Setelah kemarin urusan dengan Nindi yang berujung pada pusingnya menjawab pertanyaan Della dan Mia yang terus menanyakan kenapa roknya bisa kotor dengan tanah merah, Bianca melangkah di koridor kelas di lantai 2 dengan langkah sedikit malas.
Niatnya pagi ini dia ingin menemui Devano dan menanyakan perihal surat itu bisa sampai di tangan Nindi. Sengaja datang memutar lewat parkiran, tetapi Bianca tidak melihat mobil yang biasa dibawa Devano ke sekolah terparkir di sana. Dia sempat menarik nafas panjang. Dilihatnya jam di pergelangan tangannya. Tumben jam 6.25 Devano belum sampai di sekolah. Kalau sampai jam 6.35 Devano belum juga sampai di sekolah berarti gagal sudah niatnya ingin bertanya pada Devano karena pada jam segitu sekolah sudah mulai ramai. Susah sudah bicara dengan Devano hanya berdua.
Setelah meletakkan tas di dalam kelas, Bianca sengaja berdiri di teras depan kelas sambil menantikan kedatangan Devano, tapi sampai suasana sekolah semakin ramai, Devano belum juga kelihatan batang hidungnya. Bianca menarik nafas panjang lagi saat dia melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 06.45. Dengan lemas dia berbalik mau masuk ke kelas, bersamaan dengan pandangannya yang menangkap sosok Devano sedang masuk ke kelasnya. Posisi kelas mereka yang berseberangan membuat netra Bianca menangkap jelas sosok yang ditunggunya sejak tadi.
Hari ini acara classmeeting berakhir dan akan ditutup dengan seremonial penutupan sekaligus pembagian hadiah. Banyak anak-anak sudah berkumpul di lapangan. Bianca, Mia dan Della sudah mengambil posisi dekat ring basket yang lebih teduh. Beberapa anggota OSIS sedang sibuk mempersiapkan piala yang akan dibagikan, tes suara dan menata semacam podium kecil untuk berdirinya para pemenang nanti.
Jam 8.15 seluruh siswa dari kelas 10 sampai 12 sudah mulai berbaris sesuai dengan kelas masing-masing dan jam 8.30 upacara penutupan dimulai. Kepala sekolah dan para guru sudah menempati barisan di depan menghadap ke arah murid.
Berbeda dengan urutan upacara bendera setiap hari Senin, upacara penutupan pagi ini lebih pada ke acara seremonial. Pesan yang disampaikan kepala sekolah seputaran nilai-nilai raport kenaikan kelas dan meminta seluruh siswa meningkatkan prestasi. Lusa semua murid akan menerima raport kenaikan kelas.
Pembagian hadiah dimulai dengan kegiatan yang bersifat olahraga, dilanjutkan dengan pemenang pertandingan di bidang seni dan terakhir berkaitan dengan karya ilmiah dan penulisan artikel.
Screen projector yang dipasang di dekat podium mini sekali-kali menayangkan foto-foto penampilan pemenang lomba.
“Dan pemenang pertama lomba penulisan artikel dengan judul Yang Muda Yang Berprestasi dimenangkan oleh Bianca Aprilia dari kelas 11 IPS 3,” Pak Rustam, guru Bahasa Indonesia SMA Dharma Bangsa mengumumkan pemenang lomba penulisan artikel.
Sontak teman-teman Bianca berteriak dan bertepuk tangan untuk perwakilan mereka. Sebetulnya bukan hal yang baru buat murid-murid SMA Dharma Bangsa mengingat prestasi Bianca bukan hanya di dalam sekolah tetapi juga sudah sampai tingkat propinsi.
Bianca tersenyum dan membalas teman-temannya yang mengajak tos. Dia keluar barisan untuk maju ke depan menerima penghargaan dari pihak sekolah. Saat berdiri di podium dan siap-siap menerima sertifikat dari kepala sekolah, mendadak suasana barisan murid diam dan semua mata memandang ke arah layar projector yang berada di sisi kiri Bianca berdiri. Kepala sekolah yang mendapati suasana yang total diam menoleh dan mengikuti arah pandang para murid. Bianca yang sudah siap menerima sertifikat pun berhenti dan mengikuti pandangan kepala sekolah.
Betapa kagetnya Bianca memandang yang terpampang di layar projector. Bukan potongan tulisan artikelnya, tapi surat cintanya untuk Devano yang sedikit terlihat lecek.
Saat semua pandangan terpaku pada layar projector, dari speaker terdengar suara seseorang membacakan isi suratnya.
Dear Devano,
Maaf kalau aku sudah mengganggu waktumu dengan memberikan surat ini. Tapi rasanya semakin sulit menahan isi hati setelah menunggu 3 tahun.
Aku memang bukan siapa-siapa dan tidak mungkin mendapat perhatian dari seorang Devano yang selalu menjadi idola SMA Dharma Bangsa, tapi rasanya aku punya hak untuk sekedar bicara isi hatiku bahwa aku menyukaimu. Bukan hanya karena kita satu SMA, tapi sejak SMP aku sudah menyukaimu.
Aku tahu bahwa aku sudah terlalu berani menyatakan cinta untuk seorang Devano dan tidak terlintas untuk memaksakan dirimu membalas perasaanku. Cukup kamu mau menerima dan membaca suratku, tapi kalau sampai kamu mau menerima hatiku sungguh itu adalah akan seperti mimpi yang membuat aku tidak ingin terjaga 😊😊
Terima kasih atas waktumu yang sudah mau membaca ungkapan hatiku dan semoga kamu tidak akan membenciku karena sudah berani mengirimkan surat ini untukmu.
Dari aku yang selalu mengagumimu
Bianca
Sorakan murid-murid dari barisan mulai terdengar. Suasana yang tadi sunyi mendadak jadi ricuh.
“Wuuihhh judulnya musti diganti tuh Bi, Yang Muda Yang Bercinta,” celetuk salah satu murid.
Bianca sempat menatap Devano dalam barisannya. Wajahnya terasa panas dan malu bukan main. Dilihatnya Devano hanya biasa-biasa saja, tidak menunjukkan rasa terkejut apalagi khawatir dengan Bianca. Tanpa menunggu penyerahan sertifikat dari kepala sekolah, Bianca langsung turun dari podium tanpa bisa menahan air matanya. Dia berlari ke sisi lapangan namun ternyata Nindi dan Chika keburu menahannya sebelum sampai keluar.
“Wuuiihhh penulis kebanggaan SMA Dharma Bangsa ternyata bisa nulis surat cinta juga,” ejek Nindi dengan sedikit berteriak dan disambut dengan riuhnya suara murid-murid yang lain.
Lia yang berdiri dekat peralatan soundsystem karena tadi membacakan surat Bianca tidak mampu menahan tawanya. Beberapa guru berusaha menenangkan para murid dengan mendekati barisan mereka. Beberapa guru lainnya terlihat senyum-senyum.
“Lepasin,” Bianca memberontak dari cekalan Nindi dan Chika tapi tidak berhasil.
Sementara di barisan kelas Devano juga ricuh. Beberapa teman kelas menggoda Devano yang bersikap santai dan masa bodoh. Arya yang terus memandang ke arah Bianca akhirnya keluar barisan dan bermaksud mendekati Bianca yang masih dipegangi oleh Nindi dan Chika di pinggir lapangan.
“Ini baru pelajaran pertama karena elo udah berani-beraninya bicara cinta sama Devano,” bisik Nindi. Bianca sudah tidak mampu menahan airmatanya meski tidak sampai sesunggukan. Perasaan malu, marah dan kesal bercampur aduk. Dia masih berusaha melepaskan diri dari pegangan Nindi dan Chika.
“Lepasin !” Della dengan sedikit berteriak menarik tangan Bianca dari cengkraman Nindi sementara Mia dari sisi sebelahnya berusaha melepaskan tangan Chika.
“Devano, gimana terima nggak cintanya Bianca ?” suara Lia dengan menggunakan mic. Sontak murid-murid kembali berteriak riuh.
Pak Rustam dari depan berusaha menenangkan para murid dengan suara cukup keras. Tapi hanya sebentar kegaduhan mereda, tidak lama ricuh kembali karena suara Lia yang memprovokasi dengan mic bisa didengar oleh semua siswa. Akhirnya Feliks, sang Ketos mendekati Lia dan mengambil mic dari tangannya kemudian meminta Benni sang operator mematikan fungsi mic tadi.
Della dan Mia yang berhasil melepaskan Bianca dari Nindi dan Chika segera membawanya keluar lapangan.
“Gue pulang aja ya,” ucap Bianca di sela tangisnya. “Tolong ijinin ke Bu Yuli ya.”
“Kita temenin elo pulang, nggak boleh sendiri.” Della yang buka suara sementara Mia hanya menggangguk mengiyakan ucapan Della.
“Nggak usah, gue sendiri aja bisa kok.”
“Jadi elo nggak anggap kita temen elo makanya nggak boleh nemenin ?” Mia cemberut.
“Kegiatan sekolah kan belum selesai, nanti jadinya bolos. Lagian kalo elo berdua temenin gue, siapa yang ijinin ke Bu Yuli.”
“Agus lah. Dia kan ketua kelas.” sambar Mia.
“Lagian ya Bi, kalo kita bertiga pulang, Bu Yuli pasti ngerti lah… Hari ini absen dianggap masuk semua kok,” lanjut Mia asal.
“Este lo,” Della menoyor jidat Mia.
Sampai di kelas, Bianca segera merapikan tasnya dan bersiap pulang. Della dan Mia ikut membereskan tas mereka untuk mengantar Bianca.
“Beneran gue nggak apa-apa balik sendirian,” Bianca menatap kedua sahabatnya dengan tatapan memohon. “Gue pengen sendiri dulu.”
“Bianca biar gue yang anter.” sosok Arya sudah ada di dalam kelas 11 IPS-3 dengan sebotol air minum kemasan di tangannya.
“Minum dulu biar elo tenang,” Arya memberikan minuman itu ke Bianca.
“Bianca biar gue yang anter, elo berdua urusin aja tuh mak lampir. Eh bener kan, elo pada kasih dia nama Mak Lampir ?” Arya menatap Della dan Mia bergantian.
”Gue balik ke kelas bentar ambil jaket sama tas. Elo jangan kemana-mana ya.”
“Bener juga tuh kata Arya, Del. Kita samperin tuh sih Mak Lampir sama genknya,” Mia terlihat geram sambil mengepalkan kedua tangannya.
“Udah lah Mi, nggak usah diperpanjang. Nanti malah elo dibikin susah sama mereka,” Bianca menenangkan.
“Eh mana bisa,” kali ini Della yang menyahut. “Ngajak berantem tuh Mak Lampir.”
Tidak lama Arya sudah datang kembali dengan tas ranselnya dan jaketnya. Dia menarik tangan Bianca dan melangkah keluar kelas.
“Dihibur ya Ya, jangan macam-macam lo,” teriakmDella saat Bianca dan Arya sudah di depan pintu kelas. Arya hanya mengacungkan jempolnya.
Sampai di lorong ternyata anak-anak sudah mulai kembali ke kelas. Bianca sedikit memelankan langkahnya, Arya yang melihat langsung menggenggam tangan Bianca dan menariknya. Pas di tangga mereka berpapasan dengan Devano yang berjalan bersama Ernest, Leo dan Joshua.
“Mau kemana Bro ?” Leo yang berpapasan langsung menatap Arya dan Bianca yang menunduk.
“Anter pulang dulu.” Arya menarik Bianca namun ditahan Ernest.
“Van,” Ernest memanggil Devano yang berdiri di depannya. “Apa nggak sebaiknya elo bicara dulu sama Bianca ?”
Tanpa menoleh, Devano hanya mengangkat bahu dan meneruskan langkahnya menapaki tangga. Keempat temannya saling bertukar pandang melihat reaksi Devano.
“Gue balik dulu Bro.” Arya melambaikan tangan pada ketiga temannya dan menarik kembali tangan Bianca.
Beberapa murid terlihat kasak kusuk melihat Bianca yang berjalan digandeng Arya. Sampai di ujung tangga, Bu Yuli mencegat mereka berdua.
“Mau kemana Bianca ?” tanya Bu Yuli
“Nggg saya ijin pulang dulu, Bu.” Bianca sedikit tergagap dan menunduk.
“Kamu ?” Bu Yuli memandang Arya.
“Saya anterin dulu Bu, bahaya kalau lagi galau jalan sendirian.”
“Ya sudah, langsung diantar pulang ya, jangan mampir-mampir.” Tegas Bu Yuli.
Arya dan Bianca hanya mengangguk dan segera menuju parkiran motor. Dia memberikan salah satu jaketnya untuk Bianca.
“Pakai buat tutupin paha lo ya, susah soalnya kalo naik motor gue modelan cewek duduknya.”
Bianca menggangguk dan mengikat jaket Arya di pinggangnya dengan posisi jaket di depan rok sekolah baru kemudian naik ke motor sport milik Arya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
lie2k
gila ya geng mak lampir tuh
2023-10-16
0
yourfreyaa_
malunya smpai ke sini 😭
2023-06-16
1
sifra medline
lah
2023-05-30
0