Jam 17.30 mereka keluar dari bioskop. Sepanjang film Bianca merasa tidak tenang dan akhirnya tidak menikmati film yang lagi booming untuk ditonton.
Perasaan yang tidak karuan karena ternyata Devano dan keempat temannya duduk di barisan persis di belakang Bianca, Della dan Mia. Beberapa kali Arya sempat menoel-noel bahunya dari belakang dan membuat Bianca tidak tenang. Bahkan cowok itu terang-terangan minta tukaran tempat duduk dengan Mia atau Della sebelum film dimulai.
Mia yang memang sudah ada hati dengan Ernest langsung mengiyakan tawaran Arya dengan maksud supaya bisa duduk dekat dengan cowok yang ditaksirnya. Tapi saat mendapat pelototan Della, Mia urung bertukar tempat dengan Arya. Devano yang duduk paling pinggir dekat jalan bersikap cuek dan masa bodoh dengan diskusi tempat duduk.
“Makan yuukk,” Joshua membuka percakapan saat sudah di luar area bioskop tetapi masih di dalam Mal.
“Dasar perut karet,” Leo menoyor kepala Joshua.
“Yah cemal cemil lah sambil ngobrol,” Joshua lanjut bicara dengan cueknya.
Mia menoleh menatap Della dan Bianca. Della mengangkat bahunya sebagai jawaban dan Bianca menggeleng.
“Udah sore,” cicit Bianca.
“Ya ampun Bianca, langit aja belum gelap masa udah mau pulang ?” oceh Joshua yang berjalan beriringan dengan Ernest.
“Gimana guys ?” Joshua menoleh ke arah Devano, Arya dan Leo.
“Terserah, ayo aja,” sahut Leo. Devano hanya mengangguk pelan.
“Kalo elo pada mau lanjut, Bianca mau pulang, biar gue yang anter. Elo sama elo ikut aja lanjut sama mereka,” kali ini Arya yang buka suara sambil menunjuk Mia dan Della.
“Nope,” Della langsung menolak. “Nggak ada cerita pergi kita yang jemput, pulang elo yang antar ya,” Della berbalik ke Arya dan menggerak-gerakkan telunjuknya.
“Bi, bentar aja,” Mia berbisik sambil memperlihatkan wajah memelasnya. Bianca mengerjapkan matanya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Tidak enak juga melihat Mia apalagi hari ini ulangtahunnya.
“Yes,” Mia tersenyum sumringah.
“Ayolah Boys, gue traktir tapi no mahal ya,” Mia menoleh ke arah Ernest dan Joshua kemudian menengok ke Devano, Arya dan Leo yang berjalan di belakang.
“Dih baik amat lo,” celetuk Joshua lagi.
Mia cuma senyam senyum sambil mengerjapkan matanya.
“Genit,” cebik Della. “Kalo kagak inget hari ini ulangtahun elo udah gue tampol tuh muka ganjen elo.”
“Wuuiihhh ulangtahun nih Mia,” Joshua langsung mengulurkan tangannya memberi ucapan. “Kalo ulangtahun nggak boleh no mahal biar banyak rejekinya.”
Mia melotot dan hendak menjitak Joshua. Tapi cowok itu dengan sigap menghindar. Mereka masuk ke salah satu cafe di mal.
“Selamat dong,” Ernest mengulurkan tangannya saat mereka sudah duduk di cafe.
“Sweet seventeen ya ?” Leo bertanya sambil memberi selamat juga setelah Ernest.
Mia mengangguk malu-malu saat menerima ucapan dari Ernest. Hatinya berbunga saat merasa Ernest benar menebak usianya. Della langsung mencebik dan memperlihatkan reaksi pengen muntah sementara Bianca tertawa kecil melihat ekspresi Mia yang memang sedikit menggelikan.
“Selamat ulangtahun,” giliran Devano memberi ucapan selamat dengan nada datarnya.
“Happy sweet seventeen Mia,” Arya yang terakhir mengucapkan dengan senyum tipis.
Setelah memesan makanan dan minuman, mereka mulai berbincang-bincang seputaran film yang baru ditonton. Bianca, Arya dan Devano yang banyak diam. Bianca menyibukkan dirinya dengan handphone karena merasa tatapan Arya yang lumayan membuatnya canggung, sementara Devano hanya diam dan cuek sambil memainkam handphonenya.
“Devan,” suara ketukan di kaca cafe membuat mereka yang sedang duduk di dalam menoleh semua. Posisi meja mereka memang dekat kaca yang berfungsi sebagai dinding cafe.
“Duh Mak Lampir,” gerutu Della pelan.
Seseorang yang tadi mengetuk kaca langsung melambaikan tangan saat melihat teman-temannya menoleh. Dengan sedikit tergesa, cewek centil itu segera masuk cafe dan menghampiri meja teman-temannya.
“Devano !” Nindi langsung menepuk bahu Devano saat sudah sampai di meja. Devano hanya menoleh tanpa menjawab apa-apa kembali sibuk dengan handphonenya.
“Katanya sibuk, nggak mau diajak ke mal. Tapi ini….” Nindi menggantung kalimatnya sambil menunjuk satu persatu yang duduk di situ.
“Jeng Nindi, yang disapa cuma Devan doang ? Kita-kita cuma bayangan doang nih ?” sindir Leo.
“Halo cowok-cowok ganteng,” bukan Nindi yang menanggapi tapi Chika yang datang bersamanya. Selain Chika ada Lia dan Tasya juga ikut bersama.
“Elo kok bisa barengan sih sama mereka,” wajah Nindi cemberut sambil menunjuk pada Bianca yang duduk sebelah Devano.
“Devano, elo kagak mau gue ajak malah pergi sama mereka,” sekarang Nindi menatap kesal pada Devano. Cowok yang diajak omong tetap diam tak bereaksi apa-apa.
“Woi Neng jangan soudzon yaa, kita tuh kagak janjian tapi nggak sengaja ketemu,” Leo kai ini yang buka suara.
Tidak lama pesanan makanan dan minuman mereka sudah datang.
“Elo mau makan apa mau jadi satpam berdiri gitu ?” Joshua yang sudah siap-siap makan menoleh ke arah Nindi dan teman-temannya.
“Kita baru kelar makan, gila kenyang banget,” Tasya menyahut sambil mengelus peurtnya.
“Yuukk aahhh, kan masih mau cari barang,” Lia mulai mengomel.
“Gue di sini aja sama mereka,” Nindi yang masih cemberut tetap berdiri dekat Devano.
“Eh, elo yang merengek minta ditemenin cari baju ya, jangan sekarang elo malah yang bikin acara semdiri,” Lia menoyor kepala Nindi.
“Apaan sih lo ?” Nindi menepiskan tangan Lia.
“Udah deh jangan ngadi ngadu ya,” Lia langsung menarik tangan Nindi yang masih berusaha berdiam di situ. “Udah berani ngajak, berani tanggungjawab lo.”
Nindi yang masih kesal menghentakkan kakinya ke lantai dengan wajah cemberut. Yang lainnya pamitan hanya dengan lambaian tangan mengikuti Lia yang sudah menarik Nindi ke luar cafe.
“Hufff untuk tuh Mak Lampir kagak jadi nongki bareng,” Mia menarik nafas sambil menepuk dadanya pelan.
“Musuh banget ya sama mereka ?” Ernest yang duduk di samping Mia bertanya pelan.
“Bukan musuh,” sahut Della. “Satu sekolah kan udah pada tahu mereka tuh genk perusuh, kerjanya cental centil sana sini kayak cewek-cewek kurang perhatian.”
Leo dan Ernest tertawa melihat eskpresi Della yang terlihat sangat kesal dengan bibir sedikit manyun.
“Terus kalo kita-kita gimana ?” Leo bertanya sambil mengedipkan mata ke Della yang langsung ditanggapi dengan cebikan Della.
“Jangan ngarep pujian deh ! Narsis,” sahut Della ketus.
“Ya kalian kan cowok-cowok yang selalu diidolakan ciwi ciwi,” Mia kali ini buka suara dengan nada malu-malu. Della langsung melotot menatapnya.
“Ganjen,” ketus Della.
“Dih emang kita babang-babang ganteng,” Joshua menyahut jumawah sambil menepuk dadanya sendiri.
“Iya nggak Bi ?” Ernest malah bertanya pada Bianca yang masih asyik berselancar dengan handphonenya.
“Eh apaan ya ?” Bianca gelagapan dan menurunkan handphonenya.
“Tadi pada bahas apaan memangnya ?” Bianca menatap Ernest lalu Leo dan Joshua.
“Diihh lagi pada kumpul elo malah bertapa,” Joshua mencebik sambil memakan sepotong kentang goreng.
“Sorry,” Bianca tersenyum.
Dia hendak mengambil tissue dan ternyata Devano juga bermaksud yang sama hingga tangan mereka bersentuhan. Bianca langsung panas dingjn.
“Sorry,” cicitnya pelan. Tapi Devano cuek dan mengambil tissue yang sempat dipegang bersamaan dengam Bianca.
“Cie cie kayaknya dari tadi jodohan nih,” goda Leo.
Arya yang melihat kejadian itu mengeraskan rahang dan mengepalkan tangannya di bawah meja. Dari seberang Della melihat wajah Arya yang terlihat kesal.
Akhirnya acara makan selesai juga jam 7 an. Bianca membisikkan Mia kalau setelah ini dia mau pulang. Mia cuma menggangguk.
“Jalan dulu yuk,” ajak Arya. Spontan semuanya kecuali Devano menatap Arya dengan penuh tanya. Tumben banget cowok dingin ini minta keliling mal dulu. Biasa kalau mereka pergi berlima, Arya dan Devano lebih memilih menghabiskan waktu di resto atau cafe di mal daripada menemani ketiga temannya sekedar cuci mata.
“Sorry kita-kita pulang duluan yakk,” sahut Mia. Padahal dalam hati dia ingin menerima ajakan Arya. Baru jam 7 belum terlalu malam. Jarang-jarang ada kesempatan jalan bareng genk cowok ganteng-ganteng ini apalagi sama Ernest. Duh padahal pengen sambil menyelam minum air.
“Yaahhh kagak seru dong,” tutur Leo. “Kan biar rame.”
“Sorry udah janji nggak pulang malam,” sahut Bianca. “Lain kali aja bisa janjian lagi.”
“Beneran nih ada lain kali ?” Arya bertanya sambil menatap Bianca. Gadis yang ditatap hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
“Mau dianterin sekarang ?” Tanya Arya kembali. Bianca langsung menggeleng.
Mereka pun saling berpamitan dan berpisah. Devano berdiri di pinggiran raling tanpa ikutan mengobrol.
“Devano pulang yaaa,” Mia sedikit berteriak melambaikan tangan ke Devano yang hanya dijawab dengan anggukan.
“Diihh mahal banget suaranya,” gerutu Mia. Ernest, Leo dan Joshua hanya tertawa.
Baru ketiga gadis itu melangkah ke arah yang berlawanan, di depan mereka sudah berdiri Nindi cs dengan langkah semi pragawatinya.
Mereka berpapasan dengan saling melotot. Hanya Bianca yang acuh sambil menatap ke arah lain.
“Untung kita pulang, kalo nggak males banget jalan bareng Mak Lampir,” ketus Della.
Mia dan Bianca hanya mengangguk mengiyakan sambil tertaw pelan. Teman mereka yang sedikit tomboi ini memang terkenal ketus juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
sifra medline
hiolih
2023-05-25
1
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-03-11
1
Dwi dewoll
sampai bab ini bikin ketawa sendiri🤪🤪🤪🤪
2023-03-04
1