...***...
Dua minggu pun berlalu. Rencana yang disusun dengan penuh pertimbangan ternyata menghasilkan realita yang bertolak belakang dengan keinginan. Bukan hanya Jojo yang menceritakan kisah tentang cinta mereka, melainkan Ara juga menyumbangkan cerita versi dirinya. Hal itu mereka lakukan karena tidak ingin anaknya menjadi lelaki yang suka mempermainkan perasaan perempuan. Selama ini yang mereka tahu anaknya selalu menolak ketika dikejar oleh perempuan cantik dan sexy, tetapi setelah melihat sosok Aruna dengan penampilannya yang jauh dari kata menawan, orang tua Juno jadi berpikir jika anaknya sedang memanfaatkan Aruna untuk menolak para wanita yang selalu mengejarnya itu. Seolah Aruna itu dijadikan tameng untuk kepribadian Juno yang terkenal penggila kerja.
Setelah mendengarkan kisah cinta orang tua Juno, lelaki jangkung itu malah dibuat meleleh dengan kisah cinta mereka, pun dibuat gamang dengan perasaannya. Apa yang Juno rasakan kepada Aruna sedikitnya mempunyai persamaan dengan apa yang ibunya rasakan pada waktu itu.
Juno jadi lebih sering mengganggu Aruna, mengatasnamakan orang tuanya agar Aruna mau berpura-pura menjadi kekasihnya. Jika Aruna menolaknya, maka ancaman yang sama yang membuat Aruna sedikit gentar akan Juno lontarkan. Hal itu membuat Aruna harus sedikit bersabar.
"Katanya cuma sehari, kenapa sekarang harus berpura-pura lagi?" seru Aruna kala itu. Ketika Juno meminta tolong kepada Aruna untuk kedua kalinya setelah pertemuan pertamanya dengan orang tua Juno.
"Maunya begitu, tapi orang tua aku malah setuju. Sialan!" Juno beralasan dengan memasang wajah menyesal. Seolah hal itu merupakan sebuah kesialan. Padahal, dirinya sudah menyadari perasaannya terhadap Aruna. Perasaan cinta yang katanya ada magic di dalamnya. Cinta yang tidak memandang fisik pelakunya, yang membuat jantung tiba-tiba berdebar kencang kala berjumpa, tanpa tahu alasannya apa. Juno masih malu untuk mengakui perasaannya.
"Lalu? Apa aku harus berpura-pura terus seperti ini?" tanya Aruna lagi.
"Iya, setidaknya sampai kamu bisa melunasi biaya ganti rugi itu. Setelah itu aku akan mencari alasan yang tepat buat bicara kepada mereka, kalau kita sudah putus."
"Sekarang saja, bilang sama mereka kalau kita sudah putus!" tukas Aruna.
"Tidak bisa! Kita baru saja jadian. Masa sudah putus lagi."
"Pu-ra-pu-ra, Pak Juno. Apa Anda lupa?" Aruna mengeja ucapannya, sengaja menyindir lelaki itu.
"Ck ... iya, aku tahu. Siapa juga yang mau beneran pacaran sama kamu." Juno berdecak kesal mendengar Aruna membalikkan kata-katanya tempo itu.
Hal itu yang membuat Aruna semakin jengkel dengan Juno. Ia merasa seperti jadi pahlawan, tetapi tidak dihargai jerih payahnya. Ya, setidaknya Aruna sudah menjadi penolong bagi Juno agar tidak terus menerus dijodohkan oleh orang tuanya. Namun, sikap Juno yang selalu menganggap Aruna seolah tidak pantas disukai oleh lelaki, membuat perempuan itu kesal setengah mati.
Namun, bukan Aruna namanya jika dirinya terus-menerus menerima perlakuan yang tidak menyenangkan baginya. Perempuan itu berusaha untuk segera melunasi hutangnya kepada Juno. Bahkan dia harus merelakan rumah dan mobilnya terjual, agar bisa cepat melunasi hutangnya tersebut.
***
"Akhirnya selesai juga beres-beres rumahnya." Aruna menghela napas lega sembari menyeka keringat yang membasahi keningnya. Gadis berkacamata itu baru selesai membereskan barang-barang di rumah kontrakannya yang baru. "Gara-gara cowok nyebelin itu aku jadi kehilangan rumah sama mobil kesayangan aku," gerutu Aruna memicingkan kedua matanya. Otaknya tengah membayangkan wajah Juno yang sangat menyebalkan baginya.
Bagaimana tidak, Juno benar-benar membuatnya kesal. Persyaratan menjadi pacar sehari agar Aruna bisa menunda pembayaran hanyalah omong kosong belaka. Faktanya, hampir setiap hari sebelum Aruna melunasi biaya ganti rugi itu dia masih harus berpura-pura menjadi kekasih Juno di depan orang tuanya. Hingga dua minggu berlalu, akhirnya rumah dan mobilnya pun laku. Aruna langsung membayarkan uang ganti rugi itu.
Kalau saja sikap Juno tidak terlalu angkuh ketika berbicara kepadanya, mungkin saja Aruna bisa mempunyai sedikit hati nurani dan ikhlas menolong lelaki tersebut. Namun, sikap otoriter lelaki tersebut membuat Aruna seolah tidak punya harga diri.
"Tapi nggak apa-apa. Harta bisa dicari, tapi harga diri tidak bisa dibeli," tegas Aruna. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bibirnya mengukir senyuman bangga dengan tatapan mengarah ke langit-langit kamarnya. Berusaha melapangkan dadanya jika semuanya akan baik-baik saja. Hingga kedua mata itu tertutup perlahan ketika rasa ngantuk mulai mendera.
...***...
Hari ini Aruna pergi ke kantornya menggunakan motor matic yang dia beli dari uang hasil penjualan rumah dan mobil setelah dipotong hutangnya kepada Juno. Aruna adalah gadis kuat yang tidak mau diperalat. Ia lebih baik sedikit rugi daripada harus kehilangan harga diri.
"Bu Aruna, aku lihat tadi pake motor. Mobilnya ke mana?" tanya Indira setelah beberapa detik gadis itu masuk ke dalam ruangan kerja mereka.
"Dijual," jawab Aruna santai.
Indira ingin berkata lagi, tetapi kedatangan Dena dengan sikap hebohnya membuat gadis itu terpaksa harus menelan kembali kata-katanya.
"Aruna, Aruna ... ada kabar baik. Kata om Danu, uang perusahaan yang sudah dikorupsi oleh pak Gunawan sudah dikembalikan. Katanya, divisi kita akan mendapatkan bonus tambahan, dan kamu ... akan dipromosikan agar naik jabatan." Dena bercerita dengan semangat, tetapi kalimat terakhirnya diucapkan dengan sangat malas, karena dirinya tidak ikut dipromosikan.
"Syukurlah, tapi belum ada laporan apa pun yang masuk perihal keuangan itu," ucap Aruna.
"Mungkin belum, ini juga aku dapat infonya dari om Danu tadi pagi."
Aruna menganggukkan kepalanya, lalu bersikap biasa saja seolah itu bukanlah pencapaian yang besar bagi dirinya. Walaupun Aruna sedikit penasaran bagaimana caranya pihak direksi bisa mendapatkan uang itu dengan cepat tanpa melibatkan polisi di dalamnya.
Dena menghela napas kasar, sikap Aruna yang seperti itu terkesan angkuh di mata Dena. Lalu tiba-tiba saja dia berinisiatif untuk merayakan keberhasilan Aruna dengan mengadakan pesta di sebuah club malam. "Gimana kalau kita rayain keberhasilan kita? Biar aku yang traktir kalian," cetus Dena.
"Asyik, tuh." Yoga menyahut pertama kali.
"Tumben," celetuk Indira dengan nada pelan, tetapi masih bisa terdengar di telinga Dena.
"Kamu nggak mau ikut, Indira?" Pertanyaan itu membuat Indira tercekat, kepalanya sontak mendongak menatap wajah Dena sambil menyengir kuda.
"Ikut, dong, Bu. Mulut aku kalau lagi lapar suka asbun. Asal bunyi. Maafkan, ya!" kelit Indira. Dena mendengkus lalu beralih kepada Aruna.
"Gimana, Na? Kamu ikut, dong? Pokoknya harus ikut! Kamu, kan, pemeran utamanya," seru Dena sedikit memaksa.
Aruna ingin menolak, tetapi ajakan Dena benar-benar tidak mau menerima penolakan. Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya walau sedikit terpaksa. Tidak ada salahnya juga jika mereka merayakan hasil jerih payah mereka. Pikir Aruna. "Baiklah, kapan?" tanya Aruna.
"Hari ini, ya. Pulang kerja kita langsung booking tempat. Aku tahu tempat yang asyik buat ngerayain keberhasilan kita. Sebuah kafe plus bar yang terkenal nyaman buat having fun.
...***...
tbc
Author minta dukungannya, ya. Like dan komentar, serta vote atau gift seikhlasnya. Makasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩFajar¹
itu harga mobil,rumah sama aset² Aruna banyak juga ya bisa bayar ganti rugi 5M
2023-01-20
0
Ita Widya ᵇᵃˢᵉ
firasat mengatakan jangan pergi Aruna..
2022-06-09
0
Neni
ko aku deg degan ya, takut aruna di apa apain
2022-05-29
0