pov. bu aidar (ibu mertua rania)
pertemuan awal ku dengan rania memberi kesan yang menurut ku menyentuh hati ku. walau ia terlahir dari keluarga kaya raya. tapi ia sangat bersahaja. apapun yang kami suguh kan saat ia bertamu pasti ia santap dengan senang hati. walau ia hanya memakan sedikit. tapi itu sudah sangat membuat ku merasa di hargai sebagai tuan rumah. selain ia gadis cantik dan berpendidikan. ia juga pandai menempatkan diri hingga ia dengan mudah di terima di mana pun ia berada. bagi ku tak ada kriteria khusus dalam mencari menantu. yang terpenting kelak ia bisa merawat ku seperti ia merawat orang tua kandungnya ketiķa usia ku sudah renta nanti.
"bu ai, itu tadi siapa yang datang bersama ahmad ?? pacarnya yaaaaa ??" tanya ayunda saat ia berbelanja sayur dan kebutuhan dapur yang lainnya di warung ku.
"iya yu. kenapa yu ?? kok kayaknya penasaran banget ??" cibir ku. karena aku tau,ia dari masa masih sekolah dasar (SD) dulu sudah dekat dengan anak ku ahmad. bahkan ketika semakin beranjak dewasa aku bisa menangkap kalau ia sangat menyukai ahmad.
"ooo a-anu.. enggak kok bu ai, a-aaaku cuma sekedar ingin tau aja. karena aku baru kali ini lihat ahmad bawa cewek ke sini. dah ya bu ai. permisiiiii !!" ia buru- buru pergi setelah membayar belanjaanya. dari raut wajahnya aku tau kalau saat ini ia kaget bahkan patah hati. sebagai orang tua aku sering merasa melayang saat pembeli dan para tetangga ku memuji ketampanan anak laki-laki ku. memang tak dapat di pungkiri kalau wajah anak laki- laki ku masih tergolong di atas rata- rata. apa lagi ahmad, ia memiliki postur tubuh tinggi, hidung mancung dan kulit kuning langsat. cocok lah jika di sandingkan dengan rania. sementara rasdi dan kobar juga tak kalah tampan dari ahmad. walaupun postur tubuh mereka tidak setinggi ahmad.
harapan ku sangat tinggi pada kobar dan ahmad agar mereka bisa mendapatkan istri yang bisa ikut menyokong perekonomian kami kelak. seperti rania, selain nanti ia mendapatkan warisan yang banyak dari keluarganya dan dengan pendidikannya yang tinggi sudah pasti akan mendapatkan pekerjaan yang bagus dan dengan gaji yang besar pula. cukup hanya rasdi yang menikah dengn mayana yang tak punya apa- apa. ia cuma punya adik yang banyak dan hutang yang menggunung di warung ku. boro- boro buat antu perekonomian, yang ada ia dan keluarganya numpang hidup pada ku.
sebenarnya perekonomian kami tidak lah seperti yang terlihat. rumah kontrakan yang ku miliki ada 6 unit, mobil, motor dan rumah yang kami tempati sebenarnya udah menjadi agunan di bank. modal warung yang habis karena di hutangi oleh pelanggan- pelanggan ku, hobi judi bola kobar dan tingkah kenakalan rasdi yang terjerumus narkoba membuat ku memutus kan mengambil pinjaman di beberapa bank.
~flah back on~
"selamat siang bu, dengan ibu aidar orang tua dari kobar ??" sapa seseorang di seberang sana melalui sambungan telepon.
"ya selamat siang pak. dengan siapa ini ??"
"kami dari kepolisin bu. ingin mengabarkan kalau kobar sekarang sedang kami tahan di kantor kami. harap ibu datang menemuinua sebagai keluarga"
degg....
ya allah. apa lagi yang kobar lakukan. baru 2 hari yang lalu ia babak belur di hajar karena hutang judinya menumpuk yang tak kunjung ia bayar. lalu ini apa lagi ??
aku gegas menuju ke kantor polisi, dan sesampainua di sana memang benar kobar tengah berada dalam sel tahanan mereka. karena kasus penjambretan.
'hhuuuuhhh dasar anak tak berguna !!" rutuk batin ku saat melihatnya duduk melamun di dalam sel tahanan.
" bu, tolong keluarkan aku.." mohonnya dengan wajah memelas.
"kenapa sampai begini nak ?? jika ayah mu dan orang- orang tau bisa- bisa kita akan jadi bahan ejekan dan ayah mu pasti kan marah besar !!"
"tolong lah bu, aku tak akan mengulanginya lagi" begitu lah alasan yang selalu ku dengar dari mulutnya saat ia sedang di ujung tanduk.
"aku mau dapat uang dari mana untuk menjamin kan mu kobar ?? kau tak ingat kah, 2 hari yang lalu aku baru melunasi hutang judi mu sebesar 700 juta ?? aku sudah menjadikan rumah- rumah kontrakan ku sebagai jaminan di bank" mendengar ucapan ku ia menangis memohon agar aku mengeluarkannya dari sana. melihat air matanya hati ku terasa bergetar. tak bisa ku tampik. ia dan rasdi adalah anak kesayangan ku. aku sangat memanjakan mereka. apa pun perbuatan buruk mereka selalu ku tutupi. agar nama baik mereka dan nama baik ku tidak tercoreng.
aku bergegas pulang. untuk sekarang aku belum bisa mengeluaran kobar dari sana. pikiran ku sangat berkecamuk. otak ku terus berfikir agar secepatnya aku bisa mendapat kan uang untuk menjamin kan kobar. rumah.. ya jalan satu- satunya rumah ini. aku gegas mencari sertifikatnya di lemari. tapi kali ini aku tak bisa berurusan dengan bank. sebab aku tak ingin suami ku tau kalau kobar saat ini sedang di tahan di kepolisian. cukup lah 2 hari yang lalu aku di maki- maki oleh nya. aku terpaksa memberi tahu nya sebab aku butuh tanda tangannya untuk mencair kan pinjaman di bank. kali ini harus benar- benar senyap tanpa sepengetahuannya.
aku membawa sertifikat rumah ku ketempat rentenir. setelah melihat sertifikat yang ku bawa tanpa ba- bi- bu ia lansung memberi ku pinjaman 100 juta. dengan perjanjian aku harus mengembalikan sebesar 130 juta dalam jangka 1 tahun.
setelah ang jaminan ku serah kan. maka kobar pun di perboleh kan pulang.
"setelah ini jangan buat masalah lagi ya, karena tak ada lagi harta ku yang bisa aku gadaikan untuk mencari pinjaman !!" aku sangat kesal melihat tingkah kobar. ia hanya menganggukkan kepalanya.
"bekerja ah yang rajin agar kau bisa membantu ku menebus sertifikat yang sekarang ada di tangan rentenir dan cari lah wanita yang berasal dari keluarga kaya raya agar perekonomian kita terangkat lagi nantinya" aku memberinua wejangan agar ia lebih baik kedepannya.
~flash back off~
hari- hari berlalu, kobar tak lagi berulah. entah ia benar- benar berubah atau ia yang kini masih dengan rapi menutupinya aku tak tau. Namun yang ku lihat semakin kemari ia semakin rajin bekerja. sebenarnya pekerjaan kobar termasuk sudah lumayan. ia bekerja pada perusahaan eksport import udang dan hewan laut lainnya. gajinya sudah di pastikan sudah di atas mencukupi. asal ia bisa benar- benar bisa meninggal kan tabiat judinya.
********
ketika itu aku terburu- buru ingin ke kamar mandi. ketika aku melewati kamar rasdi terdengar ia seperti menggigil. apakah ia demam ?? aku melewati saja kamarnya saat itu, karena aku sangat kebelet pipis. setelahnya baru lah aku ke kamar rasdi lagi. ku buka handel pintu kamarnya. tapi pemandangan yang tersaji di dalam kamarnya membuat mata ku terbelalak. ia menggigil kedinginan. tampak di tangannya ia memegang pisau kecil yang sangat tipis. sesekali ia mnyayat pergelangan tangannya dan setelahnya ia menyesap darahnya yang keluar dari sayatan pisau itu di kulitnya.
"rasdiiii !!!" aku setengah berteriak manggilnya. namun ia seolah tak mendengar panggilan ku.
"apa yang trjadi nak ??" aku menarik tubuhnya dengan kasar hingga ia berdiri dengan sempoyongan.
"minta duit bu, aku sangat membutuh kan nya" ia tampak sesekali mengendus hidungnya seperti orang yang tengah flu saja. tanpa berfikir aku lari menuju warung yang letaknya di depan rumah ku. ku ambil 3 lembar uang seratus ribu. lalu aku kembali ke kamarnya.
"segini cukup tidak ??" ia tak menjawab. tapi ia tetap memgambil uang itu lalu ia memakau sweeternua dan berlalu pergi.
sebenarnya ada apa dengan rasdi ?? selapas rasdi pergi. aku masih duduk termenung memikirkan apa yang ku lihat tadi. sejujurnya aku tak punya pengetahuan banyak dalam hidup ini. yang ku tau hanya bekerja keras membantu suami ku mencari uang agar kehidupan anak- anakkutak kekurangan apa pun.
******
sebulan sudah berlalu. aku tak pernah melihat hal aneh dari rasdi lagi. tapi yang membuat kepalaku serasa ingin meledaķ saat ini adalah bagai mana cara ku untuk bayar cicilan bank dan rentenir.
"mana gaji mu. berikan pada ibu. akan ibu jadikan tambahan untuk cicilan bank dan rentenir". aku mulai menagih janji kobar yang katanya akan membantu ku mencicil hutang- hutang yang berawal karenanya.
"gaji ayah kan ada bu, trus ibu juga punya warung yang setiap harinya ramai. pasti ibu ga akan kekurangan lah buat ayar cicilan" dengan enteng kobar mencoba lari dari perjanjian awalny dengan ku.
"heeiii, jangan berkelit kau kobar. ayah mu tak lagi memberikan gajinya seperti dulu. ia tak mau jika gajinya di pakai untuk bayar cicilan. bahkan kebutuhan rumah ini ia yang beri tiap harinya sesuai kebutuhan. tidak seperti dulu yang setiap awal bulan ia berikan semua gajinya. uang dari warung ibu tak tau ke mana. semakin hari uangnya semakin tak kelihatan. ga tau ke mana uangnya" aku masih berdebat dengan kobar.
"di ambil tuyul kali" ucapnya sambil ia masuk ke kamarnya dan menutup pintunya dengan suara membanting..
ggrrrrrrrrr rasanya aku sangat geram dengan anak tak berguna itu. ternyata janji- janjinya dulu cuma bualan. kalau aku tau ia akan ssperti ini ku biar kan saja ia bonyok- bonyok di hajar dan membusuk di penjara.
*******
semakin hari pendapatan dari warung ku semakin tak terlihat hasilnya. kadang ucapan kobar telintas di benak ku.
'apa benar di ambil tuyul ?? aahhh masak sih jaman yang sudah maju seperti sekarang masih ada yang memelihara tuyul ??' batin ku terus saja berucap sendiri.
tentu saja aku heran, sebab barang- barang jualan ku semakin habis. pelanggan ku juga tak ada yang berkurang. yang sering hutang pun tak pernah susah bayar. hanya bu tati ibu nya mayana saja yang hingga sekarang tak membayar hutang. sementara yang lain alhamdulillah masih lancar- lancar saja. lalu ke mana hasil penjualan ku ??
hari ini aku bertekat untuk membawa ke mana pun aku pergi semua uang hasil penjualan warung ku. di bantu tas pinggang untuk memudah kan ku guna membawanya ke mana pun.
siang ini matahari sangat terik. cuacanya sangat gerah. aku memutus kan untuk bersantai di pos ronda yang berada tepat di samping warung ku. selain di sini bisa menikmati hembusan angin yang menyejukkan, jarak pos ronda ini yang tak sampai 1 meter dari warung ku juga memudah kan ku dalam mengawasi warung ku. terpaan angin yang menelisik kulit ku membuat mata ini begitu mengantuk. sungguh itu kantuk yang tak bisa aku lawan. hingga akhirnya aku terbawa ke alam mimpi. akan tetapi kendatipun aku tengah tertidur masih dapat aku dengar suara laci meja di warung ku seperti ada yang menarik atau membukanya. suaranya tak berhenti di situ. ada juga suara lain yang di susul setelahnya. ada suara keranjang yang sengaja di dorong, bahkan sesekali aku mendengar suara kaleng terjatuh. mungkin itu suara literan beras ku yang di jatuh kan. aku tak bisa larut dalam tidur ku lagi. gegas aku mengintip dan ternyata ada seseorang yang sedang mengacak- acak warung ku.
"ke mana sih emak- emak cerewet itu narok duitnya. biasanya juga ga pakek di umpetin" gumam seseorang yang tengah mengacak- acak warung ku..
deggggg..
suaranya sangat familiar di telingaku. tapi kenapa ia mengatai ku emak- emak cerewet ??
"mau duit berapa kamu !!!!" seseorang itu kaget mendengarkan aku berteriak padanya. ia lansung mengambil langkah seribu. sebelum ia bisa keluar dari warung ku ia menabrak tubuh ku hingga aku terhuyung ke belakang. aku benar- benar tak percaya bahwa seseorang itu adalah orang yang sangat ku kenal. dari tadi aku tak bisa melihat wajahnya karena ia membelakangi ku dan kepalanya ia tutup dengan tapi sweeter yang ia kenakan.
"rasdiiiiiiii !!! jangan lari kaauuuuu !!!" apakah ia yang mengambil uang ku selama ini ?? kalau iya, pantas saja uang penjualan ku selalu tak kelihatan wujudnya dan di apakan olehnya duit itu ?? sementara uang jajannya tak pernah kurang ku berikan. bahkan jika ia minta uang lagi juga aku tak pernah tak memberinya..
"kenapa bu ai ?? itu tadi yang lari si rasdi ya ??" bu nila tiba- tiba saja sudah berada di warung ku.
"eeeehhh i- ituuu bu, rasdi ngambek karena aku tak memberi kan ia uang buat nongkrong di warnet" kilah ku agar bu nila tak curiga dan nama baik ku pun tetap terjaga.
"maklumi aja lah bu ai, namanya juga si rasdi masih kelas 2 smp. jadi pemikirannya itu masih labil bnget, masih pengen seneng- seneng sama temannya !" ucap bu nia lagi.
"ia. tapi aku ga suka ia keluyuran ga jelas bu. aku pengennya dia fokus belajar dan mengejar cita- citanya" ucap ku ketus. sebenarnya aku mulai risih karena bu nila seperti ingin lebih jauh tau tentang kejadian tadi.
"hmmmm itu sih maunya kita sebagai orang tua nya bu. anak- anak sekarang tak bisa terlalu kita kekang. sekali- kali kita harus beri kebebasan" ia tampak mengulas senyum nya ke arah ku. aku pun membalas senyumannya dan menganggu pelan. sebenarnya aku malas memperpanjang obrolan dengannya. ku iya kan ajalah agar ia tak berbicara tentang topik itu lagi.
"oh iya, bu nila mau beli apa nih ?? dari tadi keasyikan ngobrol. jadi lupa kalau saat ini bu neli ke mari sebagai pembeli" ucap ku sembari mengganti topik pembicaraan kami.
"ha ha ahh.. iya ya bu ai. aku pun lupa kalau sekarang aku juga lagi buru- buru. di rumah ku lagi ada tamu. mau buat kan minum tapi gulanya abis" kami sama- sama tertawa karena memang aslinya bu nila ini orang nya sangat humoris.
setelah membayar belanjaannya ia pun pamit pulang pada ku. sepeninggal bu nila kembali otak ku menerawang ke masalah si rasdi tadi..
"astagfirullah haladzim.." aku istigfar kala mengingat obrolan ku dengan ahmad kala itu.
~flash back on~
petang itu ahmad baru saja pulang dari bekerja. ia menghampiri ku yang tengah duduk di meja makan.
"ibu sedang apa ??" aku yang tak menyadari kehadiranya terkejut ketika ia menyapa ku hingga gelas yang ku pegang jatuh dan pecah beserakan di lantai..
"ibu kenapa ?? kok melamun sih ?? ibu pindah k kursi lain ya. biar ku bersih kan dulu pecahan kacanya" aku menurut saja apa yang di arah an oleh ahmad. tak memakan waktu yang lama semua serpihan kaca yang berserakan di lantai sudah selesai ia bersih kan.
"ibu kenapa sih bu ?? apa yang sedang ibu fikir kan ??" ia bertanya lagi pada ku sambil mengambil kursi dan duduk di sisi ku..
"hhmmm itu mad, ibu kepikiran si rasdi"
"ada apa dengan rasdi bu ?"
aku pun mulai mencerita kan tentang apa yang ku lihat di kamarnya. aku juga menceritakan keheranan ku terhadap perilakunya yang menyayat kulit tangan nya sendiri.
"ibu yakin dengan yang ibu lihat ??" ia seolah tak yakin dengan yang aku ceritakan. aku hanya mengganggukkan kepala. karena aku yakin 100% dengan apa yang ku lihat.
"harusnya ibu tak memberikannya uang sebanyak yang ia minta. karena aku yakin, dari yang ibu ceritakan si rasdi sudah menjadi pecandu berat narkoba jenis sa**"
aku terperangah mendengar penjelasannya. hați kecil ku rasanya tak percaya. tapi aku harus mencari tahu kebenaranya. sebab aku tak mau salah dalam menyimpul kan. bisa saja ahmad salah dalam penilaiannya kali ini.
~flash back off~
tersadar dari lamunan ku, bergegas aku mengambil motor ku. tak lupa aku menutup warung ku dulu. aku kendarai motor ku menuju tempat- tempat yang biasa ia kunjungi. tapi hasilnya nihil. ia tak berada di tempat yang biasa ia jadian tempat nongkrong.
'rasdiiii di mana kau nak ??' jerit batin ku..
aku tak kenal lelah. aku tetap memacu motor ku untuk mencarinya. semua teman- temannya pun mengaku tak melihatnya. namun dari temannya yang terakhir aku tanyai ia bilang kalau sekarang sangat dekat dengan anak- anak yang bermukim di pinggir rel keteta api. hati ku makin kacau. kuarah kan motor ku menuju pinggiran rel. sesampainya di sana aku lansung menanyakan rasdi dengan menyebut kan ciri- ciri rasdi lengkap dengan pakaian yang ia kenakan tadi ketika ia mengobrak abrik warung ku tadi. tapi tak ada yang mengaku melihatnya. aku terus berjalan maju hingga jalan yang ku telusuri hanya mentok pada tembok tinggi alias buntu. ketika aku memutar balik motor yang ku kendarai mata ku tertuju pada sendal yang tersusun pada teras rumah paling ujung pinggiran rel ini. aku turun dari motor ku untuk melihat lebih dekat sendal itu..
'ya... ini sendal miļik rasdi" yakin ku di dalam batin. suasana rumah itu sepi. namun sedang apa rasdi di rumah yang kelihatan sepi ini ??
aku memutar handel pintu tanpamengetuk terlebih dahulu.
'ahhhh terbuka? ternyata pintunya tidak di kunci'. aku tersenyum lega dan berjalan sangat hati- hati agar tidak menimbul kan suara. mata ku terus menelisik tiap inci ruang di rumah itu.
'tak ada siapa- siapa di sini' ucap ku dalam hati. langkah ku terus menuju arah dapur rumah ini. seketika terdengar suara seseorang terbatuk dari arah sana. aku terus melangkah. ada satu kamar lagi di dapur rumah itu. tapi kenapa pintunya di tutup ?? lagi aku memutar handel pintu dan mendorong pintunya pelan- pelan..
'astagfirullah...' dada ku sakit melihat situasi kamar ini. ada enam orang anak laki- laki di kamar ini dan salah satunya adalah orang yang aku cari- cari. namun bukan itu yang membuat dada ku terasa sakit. saat ini mereka terlihat tengah terlena hingga mereka tak acuh dengan keberadaan ku. aku melihat rasdi sesekali menghisap sedotan dari botol air mineral yang di dalamnya terdapat sedikit asap. terlepas dari itu di namakan apa aku tak mengerti. sontak aku menarik paksa tubuh rasdi dengan paksa dan membawanya pulang dengan motor yang tadi ku kendarai.
sesampainya di rumah aku mendapati imah yang sudah duduk menunggu kepulangan ku di pos ronda di samping warung ku. ia menunggu aku pulang karena semua pintu ku kunci dan dia jelaş tak dapat masuk. ku lirik jam yang bertengger di pergelangan tangan ku. yaaa ini memang jam pulang imah setelah kursus menjahit.
"buka pintunya cepat imah" ucap ku sambil menyodorkan kunci kepada imah. ia dengan cepat membuka pintu. setelah ku parkir kan motor ku kembali ku seret rasdi menuju kamar mandi. ku guyur ia dengan air sebanyak- banyaknya. rasdi hanya terduduk tak ada reaksi saat ku guyur.
"kenapa di guyur bu ?? biar kan aja diA. dia yang mau jadi sampah masyarakat" imah berujar seolah- olah ia tau kelakuan rasdi.
"rasai kau ras.. blom kerja aja sok- sokan nya**, mana yang kau pakai sa** KW. ga punya duit ngellem deh" ia menunjuk- nunjuk wajah rasdi.
"jadi kamu tau kelakuan rasdi di luar sana imah ??" ucap ku tak percaya.
"ya tau lah !!. tapi aku ga berani bilang. nanti ujung- ujungnya aku juga yang ibu marahi. ibu kan sangat melìdungi kobar dan rasdi. jadi apa pun yang ku tau tentang kelakuan mereka, aku tak mau bilang ke ibu"
degggh...
ucapanny itu.. ya ucapannya itu berhasil membuat hati ku hancur. ia benar, di banding kan dia dan ahmad. aku lebih menonjolkan rasa sayang ku terhadap kobar dan rasdi. tapi apa yang ku lihat. kedua anak kesayangan ku lah yang menghancur kan ku.. tidaakkkk.. ini belum terlambat. sebelum nama baik ku di mata tetangga hancur, aku harus bisa mengatasi ini. kobar dan rasdi pasti bisa berubah.
*******
hari ini rasdi pulang membawa mayana untuk di kenal kan pada kami. bukannya tidak senang. tapi ia mengatakan kalau ia telah menghamili mayana. blum juga hilang rasa keterkejutan ku ketika mendapati dia sedang terlena di bawah tekanan narkoba, kini ia menghantam ku dengan kenyataan baru lagi. ayahnya, ahmad dan imah jelas dengan lantang menyatakan ketidak percayaannya dan berharap itu hanya lelucon. tapi ia tetap bersikeras untuk menikahi mayana. padahal aku setuju dengan pendapat ahmad kalau lebih tepat kami memastikan dulu kehamilan mayana ke dokter kandungan.
aku tak bisa apa- apa, aku hanya bisa menangisi nasib rasdi. jika benar mayana hamil. maka ia akan menjadi seorag ayah yang tak punya masa depan yang jelas. dengan usianya yang sekarang sudah pasti ia tak akan bisa punya pekerjaan. di tambah lagi ia yang tak akan tamat SMP. aaarrrrrgggghhh kepala ku serasa pecah memikirkannya.
satu tahun umur penikahan rasdi dan mayana dulu tapi jangan kan melahirkan. tanda- tanda perut mayana membesar pun tak ada.
~flash back on~
"kapan kamu lahirannya may ?? kok udah satu tahun menikah segitu- gitu aja perut mu. jangan- jangan kamu pura- pura hamil buat mendapatkan adik ku !!" imah tampak jengah dengan kebohongan mayana.
"kata siapa aku pura- pura hamil kak. aku beneran hamil kok. tapi hamil anak cacing ya jelas lah ga lahir- lahir !!" ucap mayana yang terdengar memperolok imah. ku lihat imah yang sudah terbakar emosi aku berinisiatif untuk mnengahi mereka.
"sudah- sudah. lanjut kan pekerjan masing- masing. ngapai ribut- ribut. udah tua, malu sama rambut bawahnya" ucap ku sambil menarik mayana menjauh dari imah. terlihat imah mengepal kan tangannya dengan kuat hingga buku tangannya memutih. ia pasti geram dan merasa aku lebih membela mayana. sebenarnya aku tak membela mayana. hanya saja lebih pada menjaga perasaan rasdi. aku takut, jika ia tersinggung dan ia merasa sedih ia akan pergi meninggal kan rumah ini. kalau itu terjadi aku yang akan sangat sedih. karena ia tak akan bisa bertahan hidup di luar sana. selama menikah pun aku lah yang menanggung semua kebutuhan mereka. aku sadar tengah di manfaat kan oleh mayana. tapi apa boleh buat. rasa sayang ku terhadap rasdi dapat menepis perbuatan tak menyenangkan yang di lakukan istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments