Abi pov....
"Tunggu." Ucapku menghentikan langkahnya, dia berbalik melihat ke arahku.
"Bapak gak usah turun, biar saya saja yang belanja." Ucapnya menyuruhku untuk tetap menunggu di mobil.
"Cepat kita belanja." Ucapku tak menggubris ucapannya, aku berjalan mendahuluinya dia mengekor di belakangku.
"Apa saja yang harus di beli?" Tanyaku padanya.
"Kita beli mie level pedas terus camilan, minuman soda terus apalagi ya? Kayanya udah." Balasnya bersemangat mendata daftar belanjaan yang ingin di belinya.
"Jangan melambai terus, aku jadi tergoda. Kita berjumpa seminggu lagi oke!" Ucapnya pada sebuah bingkisan cokelat, lucu sekali baru kali ini aku melihat orang bicara pada sebuah cokelat. Ekspresinya sangat menggemaskan.
"Ada apa?" Tanyaku pura pura tak tahu.
"Ah...anu gak papa kok pak." Jawabnya kikuk.
"Bawa ini ke kasir, kita bayar." Ucapku seraya memberikan keranjang belanjaan padanya, dia mengambilnya dan berjalan menuju kasir. Aku mengambil satu bungkus cokelat dan sesegera menyusulnya.
"Berapa total semuanya?"
"Tiga ratus ribu."
Aku menyodorkan uang cash, kebetulan sekali aku megang uang cash.
"Bawa ini, nanti saya nyusul." Ucapku padanya seraya memberikan dua kantong kresek, kulihat dia berjalan dengan susah payah mungkin karena barang belanjaannya yang banyak. Gak tega juga sih tapi ya apa boleh buat, dia harus menurut kepada atasan bukan.
Setelah membayar cokelat aku menyusul dia, karena cukup jauh menuju mobil dia masih jalan dengan bebannya. Ingin sekali ku menghujatnya, lamban.
Pov end....
"Ish, kenapa berat sekali sih?" Aku meletakan kantong kresek, sulit sekali ini terlalu berat buat aku. Aku menarik nafas dalam dalam, ku angkat kedua kantong kresek itu eh tunggu kok ringan? Aku menoleh ke samping, Pak Presdir?
"Loh pak biar saya saja, saya kuat kok." Ujarku padanya, dia melepaskan pegangan kresek alhasil aku jatuh terduduk.
"Aww..." Rintihku, dia berjongkok dan menatapku.
"Jangan belagu sudah tahu gak kuat bawa malah maksain diri, ngejago?" Ledeknya, aku menunduk mendengar ucapannya.
"Nggak pak, jujur saya gak kuat bawa dua kantong kresek sekaligus." Aku terlanjur harus jujur.
"Biar saya bawa, untungnya saya beli soda yang kemasan kaleng kalo beli kemasan kaca sudah pecah semua." Omelnya yang memungut barang belanjaan yang berjatuhan, aku makin merasa gak enak.
"Gak mau bangun? Apa emang gak bisa bangun?" Tanyanya seraya menjulurkan tangannya, aku memegang tangannya untuk menopangku berdiri.
"Terimakasih pak, maaf saya merepotkan bapak." Tuturku seraya menunduk, malu gak enak rasanya bercampuran.
"Sudahlah, ayo."
****
"Apa rumah Jia sejauh ini? Perasaan gak nyampe nyampe." Ucap pak presdir memecah keheningan.
"Bentar lagi juga nyampe kok." Balasku, jujur emang udah pegel banget duduk di mobil terus. Aishhh, si Jia sih malah pulang ke rumah orang tuanya jadikan perjalanan nya gak nyampe nyampe.
"Sebenarnya kalo Jia gak pulang ke rumah orang tuanya, kontrakannya dekat dengan saya sih pak." Tuturku.
"Jadi kita akan ke rumah orang tuanya?" Tanyanya yang kulihat sebelah tangannya menggaruk perlahan jidat.
"Iya pak." Balasku singkat.
"Sebenarnya ini buang buang waktu, untung besok weekend." Batin Abi.
"Maaf pak kami jadi merepotkan bapak." Ujar pak ben merasa tak enak.
"Tak apa." Balasnya datar, sudah sangat ketebak mungkin dia kesal.
Aku melihat ke belakang, ketua Hena dan pak ben sudah terlelap dalam mimpinya. Aku menatap pak presdir dia begitu lihai mengendarai mobilnya. Suasana kembali hening, dan waktu sudah menunjukan pukul 19.30.
"Di depan belok kanan pak." Titahku seraya menunjuk pertigaan yang ada di depan. Dia membalas dengan anggukan saja, apa mungkin dia kesal? Tapi bodo amatlah terserah dia mau apa apa juga.
"Berhenti di depan rumah yang cat nya warna hijau pak." Titahku lagi padanya.
"Yang warna hijau ada dua." Timpalnya.
Ah benar juga yang cat hijau ada dua aku lupa juga sih sebenarnya.
"Yang sebelah kanan pak." Ucapku. "Kalo gak salah."
Mobil pun akhir nya berhenti, ku lihat ketua Hena dan pak ben masih tertidur.
"Bu pak ayo kita udah sampe." Ucapku membangunkan mereka berdua.
"Sudah sampe ya?" Tanya ketua Hena celingak celinguk.
"Iya, ayo turun."
Kami bertiga turun dari mobil dan di ikuti presdir, dia menarik tanganku.
"Ada apa pak?" Aku keheranan kenapa tiba tiba narik tangan.
"Ada apa kenapa kalian berhenti?" Tanya ketua Hena yang menyadari kalo aku dan presdir malah berhenti.
"Kalian duluan saja, saya dan Alena mau bawa barang belanjaan." Jelasnya sigap, tadinya aku geer kirain ada apa narik narik tangan aku eh ternyata di suruh bawa belanjaan.
"Oh begitu, kalo gitu kami duluan pak." Ujar ketua Hena.
"Duluan pak." Timpal pak ben sedikit menunduk.
"Iya." Balasnya singkat.
"Bawa barang belanjaan nya." Titah nya padaku, aku membuka pintu mobil dan mengambil dua kantong kresek yang beratnya melampaui batas.
"Sini." Dia mengambil kedua kresek dari tanganku.
"Eh pak."
"Sudahlah."
Kami berdua berjalan memasuki rumah Jia, di dalam sudah ada ketua Hena dan pak ben yang tengah asyik berbincang bincang dengan Jia dan kedua orang tuanya.
"Selamat malam." Sapa pak presdir.
"Malam, jadi ini atasan kalian di kantor?" Tanya ibunya Jia yang ku lihat sangat antusias saat tahu presdir ikut menjenguk Jia.
"Iya bu." Timpalku.
"Masuk masuk, kita makan bersama."Ajak ibu Jia, yang tangannya gak mau lepas dari lengan presdir.
Meja makan
" Makan yang banyak ya." Ucap ibu Jia seraya memasukkan lauk pauk ke piring pak presdir, kenapa aku kesel banget lihat kelakuan ibunya Jia.
"Makan yang banyak." Bisik presdir padaku.
"Baik pak." Balasku pelan.
"Jia besok masuk kerja?" Tanya pak ben.
"Iya pak, sudah mendingan kok." Balas Jia.
"Makanya kalo kerja jangan lupa bawa payung, akhir akhir ini sering turun hujan." Ujar ketua Hena.
"Iya bener banget, kenapa bisa begitu ya?" Ucap Jia.
"Entahlah, ayo makan makan jangan banyak bicara." Ucapku.
Setelah acara makan makan selesai, aku presdir, ketua Hena, pak ben juga Jia duduk di ruang tamu sedangkan orang tua Jia sudah memasuki kamarnya melanjutkan waktu istirahatnya yang tadi kami sita.
"Makasih pak presdir sudah bersedia menjenguk saya." Ucap Jia sungkan.
"Gak papa gak perlu sungkan, kamu pegawai saya jadi kalo kamu sakit setidaknya saya datang atau memberi bingkisan." Jelasnya yang setia menatap ponselnya, entah apa yang dilihatnya dia begitu fokus.
"Oh iya, ini sudah larut apa gak papa pulang malam?" Tanya ketua Hena.
"Jangan pulang, di daerah saya dari jam 22.00 sudah banyak begal." Cegah jia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments