...***...
Aruna mengetuk pintu ruangan direktur utama.
"Masuk!" Setelah mendapatkan perintah dari dalam ruangan, gadis berkacamata itu lantas membuka pintu yang tidak dikunci itu. Ia membawa masuk tubuhnya ke dalam ruangan, lalu sedikit membungkukkan badan untuk memberikan tanda hormat, sebelum dirinya berjalan menuju meja direktur utama.
"Ini laporan yang Bapak minta," kata Aruna.
Pandangan mata Juno tidak berpaling dari Aruna. Lelaki itu seolah terhipnotis dengan kehadiran gadis itu.
"Makasih, Re. Oh, maaf ... Aruna. Namamu Aruna, kan? Kita baru bertemu sekarang," seru Surya sambil tersenyum lucu. Entah apa yang membuatnya seperti itu.
Aruna menanggapinya dengan tersenyum pelik. "Iya, Pak. Apa ada perintah lagi? Kalau tidak ada saya permisi."
"Ada." Kata itu terlontar dari mulut Juno. Membuat kedua pasang mata milik Aruna dan Surya kompak menoleh ke arah laki-laki itu. Menatapnya dengan tatapan penuh tanya. "Ma–maksud saya, mungkin ada. Iya, kan, Pak?" Juno tergagap, seketika ia mengalihkan perhatiannya pada Surya. "Bukannya tadi kita mau membahas masalah kejanggalan dalam laporan keuangan tahun lalu, Pak Surya? Kalau mau bahas itu, Aruna perlu ada di sini, kan?" pungkas Juno memberikan alasan.
Surya menganggukkan kepalanya. "Benar juga. Saya dengar katanya Aruna ini yang bersedia menyelidiki masalah itu. Benar begitu?" Surya menatap Aruna.
"Iya, Pak. Tapi sepertinya jadwal meeting lanjutan kita itu besok, bukan sekarang. Jadi saya mohon maaf. Hari ini saya belum mempersiapkan materinya," ucap Aruna.
Juno menghela napasnya. Ada rasa kecewa dalam dadanya kalau sampai Aruna pergi dari sana. Namun, dirinya tidak punya alasan untuk menahan perempuan itu lagi. Apalagi ketika Surya malah menyuruh Aruna untuk pergi.
"Kalau begitu kamu boleh pergi dulu. Besok harus mempersiapkan semuanya," titah Surya.
"Baik, Pak. Saya permisi." Aruna sedikit membungkuk memberikan hormat, sebelum dirinya pergi. Namun, perbincangan Surya dan Juno yang masih terdengar di telinganya membuat langkahnya sejenak tertahan di dekat pintu.
"Pak Juno, bagaimana dengan kabar Kezia? Dia masih bekerja sebagai sekretaris Bapak, kan?" tanya Surya. Aruna terdiam di dekat pintu sambil memegang gagang pintunya.
"Kabar dia baik. Dia lagi ada pekerjaan lain, jadi tidak bisa ikut ke sini. Oh, iya, jangan panggil saya 'bapak'! Saya masih muda," kekeh Juno. Surya pun tertawa.
"Oh, iya. Maaf, Nak Juno. Saya hanya segan sama Anda. Usia Anda masih sangat muda, tetapi pencapaian Anda sangatlah luar biasa," puji Surya.
"Bapak terlalu memuji," sanggah Juno. Mereka pun tertawa bersama.
Namun, keberadaan Aruna yang masih berdiri di dekat pintu membuat pandangan Surya beralih kepadanya. "Aruna, kenapa masih di situ? Apa ada masalah dengan pintunya?" Pertanyaan Surya membuat Aruna tersentak. Jujur, ia sedikit tertarik dengan perbincangan Surya dan Juno. Terutama ketika mendengar nama seseorang yang ditanyakan kabarnya oleh Surya tadi. Kezia—salah satu perempuan yang tidak Aruna sukai.
"Eh, nggak apa-apa, Pak. Tadi pintunya agak seret. Saya permisi." Aruna kelabakan, ia langsung membuka pintunya dan kabur dari sana. Langkahnya gontai dengan tangan yang mengepal. Perempuan yang bernama Kezia itu benar-benar membuat mood-nya berantakan.
...***...
Keesokan harinya, di rapat direksi lanjutan Aruna membeberkan semua penemuannya. Semua dana ambigu yang keluar dari kas perusahaan itu mengalir ke rekening pribadi atas nama Wiranti. Dan setelah ditelusuri nama itu adalah nama istri dari manajer keuangan mereka yang telah mengundurkan diri—Gunawan. Dari sana sudah bisa ditarik kesimpulan, jika yang melakukan kecurangan adalah Gunawan. Untuk selebihnya, Aruna memberikan wewenang tersebut kepada petinggi perusahaan. Hukuman apa yang akan diberikan kepada Gunawan.
Di dalam rapat itu, seseorang yang tidak ingin Aruna temui juga ikut hadir—Kezia. Tadinya perempuan itu juga terkejut ketika melihat Aruna pertama kali. Tatapannya tidak pernah lepas dari Aruna. Menatap sinis sekaligus penasaran dengan penampilan Aruna yang seperti itu.
"Re ... tunggu!" Kezia memanggil Aruna yang keluar lebih dulu setelah rapat selesai. Juno masih berbincang dengan Surya dan dewan direksi lainnya di dalam ruangan.
Langkah Aruna terhenti. Ia hafal dengan suara yang memanggilnya itu. "Ada apa?" Tanpa menoleh Aruna bertanya.
Kezia melangkahkan kaki mendekati Aruna, dan tepat di hadapan Aruna dia pun berbalik arah. Kini mereka saling berhadapan. Kezia menyapukan pandangannya pada tubuh Aruna. Memindai penampilan gadis itu dari atas sampai ke bawah.
"Aku nggak nyangka kamu kerja di sini dengan penampilan seperti ini. Tujuan kamu apa?" tanya Kezia seperti meledek.
"Bukan urusan kamu," ketus Aruna. Kedua matanya berotasi malas.
Kezia mendengus, "Kamu ini nggak pernah berubah, ya, Re. Masih saja sombong dan angkuh," cetus Kezia.
Aruna sedikit mencondongkan kepalanya mendekati wajah Kezia. "Aku bukan sombong, tapi sedang berusaha mempertahankan apa yang seharusnya aku miliki. Aku bisa saja pergi dari sini dan nggak peduli dengan semuanya, tapi aku takut seseorang akan memanfaatkan itu untuk meraup keuntungannya sendiri." Aruna berkata pelan, tetapi penuh penekanan. Lalu menarik mundur kepalanya, dan berdiri tegak kembali.
"Aku nggak pernah seperti itu, Rere! Siapa yang mau memanfaatkan keluarga kamu?" sembur Kezia dengan nada sedikit tinggi. Kedua matanya melotot tajam, seolah ingin menerkam mangsa di depannya.
Aruna mengedikkan bahu. "Aku nggak pernah bilang itu kamu, loh. Kenapa kamu marah?" Aruna melewati tubuh Kezia setelah tersenyum sinis. Namun, sejenak ia berbalik lagi. "Satu lagi. Jangan pernah panggil aku dengan nama 'Rere'! Kamu nggak berhak, karena kita nggak seakrab itu."
Kezia memutar tubuhnya, menatap Aruna yang pergi begitu saja setelah berbicara seperti itu. Ia menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Seolah menampung banyak kesabaran lagi dalam dadanya. "Sampai kapan kamu seperti itu, Re?" gumamnya sebelum ikut pergi dari sana.
...***...
Aruna kembali ke ruangannya dengan wajah masam. Padahal seharusnya dia merasa senang, karena sudah berhasil mengungkap masalah yang terjadi di perusahaan tempatnya bekerja. Namun, kehadiran Kezia benar-benar merusak hari bahagianya itu.
"Bu, apa mereka nggak puas dengan hasil laporan yang Ibu buat?" Indira bertanya heran, karena Aruna terlihat muram setelah kembali dari rapat direksi.
"Tentu saja mereka puas. Bahkan memuji seorang Aruna Rhea yang hebat walaupun masih baru di perusahaan ini." Jawaban itu terlontar dari mulut Dena yang baru saja masuk ke ruangan dan mendengar pertanyaan Indira kepada Aruna.
"Satu lagi bikin gara-gara," batin Aruna. Ia menghela napas kasar sebelum dirinya duduk di kursi kerjanya. Mengabaikan perkataan Dena yang penuh dengan cibiran. Aruna tahu, jika Dena sedang cemburu.
"Padahal yang kerja kita semua, tapi yang dipuji cuma Aruna." Dena tidak berhenti menggerutu, dari awal masuk sampai dia duduk. Tidak ada yang berani menanggapinya, karena hal itu hanya akan menambah panas suasana.
...***...
to be continue...
Author minta dukungan like, komen, dan giftnya 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ
lah ada hubungan apa aruna sama Kezia ya,dan apakah aruna sebenarnya sedang menyamar y
2022-05-29
0
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
makin penasaran,, sebenarnya siapa Aruna 🤔🤔🤔dan ada apa hubungannya dengan Kezia🤔🤔🤔🤔
2022-05-29
1
Ita Widya ᵇᵃˢᵉ
seperti nya dulu mereka sahabatan .
2022-05-28
0