"Begal?" Tanya ketua Hena agak sedikit kaget.
"Iya, minggu kemarin tetangga saya pulang kerja jam 22.30 kena begal sekarang istrinya sakit ya karena kena begal. Pokoknya kasian deh." Jelas Jia yang ucapannya sedikit belepotan kesana kemari.
"Sebaiknya kita bermalam di rumah Jia saja, tapi pak Abi pasti bakalan gak nyaman tidur di tempat kecil." Ucap Jia sedikit kecewa.
"Gak papa daripada kena begal, lebih baik bermalam di sini itupun kalo di perbolehkan." Timpal Pak Abi.
"Boleh kok pak." Balas Jia antusias menyiapkan tempat untuk tidur. "Maaf kamar saya hanya cukup untuk 2 orang saja, dan bapak bisa tidur di kamar sebelah. Kamarnya sih kecil hanya muat untuk satu orang karena kasurnya kecil."
"Jia saya mau tidur sama kamu." Ucap ketua Hena terburu buru, mungkin dia takut aku yang akan tidur bareng Jia.
"Baik bu, mari." Jia mempersilahkan ketua Hena memasuki kamarnya. "Selamat istirahat, oh iya dua orang lagi bisa tidur di sini. Maaf."
"Pak ben apa gak papa tidur di sini, saya tidur di bawah saja." Ucapku pada pak ben.
"Sebenarnya saya suka sakit pinggang kalo tidur di kursi seperti ini, tapi apa boleh buat. Silahkan bapak ke kamar untuk istirahat." Tutur pak ben yang memberi kode supaya mau menukar tempat tidurnya dengan presdir, sangat jujur sekali pak ben.
"Kalo begitu pak ben bisa tidur di kamar." Tuhkan aku sudah menduga, pasti presdir akan mengalah dasar pak ben.
"Tapi pak." Pak ben kelihatan sungkan sekali. "Baiklah kalo begitu, saya permisi masuk."
Di ruang tamu tinggal aku dan presdir, lampu sudah di matikan hanya lampu tidur yaang sedikit redup aku duduk di lantai dan presdir duduk di atas kursi. Situasi yang sangat mencanggungkan, mataku sudah sangat tidak bisa di ajak melek. Ku beranikan diri untuk memulai pembicaraan.
"Selamat beristirahat pak." Ucapku pelan.
"Mau tidur?" Tanyanya.
"Iya sepertinya saya sudah benar benar ngantuk."
"Baiklah, tidur di sini." Dia turun dari kursi, dan menepuk kursi.
"Jangan pak, saya sudah terbiasa tidur di lantai."
"Baiklah terserah kamu." Dia kembali duduk ke atas kursi, dan diam seribu bahasa.
Apa apaan ku kira akan di paksa tidur di kursi tapi, ah sudahlah ini sudah larut dan aku sudah mengantuk. Mataku mulai tertutup dan aku tak ingat apapun.
Pov Abi...
"Apa dia sudah tidur?" Aku turun ke bawah melihat apa wanita itu sudah tertidur apa belum.
Aku memperhatikan wajahnya yang teduh saat tertidur, nyaman dan sangat indah saat menatapnya.
"Dingin." Dia meracau saat tidur, aku repleks membuka jasku dan menutup tubuhnya dengan jas milikku.
"Semoga gak terlalu dingin." Ucapku pelan seraya menepuk pelan tangannya, dia tidur menyamping.
Baru kali ini aku tidur di tempat seperti ini bersama gadis di bawah lampu yang menyala redup, jika melihat hanya remang remang saja. Sangat nyaman untuk tidur, biasanya aku susah tidur tapi kali ini aku merasa ngantuk sekali. Aku menjatuhkan kepalaku, aku tertidur di lantai namun ada jarak yang begitu jauh karena takutnya ya terjadi sesuatu kepada gadis yang ada di sebelahku.
Pov end..
Pagi
"Guling yang sangat besar, nyaman sekali." Ucapku yang masih tertidur.
Sejak kapan ada guling disini? Nyaman sekali memeluknya aku jadi gak mau bangun. Tapi tunggu ini bukan guling, aku meraba setiap yang ku peluk. Tidak ini bukan guling, aku membuka mataku ya tuhan ini ini ini presdir jadi aku tidur memeluk presdir. Aku menatap setiap inci mukanya terlihat teduh, aku melihatnya sedekat ini sungguh sangat tampan sekali. Dia terbangun, aku yang kaget repleks menutup mataku kembali dan belum melepaskan pelukan maaf pak Abi ini terlalu nyaman.
"Astaga." Ucapnya yang juga kaget.
"Apa aku bangun aja?" Batinku.
Aku membuka mata perlahan dan masih belum melepaskan pelukanku padanya, aku pura pura gak tahu aja.
"Ya ampun." Kagetku, pura pura menjauh darinya. "Maaf pak, sa-saya gak bermaksud menyentuh bapak."
"Gak papa, ini terjadi saat tidur. Kamu gak ingat apa apa dan saya juga sama." Ucapnya begitu tenang.
"Maaf pak." Kataku sambil menunduk.
"Sudahlah lupakan, mari bangun takutnya yang lain keluar dan melihat kita." Ucapnya bangun seraya merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
Aku bangun dan duduk sejenak merapikan rambut dan jiga pakaianku yang berantakan, saat akan membenarkan kaos kaki aku heran kenapa ada jas di pangkuanku? Apa jangan jangan milik...
Aku melirik lelaki yang ada di sampingku, benar saja ini jas miliknya jadi semalam dia menyelimutiku dengan jasnya. Begitu sweet tapi sayang sweet bukan karena cinta tapi karena rasa tanggung jawab terhadap pegawai.
"Selamat pagi." Sapa ketua Hena dari balik pintu kamar Jia.
"Pagi." Balas presdir.
"Pagi." Sambungku.
"Apa tidur bu Hena nyenyak?" Tanya presdir.
"Sangat amat nyenyak." Jawab ketua Hena seraya tersenyum.
"Bagus." Sambung presdir, sunggu hidupnya sangat singkat sekali bicara hanya to the point aja. Bagus hidupnya tanpa basa basi.
"Pak ben mana?" Tanya ketua Hena mencari keberadaan pak ben.
"Entahlah mungkin masih tidur." Balasku cepat.
"Dasar pak ben." Umpat ketua Hena.
"Pagi semuanya." Sapa Jia yang baru keluar dari kamarnya, dia sudah rapi wangi dan cantik.
"Wihh wangii." Aku memberi pujian pada Jia, dia terlihat salting dan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga seraya tersipu malu, jijik sekali.
"Biasalah pagi pagi mandi sangat bagus untuk kesehatan." Ucap Jia yang senyum senyum gak jelas.
"Aduh aduh kalian pasti lapar, sebentar ya saya belum beres masaknya." Ucap ibunya Jia yang datang dari dapur.
"Biar saya bantu ayo Jia kita bantu ibu kamu." Ucap ketua Hena menawarkan diri untuk membantu ibunya Jia.
"Mari mari." Ibu Jia, ketua Hena dan Jia pergi ke dapur, sedangkan aku hanya termenung aku malas membantu.
Pagi ini begitu bahagia bagi ku, sudah hampir setahun aku tidak pulang kampung. Aku merindukan suasana kampung yang ramai merindukan ayah dan ibu. Tak terasa air mata pun mentes, serapuh ini rindu pada keluarga.
"Alena." Aku di kejutkan oleh suara bas milik presdir.
"Iya." Aku menatap pemilik suara bas itu seraya nge lap air mata di pipiku.
"Kamu nangis?" Tanyanya mungkin penasaran karena aku tiba tiba menangis.
"Tidak pak, tidak apa apa." Balasku pelan.
"Saya nanya kamu nangis bukan nanya kamu kenapa, kamu tidak fokus apa baik baik saja?"
"Ahh maaf pak saya sedang sedih saja."
"Kenapa?"
"Rindu keluarga."
"Pantas saja kamu nangis. Sudah jangan nangis kalo nangis kamu jelek." Ledeknya.
"Bapak jahat banget." Balasku memukul lengan kekar miliknya.
"Sakit juga di pukul cewek cengeng." Balasnya menangkap tanganku, pandangan kami bertabrakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments