...***...
Lelaki yang bernama Juno itu masih betah memperhatikan kedua perempuan beda usia itu bercengkerama. Dia yang tadinya berniat masuk ke minimarket, harus tertahan karena ada tontonan yang menurutnya menyenangkan.
"Namamu siapa?" Terdengar lagi suara yang bertanya pada anak kecil itu.
"Putri," jawab anak itu.
"Oh, Putri. Nama kakak, Aruna." Aruna memperkenalkan dirinya sembari tersenyum manis. "Ehm ... kenapa kamu masih berkeliaran di luar malam-malam gini? Dan kenapa kamu bisa jatuh tadi?" tanyanya lagi.
"Aku abis jualan asongan, Kak. Tadi lari-lari terus kesandung." Aruna sejenak terdiam. Jawaban gadis kecil itu sungguh mengejutkan. Ia menatap sendu wajah polos anak itu. Hati kecilnya meringis sakit. Kenapa anak sekecil itu harus sudah merasakan perihnya mencari duit?
"Orang tuamu ke mana? Kenapa kamu dibiarkan mencari uang? Memangnya kamu nggak sekolah?" Aruna memberondong banyak pertanyaan. Merasa kasian dengan nasib gadis kecil yang malang.
"Aku sekolah, Kak. Makanya aku jualannya sore. Ini aku mau pulang. Aku nggak punya ayah dan ibu. Hanya ada nenek di rumah. Beliau udah tua, nggak bisa kerja," tutur Putri. Aruna begitu terenyuh mendengar cerita Putri. Tak terasa kristal bening yang sudah menumpuk di pojok matanya mengalir begitu saja.
"Kakak, kok, nangis? Kakak jangan kasihan sama aku! Aku nggak suka dikasihani," pungkas Putri.
Aruna tersenyum bangga. Anak sekecil itu sudah mengerti dengan yang namanya usaha. "Kamu hebat! Lalu, di mana daganganmu? Katanya kamu jualan?" tanya Aruna, sejak tadi ia tidak melihat Putri membawa dagangannya.
"Udah aku setor ke bos aku lagi. Aku cuma bantu jualin aja. Yang belum laku dibalikin, terus besok jualin lagi," terang Putri. "Eh, Kak. Aku pulang dulu, ya. Takut nenek aku nyariin. Biasanya aku sudah pulang setelah Isya." Putri beranjak berdiri. "Makasih, ya, Kak. Kalau kita ketemu lagi, Putri mau belajar sihir dari Kak Aruna, ya. Sihirnya bikin nagih," celetuk Putri. Membuat Aruna tertawa kecil.
"Kamu ini bisa saja. Kita pasti ketemu lagi. Kamu jualannya daerah sini, kan?" Putri mengangguk menanggapi pertanyaan Aruna. "Oh, iya, bawa ini!" Aruna menyodorkan plastik yang berisi obat-obatan tadi. Putri pun menerimanya.
"Putri pamit, ya, Kak. Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam." Aruna menjawab salam sambil menatap kepergian Putri. Senyumnya berubah sendu. Ia merasa kasihan dengan gadis kecil itu.
Juno tertegun sejenak. Ia merasa debaran jantungnya berpacu lebih kencang dari biasanya. Apa yang dilakukan Aruna terhadap anak kecil itu membuatnya juga ingin terluka. Agar Aruna menyembuhkan lukanya dengan menggunakan sihir cintanya tersebut.
"Ekhem ...." Suara deheman seorang laki-laki membuat Aruna tersentak dan langsung menoleh ke asal suara. Kedua matanya mengerjap sembari mengingat-ingat wajah lelaki itu.
"Ehm ... kalau nggak salah, ini Pak Juno, kan?" tanya Aruna setelah mengingat sosok tampan yang sedari tadi memperhatikannya.
"Ya," jawab Juno singkat.
"Ngapain Bapak di sini?"
"Lihatin kamu."
"Hah? Maksudnya?" Aruna tersentak mendengar jawaban Juno.
"Eh, ma–maksud aku ... aku mau ke minimarket." Juno berkata gugup. Ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman tipis guna mengalihkan rasa gugupnya itu.
"Oh, silakan, Pak! Aku juga mau ke dalam." Aruna mempersilakan Juno untuk masuk lebih dulu.
"Kalau gitu kita bareng aja," usul Juno. Keduanya sama-sama canggung. Kemudian keduanya berjalan bersama memasuki minimarket untuk belanja.
...***...
Keesokan harinya, Aruna kembali bekerja. Hari ini ia lebih semangat daripada kemarin. Mungkin karena dia sudah beristirahat cukup tadi malam. Sehingga energinya sudah di-charge dan full kembali.
"Hah, akhirnya ...." Aruna menghela napas lega. Ketika dirinya telah menyelesaikan pekerjaannya.
Kerja keras Aruna akhirnya membuahkan hasil. Perempuan itu berhasil menemukan titik terang atas kecurangan yang terjadi dalam data keuangan perusahaan Suryafood. Ada double transfer atas pembayaran untuk pembelian bahan baku produksi dan beberapa dana yang keluar secara berkelanjutan dengan data entry dana perbaikan alat kerja produksi. Semua dana yang keluar itu bersifat fiktif.
"Akhirnya apa, Bu Aruna? Akhirnya kita naik gaji?" celetuk Indira.
"Naik gaji aja di pikiran kamu," sergah Aruna. "Aku sudah berhasil menemukan titik terang kecurangan itu. Besok, di meeting lanjutan akan aku ungkap semuanya," tuturnya kemudian.
"Itu berkat bantuan aku, ya, Aruna. Kamu jangan lupa!" seru Dena ikut menimpali.
"Dih, cuma bantuin dikit doang juga," dengus Indira.
"Apa? Kamu nggak suka?" Dena mendongakkan wajah menantang Indira. Tentu saja membuat nyali Indira sontak menciut karenanya.
"Enggak, kok, Bu. Aku suka Ibu bantuin bu Aruna," kilah Indira sembari menunjukkan deretan giginya. Tidak mau menyinggung seekor macan betina yang lapar akan pujian.
"Gitu, dong. Jadi orang harus tahu terima kasih. Bagaimanapun juga, aku senior di sini."
Indira dan Aruna hanya bisa tersenyum pelik sambil saling melempar pandangan. Hingga kedatangan Yoga yang baru dari pantry mengalihkan atensi mereka. "Bu Dena, aku tadi ketemu sama CEO tampan yang kemarin itu, loh." Suara Yoga sontak membuat ruangan itu seketika ramai. Lelaki itu tak ubahnya seperti tukang sayur keliling yang suka gosip sama pembelinya yang kebanyakan perempuan. "Dia tadi datang bersama pak Surya," lanjut Yoga.
"Pak Surya?" Aruna tercekat. Ia yang semula tidak peduli lantas mendongakkan pandangannya. Ia lebih tertarik ketika nama direktur perusahaannya disebut daripada nama Juno.
"Direktur utama kita. Jangan bilang kamu nggak kenal!" timpal Dena ketus.
Aruna tersenyum pelik. "Tentu saja aku kenal. Cuma semenjak aku kerja di sini, kan, belum pernah bertemu beliau," ucapnya. Aruna menghela napas sebelum ia kembali fokus pada pekerjaannya. Tidak peduli dengan Dena, Indira, dan Yoga yang melanjutkan gosip tentang kedatangan CEO grup J&J yang bernama Juno itu.
"Eh, kamu lihatnya di mana?" tanya Dena antusias. Pandangannya mengikuti gerakan Yoga yang berjalan menuju meja kerjanya.
"Di depan ruangan kerja pak Surya," jawab Yoga setelah berhasil mendaratkan tubuhnya di kursi kebesarannya.
"Mau apa, ya, dia ke mari? Bukannya meeting lanjutannya besok?" gumam Dena penasaran. Sebelah tangannya menopang dagu dengan jari telunjuk mengetuk-ngetuk pipinya seolah sedang berpikir.
"Kalau penasaran tanya langsung saja, Bu! Daripada mati penasaran. Aku nggak tega." Perkataan Aruna mengalihkan atensi Dena. Ia menurunkan tangannya lantas menatap tajam gadis berkacamata itu.
"Kamu nyumpahin aku mati penasaran?" geram Dena.
"Nggak," elak Aruna.
"Itu tadi apa?" Dena tidak mau kalah.
"Ada apa, nih?" Kedatangan Danu membuat suasana semakin tegang. Mereka pura-pura bertingkah layaknya teman. Dena yang pertama berpura-pura merangkul leher Aruna.
"Ah, nggak ada apa-apa, kok, Om ... eh, Pak. Kami sedang berbincang biasa aja. Iya, kan, Aruna?" Wajah Dena berpaling pada Aruna, hingga kini wajah mereka berhadapan dan saling tatap. Dena menajamkan kedua matanya, memberikan kode kepada Aruna agar mengiyakan perkataannya.
"Hemmm ...." Aruna hanya bergumam sambil tersenyum pelik.
"Baguslah kalau kalian sudah akrab. Satu tim itu harus akur, biar lingkungan kerja kita bisa seperti keluarga. Kan, enak, kerja kayak gitu. Serasa di rumah sendiri. Jadi bikin betah." Pesan yang diucapkan oleh Danu bagaikan angin lalu, yang hanya menyapa bagian kulit luar telinga mereka. Sama sekali tidak dipedulikan. Mereka semua hanya tersenyum dalam kepura-puraan.
"Bapak mau ngapain ke sini?" tanya Aruna. Ia melepaskan rangkulan tangan Dena dari lehernya. Lama-lama risih juga. Apalagi dengan wangi parfum Dena yang begitu menyengat hidung Aruna. Membuatnya ingin memuntahkn isi perutnya.
"Oh, iya. Saya hampir lupa." Danu menepuk jidat licinnya, "kamu dipanggil sama pak Surya sambil bawa data laporan keuangan bulan ini!" katanya.
"Baik, Pak." Wajah Dena langsung bersinar. Lantas membenarkan penampilan bajunya yang sedikit berantakan sebelum ia melangkahkan kaki. Pasalnya, Dena sangat yakin jika dirinya akan bertemu dengan Juno di ruangan direktur.
"Bukan, bukan kamu, tapi Aruna."
"Apa? Kenapa dia? Bukannya selama ini pak Surya selalu menyuruh aku, Pak?" Dena merasa keberatan dengan perintah Danu.
"Ya, udah. Bu Dena aja yang pergi." Aruna memberikan kesempatan pada Dena, tetapi segera disanggah oleh Danu.
"Jangan! Pak Surya mintanya kamu. Katanya ini atas permintaan pak Juno."
Tentu saja hal tersebut membuat Dena semakin geram. Urat lehernya pun sampai kelihatan. Menahan amarah dan rasa cemburu yang membakar jiwanya. "Atas dasar apa perempuan kampungan ini merebut posisi aku. Lihat saja! Aku pasti melakukan sesuatu." Dena membatin ketika Aruna sudah pergi meninggalkan ruangan itu.
...***...
to be continue...
Hayo, mau ngapain tuh, si Dena? Tinggalkan komentar kalian, ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ
modus nih juno biar ketemu sama Aruna
2022-05-29
0
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
Dena kenape Lo sitik amat sih ma Aruna🙄🙄🙄heraaaan DECH🤦🏼♀️
2022-05-29
1
Neni
Dena mau apain Aruna nih, cemburu buta bahayaa lho
2022-05-28
0