Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2

Waktu terus berjalan dan tahun telah berganti lagi. Tidak terasa waktu ujian sudah dimulai. Diawali dengan try out dan ujian praktek sebelum memasuki puncak ujian sekolah.Anak-anak kelss 12 mulai terlihat sibuk dengan berbagai deadline dan jadwal ujian praktek beberapa bidang studi yang dibagi menjadi beberapa kelompok.

Jam 7.30, setelah membuka pagi dengan doa bersama dan wejangan dari guru walikelas, anak-anak kelas 12 mulai terbagi dengan jadwal masing-masing. Kelas Bianca sendiri kebagian ujian praktek bidang studi IPS terbagi atas ujian presentasi laporan keuangan secara berkelompok, presentasi gabungan ekonomi dan senbud tentang memanfaatkan benda sekitar untuk menghasilkan produk bahan daur ulang. Bianca tidak sekolompok dengan Mia ataupun Della. Ketiganya terpisah dalam 3 kelompok yang berbeda.

“Bi, udah kelar gambar proyeksinya ?” Mia dengan wajah lesu menghampiri Bianca yang sedang mempersiapkan bahan manual untuk diberikan ke penguji pada saat ujian praktek presentasi laporan keuangan. Dia sekelompok sengan Heru dan Nila.

Bianca mengeluarkan selembar kertas gambar berukuran A3 dari kolong laci mejanya.

“Dih bagus banget Bi. Beneran hasil karya elo nih ?”

Mia berdecak melihat hasil kerja Bianca berupa gambar proyeksi yang menjadi tugas akhir mapel seni budaya.

“Perjuangan 4 hari tuh,” Bianca menanggapi Mia sambil sibuk menyusun berkasnya.

“Gue punya berantakan Bi, asal nggak lewat deadline.” keluh Mia sambil meletakkan kepalanya di atas meja.

“Giliran kelompok elo presentasi jam berapa ?” Bianca memasukkan berkas yang sudah selesai dirapikan ke dalam map plastik.

“Terkahir Bi, sekitar jam 11 an.”

“Della mana ?” Mia mengangkat bahunya menjawab pertanyaan Bianca.

“Gue kumpul gambar dulu ya, elo mau bareng nggak Mia ?” Bianca memasukkan map plastik yang berisi berkas ke tas ranselnya. Dan setelah semuanya rapi masuk ke dalam tas, Bianca menyandang di kedua bahunya, tangan kanannya mengambil tugas ujian gambar dari Mia.

“Gue nanti aja deh bareng sekalian ke kelas presentasi. Mager pengen bocan dulu, Bi.” Mia dengan tampang lesunya langsung meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan di atas meja.

“Gue duluan ya, jadwal gue jam 10 soalnya.” Bianca mulai melangkah meninggalkan Mia yang hanya mengangguk dengan posisi yang sama. Sebelah tangannya terangkat melambai tanpa menoleh ke arah Bianca.

Dengan wajah sedikit lelah dan tegang, Bianca melangkah menuju ruang guru yang letaknya di lantai 2 bersisian dengan kelas-kelas IPA. Sejak kelas 12, Bianca dan teman-temannya menempati kelas-kelas di lantai 3.

Baru saja kakinya sampai di lantai 2, tangannya ditarik oleh seseorang. Belum sempat dia protes sebelah tangannya lagi dipegang oleh sosok yang berbeda. Bianca menoleh kiri dan kanan melihat siapa yang memegang kedua tangannya.

“Lepasin !” Bianca berusaha melepaskan kedua tangannya yang dicekal kiri dan kanan.

“Jangan coba-coba teriak,” bisik Lia yang memegang tangan kanan Bianca. Gambar proyeksi yang ada di genggaman Bianca diambil paksa oleh Chika dan mengibaskan ke wajahnya seperti kipas.

“Kembaliin !” Bianca berusaha melepaskan cekalan Lia dan Tasya saat melihat gambarnya dibuat kipas oleh Chika.

Gambar yang susah payah dibuat dan dijaganya agar tetap terlihat sempurna malah dibuat kipas oleh Chika. Tangan Bianca mengepal dan dengan sekuat tenaga dia berusaha melepaskan diri dari Lia dan Tasya. Rasa marah membuat tenaga Bianca lebih kuat 2X lipat dan akhirnya terlepas dari cekalan Lia dan Tasya. Bianca mendekati Chika yang masih menggunakn gambarnya untuk kipas. Plastik yang dipakai untuk melindungi gambar itu sudah dilepas oleh Chika.

“Ups terlepas, kamu sih Bianca,” Chika tertawa mengejek dan melepaskan gambar Bianca melewati tiang pembatas lantai 2 membuat gambar Bianca sempat melayang di udara terbawa angin.

“Brengsek !” Bianca dengan segala kemarahannya mendorong Chika hingga terbentur tembok pembatas lantai 2 yang tingginya hanya sebatas dada orang dewasa. Reflek Lia dan Tasya menghampiri Chika dan memegang tangannya dan menariknya menjauh dari tembok pembatas.

“Awas kalian ! Urusan kita belum beres,” mata Bianca memerah menahan marah. Hatinya ingin lanjut mengamuk kepada 3 sosok yang ada di depannya, namun hatinya tidak tenang melihat tugas gambarnya masih melayang di udara dengan posisi semakin merendah ke tanah. Bianca segera berlari menuruni tangga dengan pandangan tetap mengikuti arah kertas gambarnya melayang. Di ujung tangga, tanpa sengaja dia bertabrakan dengan Devano yang baru akan melangkah naik. Bianca berhenti sejenak mengusap jidatnya yang membentur dada Devano. Pandangan mereka sempat bertemu sesaat sebelum akhirnya Bianca mengalihkan pandangannya mencari lembaran kertas gambarnya. Tanpa bicara apapun Bianca segera meninggalkan Devano yang termyata diikuti Leo dan Ernest.

“Tuh anak kayak diuber setan,” komentar Ernest.

“Dia nguber kertas kayaknya,” jawab Leo yang sedari tadi mencoba mengikuti arah pandang Bianca.

“Kertas ?” Ernest mengerutkan dahinya.

“Bahan ujian kali,” Leo mengangkat bahunya dan kembali melangkah.

Devano yang tadi terhenti sempat menoleh sejenak dan mencari sosok Bianca. Dilihatnya gadis itu sedang berjongkok di atas tanah berumput yang letaknya di pinggir lapangan basket. Tangan kirimya memegang selembar kertas yang entah apa Devano tidak tahu, sementara tangan kanannya terlihat menepuk-nepuk sesuatu. Devano sempat menautkan alis penuh tanda tanya di dalam hatinya. Jarak mereka cukup jauh hingga Devano tidak bisa melihat jelas.

“Samperin Bro kalo penasaran,” Ernest yang mengamati gerak gerik Devano menepuk pelan bahu sahabatnya. Devano menoleh menatap Ernest dengan pandangan masam.

“Kurang kerjaan banget,” Devano mendengus kesal dan membalikkan badannya lalu mulai menapaki tangga naik ke lantai 2.

Ermest dan Leo sempat saling bertukar pandang dan mengangkat bahu bersamaan lalu tertawa pelan. Baru kali ini melihat Devano sedikit memperhatikan mahluk yang namanya perempuan.

Sementara di tanah berumput Bianca yang masih tetap dalam posisi jongkok berusaha menahan tangisnya. Peluh membasahi dahinya efek lari mengejar kertas gambar ujiannya, ditambah lagi perasaan emosi yang ingin diledakkan dari hatinya.

Dipandangnya lembaran kertas ganbar yang lecek dan kotor karena jatuh ke tanah merah yang sedikit basah. Rasanya ingin berteriak kesal pada Chika dan teman-temannya. Bianca menepuk-nepuk dadanya untuk menahan rasa emosi yang terus bergejolak dalam hatinya. Sedikit kecemasan terselip memikirkan bagaimana nasib gambar di tangannya yang harus dikumpulkan hari ini karena deadline.

“Bianca !” Teriakan Nila membuat Bianca menarik nafas panjang untuk meredakan emosinya.

“Gue cari kemana-mana, untung ketemu,” Nila sudah berdiri di belakang Bianca dengan nafas sedikit tersengal habis berlari.

“Ya ampun Bianca !” Nila berseru lalu menutup mulutnya dengan pandangan mata terkejut melihat gambar yang ada di tangan Bianca.

“Kok gambar elo jadi begitu ?” Nila menunjuk ke kertas gambar Bianca.

Bianca bangkit berdiri dan merapikan roknya. Peluh masih menetes di wajahnya.

“Iya,” gumam Bianca pelan. “Gue juga bingung harus gimana karena sudah deadline.”

Nila dan Bianca terdiam sejenak dengan pandangan ke arah kertas gambar yang sudah lecek dan beberapa titik terlihat kotor terkena tanah merah.

“Bi,” Nila menepuk bahu Bianca. “Bisa fokus ke presentasi kita dulu ? Habis ini giliran kelompok kita.”

Bianca menoleh dan menganggukkan kepala.

“Yuk kita ke ruangan ujian,” Bianca membalikkan badan dan melangkah menuju ruang kelas ujian prakteknya.

Terlihat beberapa kali Bianca menarik nafas panjang dan berat sementara Nila memilih diam berjalan bersisian dengannya.

“Semangat ! Harus bisa !” Bianca bergumam yang masih bisa terdengar oleh Nila. Tangannya terkepal memberi semangat pada dirinya sendiri.

Sampai di depan ruangan ujian, Bianca yang sempat membasuh wajahnya di toilet tadi ditemani Nila menarik nafas panjang dan meneguhkan hatinya.

Heru, teman sekelompoknya selain Nila sedang duduk di bangku panjang depan ruangan. Bianca dan Nila menghampirinya dan ikut duduk bersebelahan dengan Heru.

“Sepertinya sedang tanya jawab kelompok di dalam,” tutur Heru.

“Bi,” Nila menjeda. “Elo yakin bisa fokus ?”

Bianca mengangguk mantap. “Jangan khawatir.”

“Memang ada apa ?” Heru menautkan alisnya dan memandang Bianca juga Nila secara bergantian.

“Panjang ceritanya,” Bianca tersenyum getir. “Power pointnya udah aman Her ?” tanyanya.

“Aman dan siap Bi.” Heru memberi kode oke dengan tangannya.

Bianca yang sudah mengeluarkan laporan tertulis untuk dibagikan kepada penguji menyerahkannya e Nila.

“Udah gue susun dan rapiin. Nanti tinggal dibagi aja Nil.”

“Doa dulu yuk sebelum masuk.” ajak Biancay yang langsunh diangguki oleh Heru dan Nila. Ketiganya langsung mengambil posisi doa dan tanpa suara mengucapkan doa masing-masing.

Heru mengulurkam tangannya mengajak kedua teman sekelompoknya untuk melakukan tos saling memberi semangat yang langsung direspons oleh Nila dan Bianca.

Dan lima menit kemudian ketiganya dipanggil untuk mendapatkan giliran menyampaikan presentasi bahan ujian mereka.

Terpopuler

Comments

anak_ultramen

anak_ultramen

kalo gw jadi bian udah gw tendang tu orang gw hajar habis2an biar dh masuk bk masuk bk aja , habis nya emosi banget udah kecentilan muka ga seberapa juga ihhh sebelll polll thor

2022-12-28

4

Venny

Venny

jahat banget si Icha,enak kan rasa'y jidat kau mencium tembok

2022-11-12

2

Hesti Ariani

Hesti Ariani

mau komen apa ...keren ceritanya. jadi inget masa sma duluuuuu

2022-10-25

2

lihat semua
Episodes
1 Surat Cinta
2 Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3 Bab 3 Devano vs Arya
4 Bab 4 Kecurigaan Della
5 Bab 5 Ketemu Si Centil
6 Bab 6 Buang atau Kenang
7 Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8 Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9 Bab 9 Curahan Hati Bianca
10 Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11 Bab 11 Ketemu Camer ?
12 Bab 12 Makan Siang
13 Bab 13 Terima Raport
14 Bab 14 Jangan Coba-Coba
15 Bab 15 PDKT yang Gagal
16 Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17 Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18 Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21 Bab 21 Kecelakaan
22 Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23 Bab 23 Takdir Kita
24 Bab 24 Kesempatan
25 Bab 25 Arti Persahabatan
26 Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27 Bab 27 Rindu Papa
28 Bab 28 Tentang Arya
29 Bab 29 Aku Membencimu
30 Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31 Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32 Bab 32 Devano vs Bianca
33 Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34 Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35 Bab 35 Selamat Jalan
36 Bab 36 Selamat Tinggal
37 Bab 37 Seorang Van yang Lain
38 Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39 Bab 39 Menginap
40 Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41 Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42 Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43 Bab 43 Ketemuan di Mal
44 Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45 Bab 45 Persiapan Magang
46 Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47 Bab 47 Jalan Baeng Diana
48 Bab 48 Rahasia Devano
49 Bab 49 Mengungkapkan
50 Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51 Bab 51 Obrolan Empat Pria
52 Bab 52 Makan Malam
53 Bab 53 Drama Pagi Hari
54 Bab 54 Sang Pewaris
55 Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56 Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57 Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58 Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59 Bab 59 Kunjungan Sahabat
60 Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61 Bab 61 Bukan Prank ?
62 Bab 62 Ke Kantor Arya
63 Bab 63 Melepasmu
64 Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65 Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66 Bab 66 Pamitan
67 Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68 Bab 68 Permintaan Desta
69 Bab 69 Permintaan yang Sulit
70 Bab 70 Pertemuan di Mal
71 Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72 Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73 Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74 Bab 74 Tidak Rela
75 Bab 75 Gagal Fokus
76 Bab 76 Macan Ompong
77 Bab 77 Obrolan Sore
78 Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79 Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80 Bab 80 Para Mantan Penggemar
81 Bab 81 Curahan Hati Devano
82 Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83 Bab 83 Cemburunya Devano
84 Bab 84 Jangan Buat Baper
85 Bab 85 Beri Aku Waktu
86 Bab 86 Mendadak Pulang
87 Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88 Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89 Bab 89 Nasehat Para Mama
90 Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91 Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92 Bab 92 Maunya Calon Suami
93 Bab 93 Para Sahabat
94 Bab 94 Undangan Lamaran
95 Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96 Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97 Bab 97 Tiga Bulan
98 Bab 98 Semakin Mencintaimu
99 Bab 99 POV Devano
100 Bab 100 Hari Bahagia
101 Ucapan Terima Kasih
102 Promo Novel Baru
103 Promo Novel Baru
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Surat Cinta
2
Bab 2 Geng Centil vs Geng Idola
3
Bab 3 Devano vs Arya
4
Bab 4 Kecurigaan Della
5
Bab 5 Ketemu Si Centil
6
Bab 6 Buang atau Kenang
7
Bab 7 Mimpi Buruk (Dimulai)
8
Bab 8 Mimpi Buruk Episode 1
9
Bab 9 Curahan Hati Bianca
10
Bab 10 Percakapan Tiga Sahabat
11
Bab 11 Ketemu Camer ?
12
Bab 12 Makan Siang
13
Bab 13 Terima Raport
14
Bab 14 Jangan Coba-Coba
15
Bab 15 PDKT yang Gagal
16
Bab 16 Kuliah, Sahabat dan Cinta
17
Bab 17 Mimpi Buruk Episode 2
18
Bab 18 Masih Lanjutan Mimpi Buruk 2
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Yang Pertama dan Terakhir
21
Bab 21 Kecelakaan
22
Bab 22 Pertemuan Tak Terduga
23
Bab 23 Takdir Kita
24
Bab 24 Kesempatan
25
Bab 25 Arti Persahabatan
26
Bab 26 Setitik Kebahagiaan
27
Bab 27 Rindu Papa
28
Bab 28 Tentang Arya
29
Bab 29 Aku Membencimu
30
Bab 30 Selamat Tinggal Putih Abu-abu
31
Bab 31 Selamat Tinggal Putih Abu-abu (2)
32
Bab 32 Devano vs Bianca
33
Bab 33 Selepas Putih Abu-abu
34
Bab 34 Hanya Untuk Kenangan
35
Bab 35 Selamat Jalan
36
Bab 36 Selamat Tinggal
37
Bab 37 Seorang Van yang Lain
38
Bab 38 Kejutan yang Mengejutkan
39
Bab 39 Menginap
40
Bab 40 Pelakor dan Pebinor ?
41
Bab 41 Pertemuan Bianca dan Diana
42
Bab 42 Bolehkah Aku Menyukaimu ?
43
Bab 43 Ketemuan di Mal
44
Bab 44 Biarkan Apa Adanya
45
Bab 45 Persiapan Magang
46
Bab 46 Berdikari Putra Wijaya
47
Bab 47 Jalan Baeng Diana
48
Bab 48 Rahasia Devano
49
Bab 49 Mengungkapkan
50
Bab 50 Semua Dapat Kejutan
51
Bab 51 Obrolan Empat Pria
52
Bab 52 Makan Malam
53
Bab 53 Drama Pagi Hari
54
Bab 54 Sang Pewaris
55
Bab 55 Kenapa Kamu Begitu ?
56
Bab 56 Reuni Lima Sekawan
57
Bab 57 Bukan Sekedar Karyawan
58
Bab 58 Sebenarnya Bagaimana ?
59
Bab 59 Kunjungan Sahabat
60
Bab 60 Kejutan untuk Bianca
61
Bab 61 Bukan Prank ?
62
Bab 62 Ke Kantor Arya
63
Bab 63 Melepasmu
64
Bab 64 Kunjungan Opa Ruby dan Mama Angela
65
Bab 65 Berakhirnya Waktu Magang
66
Bab 66 Pamitan
67
Bab 67 Sepenuhnya Sarjana
68
Bab 68 Permintaan Desta
69
Bab 69 Permintaan yang Sulit
70
Bab 70 Pertemuan di Mal
71
Bab 71 Psikolog Atau Cenayang ?
72
Episode 72 Cinta atau Obsesi ?
73
Bab 73 Kemarahan Opa Ruby
74
Bab 74 Tidak Rela
75
Bab 75 Gagal Fokus
76
Bab 76 Macan Ompong
77
Bab 77 Obrolan Sore
78
Bab 78 Sidak (Inspeksi mendadak)
79
Bab 79 Bukan Sulap Bukan Sihir
80
Bab 80 Para Mantan Penggemar
81
Bab 81 Curahan Hati Devano
82
Bab 82 Curahan Hati Devano (2)
83
Bab 83 Cemburunya Devano
84
Bab 84 Jangan Buat Baper
85
Bab 85 Beri Aku Waktu
86
Bab 86 Mendadak Pulang
87
Bab 87 Kenapa Jadi Kamu ?
88
Bab 88 Kok Pada Tahu ?
89
Bab 89 Nasehat Para Mama
90
Bab 90 Jangan Sampai Menyesal
91
Bab 91 Perseteruan Musuh Lama
92
Bab 92 Maunya Calon Suami
93
Bab 93 Para Sahabat
94
Bab 94 Undangan Lamaran
95
Bab 95 Tidak Sesuai Rencana
96
Bab 96 Lamaran yang Tertunda
97
Bab 97 Tiga Bulan
98
Bab 98 Semakin Mencintaimu
99
Bab 99 POV Devano
100
Bab 100 Hari Bahagia
101
Ucapan Terima Kasih
102
Promo Novel Baru
103
Promo Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!