Bab 9 Curahan Hati Bianca

Arya membawa Bianca ke cafe yang letaknya cukup jauh dari sekolah supaya tidak bertemu dengan salah satu teman mereka saat sekolah berakhir.

“Mau ngapain kita kemari Ya ? Antar aku pulang aja,”. Bianca berucap sambil berdiri di samping motor Arya.

“Gue laper, Bi, nggak sarapan hari ini. Elo temenin dulu bentar ya, habis ini gue anter pulamg,” Arya menatap mata Bianca sedikit memohon. Bianca memgangguk dan mengikuti langkah Arya memasuki cafe yang sepi pengunjung. Maklum baru menjelang jam 10, orang-orang yang sarapan sudah berlalu dan jam makan siang makin lama.

“Mau pesan apa Bi ?” Arya menyodorkan menu setelah mereka duduk di salah satu meja dekat jendela.

“Minta es susu milo boleh ?” Bianca menatap Arya. Cowok itu tersenyum sambil mengangguk.

“Nggak makan Bi ?”

Bianca menggeleng pelan. “Aku sudah sarapan si rumah.”

Arya memanggil salah satu pelayan dan memesan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Setelah selesai dipandangnya Bianca yang duduk berhadapan sedang terlihat gelisah. Gadis itu menatap keluar jendela dengan wajah sendu sementara tangannya memilin-milin tissue.

“Bi,” Arya menyentuh jemari Bianca pelan.

Gadis itu menoleh dengan mata yang sedikit berkabut karena menahan air mata.

“Kalau mau curhat gue siap kok,” Arya menggenggam erat jemari Bianca untuk memberi kekuatan.

“Terima kasih buat perhatiannya,” Bianca tersenyum tipis dan terasa pahit. Jemarinya yang digenggam Arya segera dilepaskan.

“Itu beneran surat elonyang nulis ?” tanya Arya hati-hati.

Bianca kembali membuang pandangan keluar jendela namun kepalanya mengangguk perlahan.

“Seriusan elo suka sama Devano sejak SMP ?” Arya bertanya dengan hati yang tidak karuan. Rasanya ingin berteriak dan melarang Bianca untuk menyukao Devano. Tapi dia sadar siapalah dirinya bisa melarang Bianca dan bukankah perasaan tidak bisa dipaksakan.

“Kenapa ?” Bianca menoleh menatap Arya dengan tatapan sendu. “Nggak pantes ya cewek kayak gue suka sama cowok modelan Devano ?”

Arya menggeleng sambil tersenyum. Dia berusaha keras untuk melawan hatinya yang terus memberontak. Ingin rasanya berteriak kalau cintanya untuk Bianca lebih besar dan sungguh-sungguh dibandingkan dengan Devano.

“Bi, memang ada aturan atau larangan buat suka sama orang ?” Arya tertawa kecil menutupi kegugupannya.

“Semua orang boleh suka sama siapa aja, yang nggak boleh itu memaksakan perasaannya dibalas oleh orang lain.”

“Jadi gue nggak boleh gitu ?” Bianca mengerutkan alisnya dan sedikit cemberut.

“Memang elo neror Devano dan maksa dia buat membalas perasaan elo ?”

Bianca menggeleng. Bersamaan dengan itu pesanan makanan dan minuman mereka datang.

“Minum dulu biar mood elo lebih baik,” Arya mendekatkan gelas minuman pesanan Bianca kepada gadis itu.

“Gue nggak pernah maksa Devano buat balas perasaan gue,” Bianca mulai berceloteh setelah menghabiskan setengah gelas minumannya.

“Cuma…” wajahnya terlihat ragu-ragu melanjutkan curahan hatinya.

“Cuma kenapa Bi ?” Arya menghentikan suapan nasi gorengnya. Diambilnya gelas minumannya dan selembar tissue untuk melap mulutnya sambil menatap Bianca, menanti lanjutan ucapan Bianca.

Arya masih menunggu kelanjutan kata-kata Bianca sambil menatapnya. Dadanya masih bergemuruh. Antara kecewa, kesal, sedih dan rasa ingin melindungi bercampur aduk di hatinya saat ini.

“Bi ?” Arya menatap intens ke wajah Bianca yang sekali-kali menunduk, menatap keluar jendela dan berganti menatap Arya.

“Cuma gue kesel !” Nada Bianca sedikit emosi. “Kok bisa surat gue ada di tangan Nindi dan genk resenya. Apa Devano sengaja kasih ke mereka buat mempermalukan gue ?”

Huffff akhirnya Bianca bisa juga bicara panjang tentang kekesalannya. Arya tertawa kecil menanggapinya.

“Elo yakin Devano yang kasih ke Nindi ?”

“Yaaaa nggak tahu kalo bener atau nggak nya… Tapi Devano kelihatan nggak kaget dan santai aja pas upacara tadi,” Bianca sedikit cemberut dan meraih gelasnya lagi. Mulutnya kembali fokus ke minuman hingga habis sisanya.

“Mau nambah ?” tanya Arya setelah melihat minuman Bianca tandas licin tak bersisa.

“Boleh ?” Bianca terlihat malu-malu. Arya sudah todak bisa lagi menahan rasa gemasnya. Dia mengacak-acak rambut Bianca dan membuat Bianca tambah cemberut.

“Arya !” Bianca berusaha menghindar dan memegang tangan Arya tapi cowok yang di depannya sudah berhasil mengacak-acak rambutnya.

Setelah memesan kembali satu minuman, Arya meneruskan makannya yang tinggal sedikit.

“Bi, gue kenal sama Devano bukan baru setahun dua tahun,” Arya menjeda sejenak dan mengambil minuman. “Gue yakin dia nggak bakal ngelakuin yang elo pikirin itu. Surat itu sampai ke tangan Nindi pasti nggak sengaja.”

Bianca mengerjapkan matanya beberapa kali. Perasaannya yang tadi sempat amburadul berangsur membaik.

“Iya sih,” Bianca kembali menyedot minuman gelas keduanya. “Tapi melihat reaksi Devano tadi, sudah fixed seribu persen kalau dia…” Bianca menggantung kalimatnya.

“Hahahhaa Bianca, Bianca, jadi elo masih mengharapkan kalo Devano itu bakal jawab iya atas surat elo ?” Arya tertawa melihat ekspresi Bianca yang terlihat kecewa.

“Devano itu ya begitu sama semua cewek yang nembak dia.”

“Hah ? Nembak dia ?” Bianca melotot menatap Arya yang masih tertawa kecil. “Memang tiap hari ada cewek yang nembak Devano gitu ?”

“Kagak tiap hari sih,” Arya meneguk minumannya. Nasi goreng di piringnya sudah habis.

“Temen gue yang satu itu memang bersikap dingin dan cuek sama semuanya. Kita se grup tuh panggil dia freezer, lebih dingin dari kulkas.”

Bianca menautkan kedua alisnya dan menatap Arya yang sudah selesai dengan makan dan minumnya.

“Jadi dia nggak pernah nanggepin cewek manapun ?”

Arya menggangguk.

“Ya,” Bianca menatap lekat wajah Arya membuat cowok yang dipandangnya semakin deg deg kan. Arya sempat membuang muka ke sembarang arah untuk menetralkan perasaannya.

“Devano laki-laki normal kan ?” Bianca bertanya dengan wajah serius membuat Arya malah tertawa.

“Memang ada tampang kalo Devano menyimpang ?” Arya masih tertawa. Bianca menggeleng.

“Tapi siapa yang tahu ya…. Beneran kagak kan ? Dan elo berlima juga aman-aman semua kan ?”

“What ??” Arya menghentikan tawanya dan sedikit melotot ke Bianca. “Elo pikir kita berlima pada memyimpang gitu ?”

Bianca buru-buru menggeleng.

“Nggak… sumpah gue nggak berpikir begitu. Cuma gue heran denger omongan elo kok bisa ada cowok modelan Devano yang bener-bener nggak nunjukkin sedikit ketertarikan sama cewek.”

“Gue juga nggak gampang bersikap baik sama cewek,” potong Arya cepat.

Bianca tersenyum. “Tapi elo masih cepat bereaksi sama cewek yang tertindas modelan gue sekarang ini. “ Bianca menarik nafas panjang.

“Tadi ngeliat Devano biasa aja malah cuek gue jadi kepikiran aja.”

“Ralat ya… Gue juga nggak gampang dan males urusan sama mahluk yang namanya cewek.”

“Terus kok sama gue baik Ya ?” Bianca mengerjapkan matanya menggoda Arya. “Gue spesial ya ?”

“Iya.” Jawab Arya cepat. Dalam hati dia berdoa berharap Bianca lebih sensitif terhadap perasaannya.

“Duh gue jadi berasa kayak martabak,” Bianca tertawa kecil.

“Martabak ?” Arya mengerutkan alisnya.

“Iya martabak manis spesial pake cokelat dan keju,” Bianca mengecapkan lidahnya. “Special soalnya bikin orang ketagihan.” lanjutnya sambil tertawa.

Reflek Arya menyentil jidatnya dengan tatapan yang dibuat kesal. Bianca cemberut sambil mengusap jidatnya.

“Pulang yuk,” Bianca merapikan tas nya.

“Udah baikan hatinya ?”

“Udah banget, tuh dikasih obat susu cokelat 2 gelas gimana nggak jadi mood baik lagi,” Bianca cengengesan.

Arya mengacak-acak rambut Bianca lagi dengan perasaan gemas.

“Arya ! Berantakan nih.”

“Biarin tetap cakep kok… Manisnya juga makin nambah soalnya udah habisin 2 gelas susu cokelat sekaigus.” Arya tertawa menanggapi Bianca yang cemberut sambil memanyunkam bibirnya.

“Mau kemana lagi ?” Arya menyodorkan helm setelah mereka sudah sampai di parkiran.

“Nggak kemana-mana,” Bianca menggeleng. “Kamu nggak apa-apa anterin gue dulu atau langsung balik ke sekolah aja dih.” Bianca masih berdiri di samping motor memegang helm.

“Kan tadi elo janji sama Bu Yuli anter gue balik bentaran doang.”

Arya melirik jam di pergelangan tangannya. Tidak terasa waktu sudah bergerak ke jam 10.30.

“Males gue balik, sampai sekolah cuma tinggal doa dan pamit doangan. Yuukk ah, gue anterin elo pulang aja ya.”

Arya mengambil kembali helm dari tangan Bianca dsn memakaikannya. Jaket miliknya kembali diikatkan di pinggang Bianca.

“Pegangan gue !” Perintah Arya.

“Iya… Tapi awas lo ya jangan cari-cari kesempatan.” Bianca mengetuk helm Arya pelan.

“Dih ge-er banget lo ya.”

“Aallaahh gue udah biasa denger ya, kalian tuh cowok-cowok sering sambil menyelam minum air. Pura-pura baik mau anterin cewek pulang sambil curi-curi kesempatan.”

“Sering ngintip kalo cowok-cowok lagi ngumpul ya. Ketahuan deh.”

“Dih kayak kurang kerjaan. Lah kalian kalo pada kumpul kagak sadar apa suara kenceng kagak perlu toa.”

Arya cuma tertawa dari balik helmya. Mendadak dia menyalakan motornya sambil menggas. Reflek Bianca terhuyung ke depan dan tangannya memeluk pinggang Arya.

“Arya !!” Bianca setengah berteriak sambil memukul bahu Arya.

“Jangan cuma denger omongan doang tapi elo perlu membuktikan kebenarannya.”

Arya masih tertawa sementara Bianca kembali memukul bahu Arya.

“Modus !”

Motor pun melaju dengan kecepatan normal menuju ke rumah Bianca yang berjarak 20 menit dari cafe.

Hai Readers,

jangan lupa like, vote dan commentnya ya 😊😊

Terpopuler

Comments

Lynn nurdin

Lynn nurdin

novel remaja yg hebat😚😚

2023-04-12

2

#ayu.kurniaa_

#ayu.kurniaa_

.

2023-04-11

2

maya ummu ihsan

maya ummu ihsan

kalo sama arya boleh lah.. kalo di dunia nyata nih

2023-02-26

2

lihat semua
Episodes
1 Surat Cinta
2 Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3 Bab 3 Devano vs Arya
4 Bab 4 Kecurigaan Della
5 Bab 5 Ketemu Si Centil
6 Bab 6 Buang atau Kenang
7 Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8 Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9 Bab 9 Curahan Hati Bianca
10 Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11 Bab 11 Ketemu Camer ?
12 Bab 12 Makan Siang
13 Bab 13 Terima Raport
14 Bab 14 Jangan Coba-Coba
15 Bab 15 PDKT yang Gagal
16 Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17 Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18 Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21 Bab 21 Kecelakaan
22 Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23 Bab 23 Takdir Kita
24 Bab 24 Kesempatan
25 Bab 25 Arti Persahabatan
26 Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27 Bab 27 Rindu Papa
28 Bab 28 Tentang Arya
29 Bab 29 Aku Membencimu
30 Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31 Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32 Bab 32 Devano vs Bianca
33 Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34 Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35 Bab 35 Selamat Jalan
36 Bab 36 Selamat Tinggal
37 Bab 37 Seorang Van yang Lain
38 Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39 Bab 39 Menginap
40 Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41 Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42 Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43 Bab 43 Ketemuan di Mal
44 Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45 Bab 45 Persiapan Magang
46 Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47 Bab 47 Jalan Baeng Diana
48 Bab 48 Rahasia Devano
49 Bab 49 Mengungkapkan
50 Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51 Bab 51 Obrolan Empat Pria
52 Bab 52 Makan Malam
53 Bab 53 Drama Pagi Hari
54 Bab 54 Sang Pewaris
55 Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56 Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57 Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58 Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59 Bab 59 Kunjungan Sahabat
60 Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61 Bab 61 Bukan Prank ?
62 Bab 62 Ke Kantor Arya
63 Bab 63 Melepasmu
64 Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65 Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66 Bab 66 Pamitan
67 Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68 Bab 68 Permintaan Desta
69 Bab 69 Permintaan yang Sulit
70 Bab 70 Pertemuan di Mal
71 Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72 Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73 Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74 Bab 74 Tidak Rela
75 Bab 75 Gagal Fokus
76 Bab 76 Macan Ompong
77 Bab 77 Obrolan Sore
78 Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79 Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80 Bab 80 Para Mantan Penggemar
81 Bab 81 Curahan Hati Devano
82 Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83 Bab 83 Cemburunya Devano
84 Bab 84 Jangan Buat Baper
85 Bab 85 Beri Aku Waktu
86 Bab 86 Mendadak Pulang
87 Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88 Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89 Bab 89 Nasehat Para Mama
90 Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91 Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92 Bab 92 Maunya Calon Suami
93 Bab 93 Para Sahabat
94 Bab 94 Undangan Lamaran
95 Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96 Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97 Bab 97 Tiga Bulan
98 Bab 98 Semakin Mencintaimu
99 Bab 99 POV Devano
100 Bab 100 Hari Bahagia
101 Ucapan Terima Kasih
102 Promo Novel Baru
103 Promo Novel Baru
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Surat Cinta
2
Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3
Bab 3 Devano vs Arya
4
Bab 4 Kecurigaan Della
5
Bab 5 Ketemu Si Centil
6
Bab 6 Buang atau Kenang
7
Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8
Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9
Bab 9 Curahan Hati Bianca
10
Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11
Bab 11 Ketemu Camer ?
12
Bab 12 Makan Siang
13
Bab 13 Terima Raport
14
Bab 14 Jangan Coba-Coba
15
Bab 15 PDKT yang Gagal
16
Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17
Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18
Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21
Bab 21 Kecelakaan
22
Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23
Bab 23 Takdir Kita
24
Bab 24 Kesempatan
25
Bab 25 Arti Persahabatan
26
Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27
Bab 27 Rindu Papa
28
Bab 28 Tentang Arya
29
Bab 29 Aku Membencimu
30
Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31
Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32
Bab 32 Devano vs Bianca
33
Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34
Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35
Bab 35 Selamat Jalan
36
Bab 36 Selamat Tinggal
37
Bab 37 Seorang Van yang Lain
38
Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39
Bab 39 Menginap
40
Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41
Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42
Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43
Bab 43 Ketemuan di Mal
44
Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45
Bab 45 Persiapan Magang
46
Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47
Bab 47 Jalan Baeng Diana
48
Bab 48 Rahasia Devano
49
Bab 49 Mengungkapkan
50
Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51
Bab 51 Obrolan Empat Pria
52
Bab 52 Makan Malam
53
Bab 53 Drama Pagi Hari
54
Bab 54 Sang Pewaris
55
Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56
Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57
Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58
Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59
Bab 59 Kunjungan Sahabat
60
Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61
Bab 61 Bukan Prank ?
62
Bab 62 Ke Kantor Arya
63
Bab 63 Melepasmu
64
Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65
Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66
Bab 66 Pamitan
67
Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68
Bab 68 Permintaan Desta
69
Bab 69 Permintaan yang Sulit
70
Bab 70 Pertemuan di Mal
71
Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72
Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73
Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74
Bab 74 Tidak Rela
75
Bab 75 Gagal Fokus
76
Bab 76 Macan Ompong
77
Bab 77 Obrolan Sore
78
Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79
Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80
Bab 80 Para Mantan Penggemar
81
Bab 81 Curahan Hati Devano
82
Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83
Bab 83 Cemburunya Devano
84
Bab 84 Jangan Buat Baper
85
Bab 85 Beri Aku Waktu
86
Bab 86 Mendadak Pulang
87
Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88
Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89
Bab 89 Nasehat Para Mama
90
Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91
Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92
Bab 92 Maunya Calon Suami
93
Bab 93 Para Sahabat
94
Bab 94 Undangan Lamaran
95
Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96
Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97
Bab 97 Tiga Bulan
98
Bab 98 Semakin Mencintaimu
99
Bab 99 POV Devano
100
Bab 100 Hari Bahagia
101
Ucapan Terima Kasih
102
Promo Novel Baru
103
Promo Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!