Waktu terus berjalan dan tahun telah berganti lagi. Tidak terasa waktu ujian sudah dimulai. Diawali dengan try out dan ujian praktek sebelum memasuki puncak ujian sekolah.Anak-anak kelss 12 mulai terlihat sibuk dengan berbagai deadline dan jadwal ujian praktek beberapa bidang studi yang dibagi menjadi beberapa kelompok.
Jam 7.30, setelah membuka pagi dengan doa bersama dan wejangan dari guru walikelas, anak-anak kelas 12 mulai terbagi dengan jadwal masing-masing. Kelas Bianca sendiri kebagian ujian praktek bidang studi IPS terbagi atas ujian presentasi laporan keuangan secara berkelompok, presentasi gabungan ekonomi dan senbud tentang memanfaatkan benda sekitar untuk menghasilkan produk bahan daur ulang. Bianca tidak sekolompok dengan Mia ataupun Della. Ketiganya terpisah dalam 3 kelompok yang berbeda.
“Bi, udah kelar gambar proyeksinya ?” Mia dengan wajah lesu menghampiri Bianca yang sedang mempersiapkan bahan manual untuk diberikan ke penguji pada saat ujian praktek presentasi laporan keuangan. Dia sekelompok sengan Heru dan Nila.
Bianca mengeluarkan selembar kertas gambar berukuran A3 dari kolong laci mejanya.
“Dih bagus banget Bi. Beneran hasil karya elo nih ?”
Mia berdecak melihat hasil kerja Bianca berupa gambar proyeksi yang menjadi tugas akhir mapel seni budaya.
“Perjuangan 4 hari tuh,” Bianca menanggapi Mia sambil sibuk menyusun berkasnya.
“Gue punya berantakan Bi, asal nggak lewat deadline.” keluh Mia sambil meletakkan kepalanya di atas meja.
“Giliran kelompok elo presentasi jam berapa ?” Bianca memasukkan berkas yang sudah selesai dirapikan ke dalam map plastik.
“Terkahir Bi, sekitar jam 11 an.”
“Della mana ?” Mia mengangkat bahunya menjawab pertanyaan Bianca.
“Gue kumpul gambar dulu ya, elo mau bareng nggak Mia ?” Bianca memasukkan map plastik yang berisi berkas ke tas ranselnya. Dan setelah semuanya rapi masuk ke dalam tas, Bianca menyandang di kedua bahunya, tangan kanannya mengambil tugas ujian gambar dari Mia.
“Gue nanti aja deh bareng sekalian ke kelas presentasi. Mager pengen bocan dulu, Bi.” Mia dengan tampang lesunya langsung meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan di atas meja.
“Gue duluan ya, jadwal gue jam 10 soalnya.” Bianca mulai melangkah meninggalkan Mia yang hanya mengangguk dengan posisi yang sama. Sebelah tangannya terangkat melambai tanpa menoleh ke arah Bianca.
Dengan wajah sedikit lelah dan tegang, Bianca melangkah menuju ruang guru yang letaknya di lantai 2 bersisian dengan kelas-kelas IPA. Sejak kelas 12, Bianca dan teman-temannya menempati kelas-kelas di lantai 3.
Baru saja kakinya sampai di lantai 2, tangannya ditarik oleh seseorang. Belum sempat dia protes sebelah tangannya lagi dipegang oleh sosok yang berbeda. Bianca menoleh kiri dan kanan melihat siapa yang memegang kedua tangannya.
“Lepasin !” Bianca berusaha melepaskan kedua tangannya yang dicekal kiri dan kanan.
“Jangan coba-coba teriak,” bisik Lia yang memegang tangan kanan Bianca. Gambar proyeksi yang ada di genggaman Bianca diambil paksa oleh Chika dan mengibaskan ke wajahnya seperti kipas.
“Kembaliin !” Bianca berusaha melepaskan cekalan Lia dan Tasya saat melihat gambarnya dibuat kipas oleh Chika.
Gambar yang susah payah dibuat dan dijaganya agar tetap terlihat sempurna malah dibuat kipas oleh Chika. Tangan Bianca mengepal dan dengan sekuat tenaga dia berusaha melepaskan diri dari Lia dan Tasya. Rasa marah membuat tenaga Bianca lebih kuat 2X lipat dan akhirnya terlepas dari cekalan Lia dan Tasya. Bianca mendekati Chika yang masih menggunakn gambarnya untuk kipas. Plastik yang dipakai untuk melindungi gambar itu sudah dilepas oleh Chika.
“Ups terlepas, kamu sih Bianca,” Chika tertawa mengejek dan melepaskan gambar Bianca melewati tiang pembatas lantai 2 membuat gambar Bianca sempat melayang di udara terbawa angin.
“Brengsek !” Bianca dengan segala kemarahannya mendorong Chika hingga terbentur tembok pembatas lantai 2 yang tingginya hanya sebatas dada orang dewasa. Reflek Lia dan Tasya menghampiri Chika dan memegang tangannya dan menariknya menjauh dari tembok pembatas.
“Awas kalian ! Urusan kita belum beres,” mata Bianca memerah menahan marah. Hatinya ingin lanjut mengamuk kepada 3 sosok yang ada di depannya, namun hatinya tidak tenang melihat tugas gambarnya masih melayang di udara dengan posisi semakin merendah ke tanah. Bianca segera berlari menuruni tangga dengan pandangan tetap mengikuti arah kertas gambarnya melayang. Di ujung tangga, tanpa sengaja dia bertabrakan dengan Devano yang baru akan melangkah naik. Bianca berhenti sejenak mengusap jidatnya yang membentur dada Devano. Pandangan mereka sempat bertemu sesaat sebelum akhirnya Bianca mengalihkan pandangannya mencari lembaran kertas gambarnya. Tanpa bicara apapun Bianca segera meninggalkan Devano yang termyata diikuti Leo dan Ernest.
“Tuh anak kayak diuber setan,” komentar Ernest.
“Dia nguber kertas kayaknya,” jawab Leo yang sedari tadi mencoba mengikuti arah pandang Bianca.
“Kertas ?” Ernest mengerutkan dahinya.
“Bahan ujian kali,” Leo mengangkat bahunya dan kembali melangkah.
Devano yang tadi terhenti sempat menoleh sejenak dan mencari sosok Bianca. Dilihatnya gadis itu sedang berjongkok di atas tanah berumput yang letaknya di pinggir lapangan basket. Tangan kirimya memegang selembar kertas yang entah apa Devano tidak tahu, sementara tangan kanannya terlihat menepuk-nepuk sesuatu. Devano sempat menautkan alis penuh tanda tanya di dalam hatinya. Jarak mereka cukup jauh hingga Devano tidak bisa melihat jelas.
“Samperin Bro kalo penasaran,” Ernest yang mengamati gerak gerik Devano menepuk pelan bahu sahabatnya. Devano menoleh menatap Ernest dengan pandangan masam.
“Kurang kerjaan banget,” Devano mendengus kesal dan membalikkan badannya lalu mulai menapaki tangga naik ke lantai 2.
Ermest dan Leo sempat saling bertukar pandang dan mengangkat bahu bersamaan lalu tertawa pelan. Baru kali ini melihat Devano sedikit memperhatikan mahluk yang namanya perempuan.
Sementara di tanah berumput Bianca yang masih tetap dalam posisi jongkok berusaha menahan tangisnya. Peluh membasahi dahinya efek lari mengejar kertas gambar ujiannya, ditambah lagi perasaan emosi yang ingin diledakkan dari hatinya.
Dipandangnya lembaran kertas ganbar yang lecek dan kotor karena jatuh ke tanah merah yang sedikit basah. Rasanya ingin berteriak kesal pada Chika dan teman-temannya. Bianca menepuk-nepuk dadanya untuk menahan rasa emosi yang terus bergejolak dalam hatinya. Sedikit kecemasan terselip memikirkan bagaimana nasib gambar di tangannya yang harus dikumpulkan hari ini karena deadline.
“Bianca !” Teriakan Nila membuat Bianca menarik nafas panjang untuk meredakan emosinya.
“Gue cari kemana-mana, untung ketemu,” Nila sudah berdiri di belakang Bianca dengan nafas sedikit tersengal habis berlari.
“Ya ampun Bianca !” Nila berseru lalu menutup mulutnya dengan pandangan mata terkejut melihat gambar yang ada di tangan Bianca.
“Kok gambar elo jadi begitu ?” Nila menunjuk ke kertas gambar Bianca.
Bianca bangkit berdiri dan merapikan roknya. Peluh masih menetes di wajahnya.
“Iya,” gumam Bianca pelan. “Gue juga bingung harus gimana karena sudah deadline.”
Nila dan Bianca terdiam sejenak dengan pandangan ke arah kertas gambar yang sudah lecek dan beberapa titik terlihat kotor terkena tanah merah.
“Bi,” Nila menepuk bahu Bianca. “Bisa fokus ke presentasi kita dulu ? Habis ini giliran kelompok kita.”
Bianca menoleh dan menganggukkan kepala.
“Yuk kita ke ruangan ujian,” Bianca membalikkan badan dan melangkah menuju ruang kelas ujian prakteknya.
Terlihat beberapa kali Bianca menarik nafas panjang dan berat sementara Nila memilih diam berjalan bersisian dengannya.
“Semangat ! Harus bisa !” Bianca bergumam yang masih bisa terdengar oleh Nila. Tangannya terkepal memberi semangat pada dirinya sendiri.
Sampai di depan ruangan ujian, Bianca yang sempat membasuh wajahnya di toilet tadi ditemani Nila menarik nafas panjang dan meneguhkan hatinya.
Heru, teman sekelompoknya selain Nila sedang duduk di bangku panjang depan ruangan. Bianca dan Nila menghampirinya dan ikut duduk bersebelahan dengan Heru.
“Sepertinya sedang tanya jawab kelompok di dalam,” tutur Heru.
“Bi,” Nila menjeda. “Elo yakin bisa fokus ?”
Bianca mengangguk mantap. “Jangan khawatir.”
“Memang ada apa ?” Heru menautkan alisnya dan memandang Bianca juga Nila secara bergantian.
“Panjang ceritanya,” Bianca tersenyum getir. “Power pointnya udah aman Her ?” tanyanya.
“Aman dan siap Bi.” Heru memberi kode oke dengan tangannya.
Bianca yang sudah mengeluarkan laporan tertulis untuk dibagikan kepada penguji menyerahkannya e Nila.
“Udah gue susun dan rapiin. Nanti tinggal dibagi aja Nil.”
“Doa dulu yuk sebelum masuk.” ajak Biancay yang langsunh diangguki oleh Heru dan Nila. Ketiganya langsung mengambil posisi doa dan tanpa suara mengucapkan doa masing-masing.
Heru mengulurkam tangannya mengajak kedua teman sekelompoknya untuk melakukan tos saling memberi semangat yang langsung direspons oleh Nila dan Bianca.
Dan lima menit kemudian ketiganya dipanggil untuk mendapatkan giliran menyampaikan presentasi bahan ujian mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
anak_ultramen
kalo gw jadi bian udah gw tendang tu orang gw hajar habis2an biar dh masuk bk masuk bk aja , habis nya emosi banget udah kecentilan muka ga seberapa juga ihhh sebelll polll thor
2022-12-28
4
Venny
jahat banget si Icha,enak kan rasa'y jidat kau mencium tembok
2022-11-12
2
Hesti Ariani
mau komen apa ...keren ceritanya. jadi inget masa sma duluuuuu
2022-10-25
2