part 10

Setelah keluar dari ruangan presdir aku jadi gak fokus, kira kira apa yang akan di bicarakan presdir padaku sepertinya begitu serius. Dan apa maksud dari ucapan nya yang soal kemarin? kenapa orang ini selalu buat aku kebingungan sih.

"Ada apa len kayak nya hari ini kamu gak fokus?" Tanya pak ben.

"Entahlah pak, hari ini semua yang saya pikirkan hanya kerja kok tapi masalah nya saya gak bisa fokus sama sekali." Jelasku pada pak ben, benar hari ini aku benar benar tidak fokus.

"Apa kamu kurang sehat?" Timpal ketua Hena.

"Sepertinya saya sehat kok." Balasku seraya memegang dahi memastikan aku benar benar sehat.

"Mungkin stres karena kerjaan." Sambung Jia.

"Frustasi." Ucapku lemah.

"Frustasi karena apa?" Jia mendekatiku, mulai deh kambuh rasa penasarannya dasar ratu gosip.

"Pergi sana." Aku mendorong Jia perlahan. "Jangan ngada ngada, ini frustasi biasa."

"Sombong beut dah Alena." Umpat Jia seraya kembali ke kursinya.

Ayah kenapa ayah begini pada anak ayah?

Menikahkan bukan hal yang gampang, mana aku juga belum siap sama sekali buat melayani suami aku masih ingin sendiri. Dan sekarang bos besar ingin bertemu denganku, ahhh gila makin stres deh.

Jam pulang kerja

"Kamu yakin gak ikut makan bareng sama kita?" Tanya Jia, malam ini ketua Hena mengajak kami makan malam bersama merayakan kesembuhan Jia, padahal aku ingin menghadiri makan malam ini tapi aku terlanjur janji dengan presdir.

"Iya yakin, yaudah sana kalo mau makan makan." Balasku.

"Baiklah kalo yakin gak ikut, kita juga gak maksa." Ucap pak ben.

"Sayang sekali Alena gak ikut, semoga malam mu menyenangkan Alena." Sambung ketua Hena seraya mengelus tanganku.

"Iya gak papa." Bohong sekali bilang gak papa, ketua Hena, pak ben, Jia aku ingin ikut apa kalian bisa dengar isi hatiku.

"Kami duluan ya, bye." Ucap Jia yang menghilang dari pandangan ku.

"Bye." Balasku lesu.

****

Malam ini aku menunggu presdir di tempat yang di beritahu presdir padaku lewat massage, apa aku terlalu cepat datang soalnya aku menunggu sudah hampir setengah jam tapi presdir belum menampakan diri. Jujur aku gelisah tiba tiba orang seperti presdir mau menemuiku di jam malam, tapi aku harus menghadapinya. Oke Alena jangan gugup presdir juga manusia dan sama makan nasi, ngapain takut dan gugup bukannya seharian kemarin aku dan presdir berduaan walau gak nempel nempel banget cuma anterin aku doang tapikan itu termasuk berduaan.

"Mau pesan apa mbak?" Tanya seorang pelayan untuk kedua kalinya, dari tadi aku menunda untuk memesan.

"Saya pesan teh hangat aja, ada kan mbak?" Tanyaku kepada pelayan itu, bukannya kenapa aku menanyakan teh hangat soalnya keuanganku benar benar menipis dan hanya tersisa seratus ribu saja. Padahal ini restoran kelas atas pasti harga makanan sama minuman nya mahal mahal, semoga aja teh hangat ada dan harganya bersahabat denganku.

"Ada mbak, ada yang mau di tambahkan? Makanan nya sekalian mbak!" Pelayan itu tak tahu apa kalo aku sedang miskin banget.

"Nggak, cukup itu saja." Balasku ramah.

"Baik kalo begitu saya permisi." Ucapnya meninggalkan aku.

"Iya." Balasku singkat.

Pesanan pun sudah datang tapi presdir belum juga datang, apa aku pulang saja. Aku sudah bosan menunggu, membuka ponsel pun tak ada yang aneh.

"Presdir mana sih?" Aku mulai bosan, menatap arloji yang ku kenakan. "Ini sudah pukul 21.00 kok gak datang datang."

Aku memutuskan untuk pulang dari restoran itu dan membayar segelas teh hangat tadi harganya cukup fantastis sekali untuk segelas teh hangat sampai seratus ribu, padahal uangku ini aku simpan dan kini aku harus merelakan dan aku benar benar jatuh miskin. Maaf dompet kali ini kamu memiliki ruang yang begitu luas tanpa isi, presdir keterlaluan kalo tahu gini lebih baik aku ikut makan malam bareng ketua Hena dan yang lainnya kan lumayan bisa makan makan, padahal malam ini aku sangat lapar sekali.

"Alena." Panggil seseorang dari sebrang jalan.

Aku menoleh ke arah suara itu. "Presdir?"

"Alena tunggu." Teriaknya seraya berlari ke arahku.

Eh tunggu kok dia berlari gitu, aduh bikin deg degan aja.

"Pak presdir?"

"Alena maaf saya terlambat." Ucapnya ngos ngosan.

"Bapak kenapa berlari mana mobil bapak?" Tanyaku respek menanyakan keberadaan mobil, kurang ajar sekali padahal bos sendiri sudah berlari buat ketemu denganku.

"Mobil saya mogok, saya berlari ke sini dan berharap kamu belum pergi tapi kayaknya saya memang terlambat." Ucapnya.

"Kenapa gak naik taksi saja?" Tanyaku, aku kan jadi merasa bersalah kalo dia begini padaku.

"Tadinya sih naik taksi tapi jalanan macet, saya turun dan berlari kesini." Ucapnya terus terang.

"Begitu ya, pasti bapak capek. Nih." Aku memberikan minuman yang setiap hari selalu ku bawa.

"Makasih." Ucapnya seraya mengambil botol minuman, tunggu dia minum padahal itu bekas bibirku.

"Segar sekali." Pesonanya saat mengatakan segar membuat hatiku bergetar, cukup Alena jangan mikir yang macam macam.

"Sebenarnya ada apa bapak minta ketemu?" Tanyaku yang masih penasaran.

"Kamu ingat saat kamu meracau gak jelas? Kamu bilang ayah kamu nyuruh nikah padahal kamu sendiri baru putus sama pacar kamu." Jelasnya tiba tiba.

"Masa iya saya bicara seperti itu?" Ingatanku ngebug, aku memikirkan kejadian hari itu.

"Ingat?" Tanyanya seraya mendekatkan wajahnya.

"Coba ingat ingat Alena." Batinku.

Waktu itu aku memangnya banyak bicara tapi inti pembicaraannya aku benar benar lupa, tapi aku harus mengingat. Sebenarnya tidak harus mengingat kejadian hari itu, toh emang iya aku frustasi karena permintaan ayah yang nyuruh aku nikah.

"Apa sudah ingat?" Lagi lagi dia bertanya, apa seharus itu aku mengingatnya.

"Iya." Balasku padahal belum ingat sih.

"Begini, apa kamu mau menikah dengan saya?" Apa dia tiba tiba mengajak aku menikah, atas dasar apa dia berani menikahi pegawai rendahan ini. Apa ini hanya ilustrasi aku saja, tapi kok rasanya kayak nyata.

"M-menikah?" Aku ternganga.

"Iya menikah, maukan?" Tanyanya memastikanku.

"Apa aku sedang mimpi tuhan, kalo sedang mimpi tolong bangunkan aku." Gumamku pelan karena takut kedengeran, tapi ya walaupun pelan percuma toh duduknya berdekatan ya otomatis ke denger.

"Kamu gak mimpi Alena, ini nyata." Sambungnya.

"Kalo ini nyata, tolong tampar saya." Aku memohon untuk minta di tampar.

Plakkk.....

"Awhhh sakit gak usah kenceng juga kali pak namparnya, sakit." Ucapku seraya memegang pipi yang kena tampar presdir, rupanya ini memang nyata.

"Kan saya sudah bilang kalau ini nyata." Ucapnya seraya mengelus pelan pipiku yang kena tampar dirinya. "Maaf pasti sakit ya."

"Tapi kok tiba tiba bapak ngajak saya nikah, apa tujuan bapak?" Ucapku penuh selidik.

"Jadi begini ceritanya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!