan ? Dan elo berlima juga aman-aman semua kan ?”
“What ??” Arya menghentikan tawanya dan sedikit melotot ke Bianca. “Elo pikir kita berlima pada memyimpang gitu ?”
Bianca buru-buru menggeleng.
“Nggak… sumpah gue nggak berpikir begitu. Cuma gue heran denger omongan elo kok bisa ada cowok modelan Devano yang bener-bener nggak nunjukkin sedikit ketertarikan sama cewek.”
“Gue juga nggak gampang bersikap baik sama cewek,” potong Arya cepat.
Bianca tersenyum. “Tapi elo masih cepat bereaksi sama cewek yang tertindas modelan gue sekarang ini. “ Bianca menarik nafas panjang.
“Tadi ngeliat Devano biasa aja malah cuek gue jadi kepikiran aja.”
“Ralat ya… Gue juga nggak gampang dan males urusan sama mahluk yang namanya cewek.”
“Terus kok sama gue baik Ya ?” Bianca mengerjapkan matanya menggoda Arya. “Gue spesial ya ?”
“Iya.” Jawab Arya cepat. Dalam hati dia berdoa berharap Bianca lebih sensitif terhadap perasaannya.
“Duh gue jadi berasa kayak martabak,” Bianca tertawa kecil.
“Martabak ?” Arya mengerutkan alisnya.
“Iya martabak manis spesial pake cokelat dan keju,” Bianca mengecapkan lidahnya. “Special soalnya bikin orang ketagihan.” lanjutnya sambil tertawa.
Reflek Arya menyentil jidatnya dengan tatapan yang dibuat kesal. Bianca cemberut sambil mengusap jidatnya.
“Pulang yuk,” Bianca merapikan tas nya.
“Udah baikan hatinya ?”
“Udah banget, tuh dikasih obat susu cokelat 2 gelas gimana nggak jadi mood baik lagi,” Bianca cengengesan.
Arya mengacak-acak rambut Bianca lagi dengan perasaan gemas.
“Arya ! Berantakan nih.”
“Biarin tetap cakep kok… Manisnya juga makin nambah soalnya udah habisin 2 gelas susu cokelat sekaigus.” Arya tertawa menanggapi Bianca yang cemberut sambil memanyunkam bibirnya.
“Mau kemana lagi ?” Arya menyodorkan helm setelah mereka sudah sampai di parkiran.
“Nggak kemana-mana,” Bianca menggeleng. “Kamu nggak apa-apa anterin gue dulu atau langsung balik ke sekolah aja dih.” Bianca masih berdiri di samping motor memegang helm.
“Kan tadi elo janji sama Bu Yuli anter gue balik bentaran doang.”
Arya melirik jam di pergelangan tangannya. Tidak terasa waktu sudah bergerak ke jam 10.30.
“Males gue balik, sampai sekolah cuma tinggal doa dan pamit doangan. Yuukk ah, gue anterin elo pulang aja ya.”
Arya mengambil kembali helm dari tangan Bianca dsn memakaikannya. Jaket miliknya kembali diikatkan di pinggang Bianca.
“Pegangan gue !” Perintah Arya.
“Iya… Tapi awas lo ya jangan cari-cari kesempatan.” Bianca mengetuk helm Arya pelan.
“Dih ge-er banget lo ya.”
“Aallaahh gue udah biasa denger ya, kalian tuh cowok-cowok sering sambil menyelam minum air. Pura-pura baik mau anterin cewek pulang sambil curi-curi kesempatan.”
“Sering ngintip kalo cowok-cowok lagi ngumpul ya. Ketahuan deh.”
“Dih kayak kurang kerjaan. Lah kalian kalo pada kumpul kagak sadar apa suara kenceng kagak perlu toa.”
Arya cuma tertawa dari balik helmya. Mendadak dia menyalakan motornya sambil menggas. Reflek Bianca terhuyung ke depan dan tangannya memeluk pinggang Arya.
“Arya !!” Bianca setengah berteriak sambil memukul bahu Arya.
“Jangan cuma denger omongan doang tapi elo perlu membuktikan kebenarannya.”
Arya masih tertawa sementara Bianca kembali memukul bahu Arya.
“Modus !”
Motor pun melaju dengan kecepatan normal menuju ke rumah Bianca yang berjarak 20 menit dari cafe.
Hai Readers,
jangan lupa like, vote dan commentnya ya 😊😊
“
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Lynn nurdin
novel remaja yg hebat😚😚
2023-04-12
2
#ayu.kurniaa_
.
2023-04-11
2
maya ummu ihsan
kalo sama arya boleh lah.. kalo di dunia nyata nih
2023-02-26
2