...***...
"Yuk, Na! Udah jam lima." Aruna yang masih fokus bekerja harus mendongakkan kepala menatap Dena yang mengajaknya, lantas melongok jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia pun menghela napas.
"Cepet banget muternya," gumam Aruna. Merasa malas dengan pesta perayaan keberhasilan yang diusulkan oleh Dena. Entah kenapa Aruna merasa tidak enak hati, bukannya merasa bangga dengan pencapaian yang dia miliki.
"Cepet, ah! Lama amat, sih." Ajakan Dena yang kedua membuat Aruna tercekat lalu membereskan pekerjaannya, dan menutup layar kotak yang berisi data laporan yang dia buat hari ini.
"Iya," jawab Aruna. Ia beranjak berdiri, lalu meraih tas selempang yang selalu dia bawa.
"Ayo, Indira, Yoga!" ajak Dena kepada dua asisten di divisi keuangannya tersebut.
Mereka pun berangkat bersama ke sebuah bar and cafe yang sudah direservasi sebelumnya melalui sambungan telepon. Mereka berangkat menggunakan mobil Dena.
Aruna ingin menolak, tetapi tidak bisa karena dipaksa. Dia pun hanya bisa mengikuti rencana Dena untuk melakukan pesta di tempat yang ditunjuk oleh Dena. Sebuah kafe yang dilengkapi dengan tempat karaoke berikut minuman yang katanya bisa membuat mereka having fun. Dena memesan minuman berwarna merah, sedangkan Aruna menolak untuk meminum itu. Ia memilih untuk memesan minuman yang berbeda—jus mangga. Pun memesan makanan yang sedang viral di kafe tersebut—clappertart rasa nangka.
Dena sengaja memilih tempat khusus yang menyediakan room karaoke, sehingga mereka bebas melakukan apa saja di ruangan tersebut, lalu mengajak teman-temannya menari dan menyanyi di ruangan tersebut guna menghilangkan stress dengan pekerjaan mereka selama ini. Sedangkan Aruna hanya duduk menunggu di meja pelanggan sambil menikmati minuman dan makanannya. Namun, tiba-tiba saja Aruna merasakan ada yang berbeda dengan penglihatannya. Buram dan berkunang-kunang. Kepalanya pun terasa berat dan pusing. Aruna sesekali mengerjapkan mata sambil mendorong kacamata besarnya. Namun, hal itu tidak mengubah apa pun terhadap penglihatannya.
"Kenapa semua orang terlihat jadi dua?" ujar Aruna pada dirinya sendiri. Di saat yang bersamaan Dena datang menghampiri Aruna.
"Ikut nyanyi, yuk, Na! Masa ke sini cuma nonton doang. Nggak asik, ih." Dena menarik tangan Aruna, tetapi perempuan itu masih berusaha mempertajam penglihatannya. Memijit pelipis hidungnya yang terasa berdenyut sakit.
"Aku, kok, pusing banget, ya, Bu?" seru Aruna menautkan kedua alisnya.
"Kamu minum kali, jadinya mabuk," ujar Dena.
"Enggak, aku cuma minum ini," pungkas Aruna menggelengkan kepalanya, sembari mengacungkan gelas yang masih berisi minuman jus mangga yang tersisa sedikit di dalamnya.
"Terus kenapa bisa pusing?" tanya Dena sambil mengernyitkan kening. Namun, ada garis tipis yang terlukis di kedua sudut bibirnya yang berwarna merah jambu. Senyum kepuasan melihat keadaan Aruna seperti itu.
Dena mengingat sesuatu yang sudah ia lakukan sebelumnya tanpa sepengetahuan Aruna. Perempuan itu dengan sengaja telah memasukkan pil memabukkan di dalam minuman Aruna. Membuat Aruna mengalami pusing di kepalanya. Entah kapan Dena memasukkan obat itu ke dalam minuman Aruna, mungkin saat perempuan itu ikut bernyanyi sebentar dengan Indira. Ternyata Dena mempunyai niat buruk di balik kebaikannya.
"Aku mau ke toilet sebentar, Bu. Mau cuci muka. Mungkin aku cuma ngantuk aja." Aruna beranjak berdiri dan pamit ke toilet. Indira dan Yoga yang masih sibuk dengan lagu mereka yang belum selesai tidak memperhatikan kepergian Aruna dan juga kepergian Dena yang mengikuti langkah Aruna diam-diam.
"Pusing banget, sih!" Aruna terus saja mengeluh sambil memegang kepalanya. Dengan berjalan sedikit sempoyongan, perempuan itu sampai di toilet setelah bertanya kepada seorang pegawai kafe di mana letak toilet di kafe tersebut.
Aruna masuk ke dalam area toilet yang dikhususkan untuk kaum perempuan. Kebetulan di sana keadaannya sedang sepi. Hanya ada Aruna seorang di dalam ruangan yang dilengkapi dengan dua buah wastafel dan satu kaca besar yang terpampang di dinding sebelah atas wastafelnya, serta tiga bilik toilet yang berjajar menghadap wastafel tersebut.
Aruna masuk ke salah satu bilik toilet itu. Tak lama Dena pun masuk juga dengan senyum seringai yang terbesit di bibirnya. Perempuan itu celingukan mencari sesuatu. Ia mengambil gagang pel lantai yang berada di sudut ruangan lalu mengaitkannya pada gagang pintu bilik Aruna. Setelah itu, ia masuk ke dalam bilik toilet sebelahnya. Dengan cepat ia mengambil selang jet shower closet dan mengarahkannya ke atas, tepat ke arah Aruna berada. Dena sengaja menyemprotkan air itu sehingga orang di sebelah sana yang tidak lain adalah Aruna menjerit kelabakan. Semua itu Dena lakukan dengan cepat, sehingga tidak ada yang orang memergoki perbuatannya.
"Ah ... apa-apaan ini? Siapa yang iseng melakukan ini? Hei ... hentikan!" Aruna berteriak sembari menahan air dengan menyilangkan kedua tangannya di atas kepala. Walaupun sebenarnya tidak ada gunanya, karena tubuhnya tetap basah. Dia berusaha membuka pintu, tetapi tertahan oleh gagang pel itu. Pun dengan rasa sakit yang mendera kepalanya, membuat tubuhnya jadi lemas tidak bertenaga, akhirnya dia pun pasrah dengan tubuh yang basah. Dengan sisa tenaganya, dia berusaha menggedor pintu dan berteriak agar ada orang yang mau membukakan pintu itu.
"Rasain kamu, Aruna! Siapa suruh kamu jadi sok hebat di depan aku," seru Dena dengan nada pelan dan tawa yang tertahan lalu kabur dari sana.
Aruna yang sudah basah kuyup mulai kedinginan. Ia memeluk kedua bahunya, lalu menggosoknya cepat guna memberikan rasa hangat. "Ah, sial! Siapa yang iseng menyiramkan air tadi? Awas aja kalau nanti ketemu!" geram Aruna. "Ssshh!" Aruna mendesis kesakitan sambil memegangi kepalanya, "ini kenapa kepalaku jadi pusing banget, sih?" keluhnya lagi. Pandangannya semakin kabur dan berbayang, rasanya seperti ingin tidur saja. Aruna kembali berusaha membuka pintu, tetapi tidak bisa.
...***...
Setelah dua puluh menit berlalu, dua orang pengunjung kafe masuk ke dalam toilet perempuan tersebut. Mereka merasa heran kenapa ada gagang pel yang menempel di gagang pintu toilet. Salah satu perempuan itu melepaskan gagang pel itu lalu menempelkan telinganya pada daun pintu. "Apa ada orang di dalam?" tanyanya sedikit berteriak.
Aruna yang masih mempunyai sedikit kesadaran sontak mendongak. Ia yang sudah terkulai lemas di lantai berusaha memukul pintu dengan sisa tenaganya dan berteriak dengan suaranya yang sudah serak. "To–tolong ... a–ku!"
Perempuan yang di luar mendengar samar, tetapi dia yakin jika di dalam sana pasti ada orang yang butuh pertolongan. Ia pun langsung menyuruh temannya agar memanggil petugas kebersihan atau siapa pun pegawai kafe tersebut guna meminta bantuan.
Pintu itu pun dibuka perlahan, Aruna yang sudah lemas bersandar di dinding kamar mandi. "Astaga ... Mbak, kenapa?" Perempuan itu langsung berjongkok dan memeriksa tubuh Aruna. Memegang keningnya, "Badannya panas banget," ucapnya panik, lalu menepuk pipi Aruna pelan, karena perempuan itu perlahan menutup matanya. "Mbak, jangan tidur! Bangun, Mbak!" serunya lagi.
"Di sana, Pak!" Perempuan yang pergi mencari pertolongan tadi datang bersama seorang dua orang lelaki. Salah satunya memakai pakaian ala koki dengan apron yang menempel di bagian depan tubuhnya. Mereka berlari menuju bilik toilet Aruna untuk memeriksa apa yang terjadi.
"Rere!" Lelaki yang memakai apron mengenali Aruna, dan segera menggendong tubuh perempuan itu untuk diberi pertolongan pertama.
...***...
tbc
Gimana readers? Masih nggak ada komentar, kah? Syedih aku, tuh, kalau nggak ada yang komen apa-apa 🥲🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩFajar¹
lah Alfath kenal sama Rere juga?
2023-01-20
0
🍭ͪ ͩFajar¹
lah itu kan kafenya Juno dkk
2023-01-20
0
erenn_na
lelaki yang memakai apron🤔🤔🤔🤔
2022-06-11
0