...***...
"Lo kenal dia, Al?" tanya Devan yang datang bersamanya tadi. Alfath menganggukkan kepalanya, lalu membawa Aruna ke ruangan yang biasa dipakai bersantai oleh keempat pemilik 'Homeless Childs Cafe'.
Alfath membaringkan Aruna di sofa. Tubuh gadis itu tiba-tiba menggigil kedinginan, bibirnya sedikit gemetar dan terlihat pucat. Walaupun kedua matanya tertutup, tetapi tubuhnya terlihat gelisah. Alfath duduk di samping Aruna sambil menggosok telapak tangan perempuan itu. Berharap gesekan tangannya bisa mengaliri rasa hangat kepada tubuh Aruna.
"Kayaknya dia mabuk, deh, Al," seru Devan sambil memicingkan matanya ke arah Aruna.
Alfath sejenak bergeming menatap Aruna dengan kening yang berkerut. "Setahu gue Rere nggak suka minuman kayak gitu," sanggahnya, lalu memegang kening Aruna. Aruna bergumam pelan.
"Ganti dulu bajunya itu! Kasian basah kuyup gitu." Salah satu perempuan yang pertama menemukan Aruna memberikan saran.
"Bawa pulang aja ke rumahnya! Di sini pasti nggak ada baju ganti," timpal perempuan yang satu lagi.
"Gue aja yang gantiin baju dia. Gue punya banyak stok baju cewek." Devan 'si cowok cassanova' yang mempunyai banyak koleksi pakaian perempuan, untuk melancarkan aksinya ketika sedang menggaet incarannya melangkah maju dan sedikit membungkuk mendekati Aruna.
"Heh!" Alfath menepis tangan Devan yang hendak menyentuh tubuh Aruna. "Lo pikir gue nggak tahu otak ngeres lo kayak apa!" ketus Alfath lagi. Devan tersenyum cengengesan mendengarnya. Walaupun lelaki itu adalah 'kolektor' perempuan cantik dan sexy, tetapi dikarenakan Aruna masih satu spesies dengan mereka, lumayanlah untuk menjadi 'mainan' selingannya.
"Iya, deh. Lo aja yang anterin dia ke rumahnya! Lo, kan, kenal dia. Pasti tahu, dong, rumahnya di mana," tutur Devan.
"Tap—"
"Ada apa, nih?" Suara bariton seseorang yang baru datang mengalihkan atensi mereka yang berada di ruangan itu. Pun Alfath harus menelan perkataannya lagi. Dia pun berdiri menghadap ke arah Juno yang datang.
"Ada cewek yang terkunci di toilet kafe kita, Jun. Sekarang orangnya kolaps." Devan yang menjawab. Dia memang selalu menggunakan majas hiperbola dalam menggambarkan sesuatu.
Juno berjalan perlahan mendekati kerumunan. Kedua iris pekatnya tertuju pada gadis yang berbaring di sofa. Pupilnya sontak melebar ketika ia mengenali sosok Aruna. "Aruna!" Juno berjalan cepat mendekati perempuan itu, lalu berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Aruna.
"Kenapa dia?" tanya Juno panik. Mendongak menatap Devan dan Alfath bergantian, seolah menyalahkan kedua orang itu dengan keadaan Aruna.
"Nggak tahu. Tadi dua Mbak ini yang ngasih tahu ada cewek ini, cewek yang pingsan tadi," terang Devan.
"Lo kenal Rere?"
"Rere?" Juno menatap tajam Alfath, seolah menuntut jawaban dari pertanyaan yang membuatnya bingung.
"Iya, Rere. Dia Rere, kan?" tanya balik Alfath.
"Dia Aruna," tegas Juno.
"Itu nama depannya. Dia meminta gue memanggilnya dengan nama Rere waktu di Singapura dulu."
Juno tercekat, dia ingat jika nama lengkap perempuan di hadapannya itu adalah Aruna Rhea. Lalu, Alfath dengan akrabnya memanggil nama Aruna dengan panggilan itu. Apa hubungan mereka?Tiba-tiba saja darah Juno mengalir cepat sampai ke ubun-ubun. Juno merasa cemburu, jika ternyata Alfath lebih mengenali gadis yang disukainya daripada dirinya.
"Ssssh ... sakiiit!" Juno masih ingin bertanya banyak tentang seberapa dekat hubungan Alfath dengan Aruna, tetapi suara Aruna mengalihkan atensinya.
"Aruna, kamu kenapa?" Juno menepuk-nepuk pipi Aruna pelan.
"Udahlah, Al. Anterin dia pulang dulu! Kasian, tuh, udah kedinginan gitu." Devan menyuruh Alfath.
"Tapi gue nggak tahu rumahnya dia."
"Loh, katanya lo kenal dia?"
"Itu, kan, waktu di Singapura. Udah lama."
"Gue tahu rumahnya. Biar gue aja yang anter dia pulang." Juno menyela perdebatan antara Devan dan Alfath.
"Ya, udah. Anterin sana!" perintah Devan.
"Lo kenal dia di mana?" Alfath menatap Juno curiga. Pertanyaan itu ingin Alfath utarakan sejak tadi.
Juno tidak menjawab. Dia malah beranjak berdiri, lantas mengangkat tubuh Aruna dengan kedua tangannya, lalu berbalik dan hendak pergi. Namun, tubuh Alfath langsung maju untuk menghalangi.
"Jawab gue dulu! Lo kenal dia di mana? Gue nggak bisa ngebiarin dia kenapa-kenapa. Gue kenal baik dengan dia sebelumnya. Jangan sampai lo—"
"Lo mau tahu gue kenal dia di mana? Dia ini cewek kampungan yang sering gue ceritain sama kalian. Dia cewek yang selalu gangguin ketenangan gue dengan bayangan wajah dia, dan dia ... cewek yang udah membuat gue pertama kali jatuh cinta. Masih belum jelas?"
"Hah?"
Semua orang melongo takjub mendengar pernyataan Juno. Terutama kedua sahabatnya. "Yang bener, Jun? Lo udah yakin kalau lo jatuh cinta sama dia? Bukan karena disihir atau dipelet, gitu?" Devan yang paling tidak percaya. Kedua perempuan yang telah menolong Aruna tadi tidak mau terlibat terlalu jauh dengan urusan ketiga pemilik kafe tersebut. Mereka pun lantas pergi tanpa permisi dari ruangan itu.
Juno tidak mau menjawab pertanyaan Devan. Ia menatap tajam Alfath. "Minggir!" titah Juno tidak mau dibantah.
Alfath mengerutkan keningnya. Baru pertama kali dia melihat sahabatnya itu begitu peduli dengan seorang perempuan. Sorot matanya pun terlihat khawatir terhadap keadaan Aruna. Sangat khawatir. Di situ dia bisa melihat, jika Juno benar-benar peduli dengan Aruna. Dia pun ingat dengan semua curhatan yang sering Juno lontarkan di kafe itu. Jika dirinya yakin sedang merasakan gejala jatuh cinta pada seorang perempuan yang berpenampilan kampungan, dan semenjak dia selalu mendapatkan wejangan tentang kisah cinta yang tidak masuk diakal dari kedua orang tuanya. Juno semakin yakin dengan perasaannya. Alfath tidak menyangka, jika perempuan kampungan yang dikatakan oleh Juno adalah Aruna. Perempuan yang dia kenal di Singapura.
"Minggir, Al!" Perintah Juno yang kedua mengembalikan pikiran Alfath yang sempat menerawang jauh. Ia pun menggeser tubuhnya, dan memberikan jalan kepada Juno.
Di saat yang bersamaan. Abizar datang ke ruangan itu. Dia menatap Juno dengan kening yang berkerut dan kedua alisnya yang bertaut. Namun, sebuah senyuman seringai menggantikan mimik wajah Abizar yang semula keheranan tiba-tiba menjadi senang. "Wah, Abang gue udah ada kemajuan. Kenapa nggak di sini aja, sih. Kan, ada kamar?" celetuk Abizar yang sukses mendapatkan pelototan mata dari Juno dan kedua sahabatnya yang lain.
"Kenapa? Gue salah ngomong, ya?" Abizar menatap balik ketiga sahabatnya bergantian.
Juno yang terburu-buru ingin menolong Aruna segera pergi tanpa memedulikan Abizar yang terus memanggil namanya. Juno pergi menuju parkiran mobil. Alfath mengikuti Juno dari belakang. Dia tahu Juno pasti kesulitan saat membawa Aruna masuk ke dalam mobilnya. Benar saja, Juno sejenak terdiam ketika dirinya berada di depan mobil. Ia lupa kalau kunci mobilnya berada di saku jasnya. "Gimana gue ngambil kuncinya?" pikir Juno.
"Biar gue yang gue yang bukain pintu mobil. Kuncinya mana?" Alfath datang tepat waktu dan menawarkan bantuan.
"Di saku jas. Ambilin!" Juno memasang badan, kedua tangannya tetap erat membopong tubuh Aruna.
Alfath dengan segera merogoh saku jas Juno. Sedikit kesusahan karena terhalang oleh tubuh Aruna. Namun, ternyata pose tersebut mencuri perhatian beberapa pengunjung kafe yang baru datang. Mereka menatap kedua lelaki itu dengan tatapan aneh.
"Apa lihat-lihat?" sentak Juno pada dua orang yang menatap mereka. Kedua orang itu hanya mengedikkan bahu sembari mencebikkan bibir. Seolah merasa jijik dengan apa yang mereka lihat.
"Mereka kira kita lagi macam-macam, Jun." Alfath terkekeh, lantas meraih kunci mobil yang sudah berhasil dijangkaunya dari saku jas Juno.
"Berisik. Cepat buka pintunya! Aruna sudah kedinginan." titah Juno. Alfath menekan tombol buka kunci otomatis, lalu membukakan pintu belakang mobil. Ia memperhatikan Juno yang membaringkan Aruna di kursi penumpang mobil itu. Setelah berhasil membaringkan Aruna di dalam mobilnya. Juno lantas mengitari mobil menuju pintu depan untuk mengemudikan mobil itu.
"Lo harus bawa dia pulang ke rumahnya, dan pastikan bertemu dengan orang tuanya! Jelasin kalau dia sepertinya dikerjain sama orang lain! Gue khawatir orang tuanya salah paham sama dia." Alfath menuturkan beberapa nasihat. Dulu dia sempat dekat dengan Aruna. Jadi, sedikitnya dia tahu tentang permasalahan keluarga Aruna.
"Iya. Cerewet banget, sih. Kayak lo cowoknya aja!" Juno mendengkus sebal. Perhatian Alfath kepada Aruna membuat hatinya begitu panas dan kesal.
...***...
Tbc....
Pahlawan kita datangnya telat, ya. Untung Aruna belum diapa-apain sama Devan 🤭
Yuk, kasih komentar 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩFajar¹
udah mulai cemburu nih bang Juno.bawa pulang ke rumah Juno lah pastinya...
2023-01-20
0
Ita Widya ᵇᵃˢᵉ
kn rumah Aruna sudah di jual,, emang km tau Jun rumah kontrakan nya dimana 🤔🤔
2022-06-09
0
@ Teh iim🍒🍒😘
Cie cie ada yg cemburu 🤭🤭🤗🤗
2022-05-31
0