...***...
Esok paginya, Aruna pergi ke rumah Juno setelah mendapatkan chat berisi alamat rumah lelaki tersebut. Penampilan Aruna seperti biasanya, memakai baju kemeja kotak-kotak berwarna merah dipadukan dengan rok span selutut berwarna hitam. Model rambutnya masih disanggul kecil ala-ala pramugari, dengan kacamata bulat besar yang masih setia membingkai kedua bola matanya. Padahal ini adalah hari libur, dan Aruna ke rumah Juno bukan untuk bekerja, tetapi penampilan Aruna seperti hendak rapat saja.
"Ini, kan, rumahnya?" Aruna bertanya pada dirinya sendiri sembari melihat layar ponselnya bergantian dengan rumah yang bercat putih dan bergaya Eropa itu.
"Cari siapa, Bu?" Seorang satpam yang memakai nametag bertuliskan nama 'Darman' menghampiri Aruna dan bertanya.
Aruna tersentak, lalu menoleh pada asal suara. "Ehm ... iya, Pak. Ini rumahnya Pak Juno bukan, ya?" tanya Aruna.
"Bener, Bu," jawab satpam.
"Jangan panggil saya 'ibu' dong, Pak! Saya masih muda," protes Aruna. Dia tidak suka jika ada yang memanggilnya dengan sebutan itu selain di tempat kerja. "Pak Junonya ada, nggak?" tanyanya lagi.
"Oh, maaf, Mbak. Soalnya penampilan Mbaknya ini udah kayak ... maaf-maaf, ya, Mbak. Kayak ibu-ibu aja." Darman terkekeh sambil menggaruk tengkuk lehernya.
Aruna mendengus, tetapi menyunggingkan senyuman setelahnya walaupun sedikit terpaksa. Kini dirinya sudah terbiasa mendapatkan tanggapan orang-orang seperti itu tentang penampilannya. Biarkan saja.
"Saya tahu, Pak. Makasih udah jujur. Pak Junonya ada nggak?" Aruna mengulangi pertanyaannya. Satpam itu terkekeh malu.
"Oh, iya. Ada, Mbak. Ini sama Mbak Aruna, kan?" Darman balik bertanya.
Aruna terdiam sejenak. "Iya," jawabnya sedikit bingung.
"Sebentar, ya, Mbak!" Darman pergi menjauhi Aruna, lalu terlihat merogoh ponsel miliknya dari saku celana. Ia menelepon seseorang.
Aruna tidak bisa mendengarkan perbincangan satpam tersebut dengan lawan bicaranya di seberang telepon sana. Ia hanya bisa memperhatikan gerakan satpam tersebut yang mengangguk-angguk patuh sambil memegang ponselnya. Lalu, tak lama satpam itu pun mengakhiri panggilan telepon itu, lantas dia kembali menghampiri Aruna.
"Katanya suruh tunggu di sini dulu, Mbak. Sebentar lagi Pak Junonya keluar," terang Darman. Aruna hanya mengangguk mengiyakan.
Selang beberapa menit lelaki tampan yang ditunggu Aruna pun datang. Hal yang pertama Juno lakukan ketika melihat Aruna dari kejauhan adalah mengernyitkan keningnya. Merasa heran dengan penampilan Aruna yang seperti hendak bekerja ke kantor saja, dan anehnya penampilan seperti itu saja sudah berhasil membuat Juno selalu terbayang-bayang dengan wajah gadis itu. Mungkin ada yang konslet dengan otaknya.
Namun, Juno sedikit bersyukur karena Aruna datang dengan gayanya yang kampungan. Setidaknya orang tuanya pasti akan keberatan jika gadis seperti itu yang akan menjadi menantunya. Apa kata dunia?
"Pagi, Pak. Aku—"
"Ikut aku!" Aruna harus menelan kembali kata-katanya ketika tangan Juno langsung menarik tubuhnya ke suatu tempat. Taman samping rumahnya yang cukup sepi.
"Apa, sih, Pak? Kenapa aku dibawa ke sini? Bukannya kita mau membicarakan tentang syarat penangguhan ganti rugi?"
"Iya, kita bicara di sini," seru Juno. Membuat Aruna menatap wajah lelaki itu dengan curiga. "Tapi—"
"Di dalam rumah ada orang tua aku. Mereka mau bertemu dengan pacar aku." Ucapan Aruna terpotong oleh kata-kata Juno.
"Terus?" tanya Aruna bingung.
"Kamu ke sini buat pura-pura menjadi pacar aku di depan mereka."
"Hah? Aku jadi pacar Bapak?" Aruna terkesiap dengan kedua mata membulat sempurna.
"Pu-ra-pu-ra, Aru. Pura-pura doang." Juno mengeja ucapannya.
"Aru, Aru ... Aruna!" Aruna membenarkan panggilan Juno kepadanya.
Juno mencebikkan bibir. "Makanya kamu dengerin! Pura-pura doang. Jangan ge-er dulu!" Juno menjelaskan penuh penekanan.
"Iya, aku denger. Tapi buat apa? Aku nggak mau." Aruna menolak dengan tegas.
"Kalau kamu nggak mau, aku akan laporkan masalah kemarin ke polisi dengan tuduhan tabrak lari."
"Enak aja. Bukannya aku mau tanggung jawab. Aku akan bayar ganti rugi."
"Oke, tapi kamu harus bayar sekarang! Mana?" Juno menadahkan tangannya.
Aruna terdiam, dia kalah berdebat dengan Juno. "Gimana? Ada nggak uangnya?" Juno bertanya lagi sambil menaikkan kedua alisnya.
"Sial! Aku harus bagaimana? Pinjem ke papa juga nggak mungkin. Aku nggak mau menerima syaratnya dia. Kenapa semua orang selalu membuat syarat dalam urusan uang?" Aruna bermonolog dalam hatinya. Benar-benar simalakama.
"Kamu nggak usah khawatir! Mami cuma mau kenalan sama kamu. Dia juga belum tentu setuju kamu jadi pacar aku. Melihat penampilan kamu yang ...." Ucapan Juno terjeda sejenak, kedua netranya menatap tubuh Aruna dari atas sampai ke bawah. "Kayaknya dia nggak bakalan setuju lihat kamu kayak gini," ucapnya meremehkan Aruna.
Lagi-lagi Aruna harus menahan diri untuk tidak sakit hati. Ini udah kesekian kalinya Juno menghina dirinya. Biarlah, ini memang sudah menjadi pilihannya. Dihina orang adalah konsekuensi yang harus dia terima.
"Oke, cuma hari aja, kan? Setelah itu aku bisa minta waktu untuk membayar ganti rugi itu."
"Iya." Juno mengangguk yakin. "Ayok! Pokoknya tugas kamu hari ini hanya jadi gadis kampungan yang nurut dan norak. Nggak boleh banyak bicara, nggak boleh banyak protes!" Juno berpesan sambil menarik tangan Aruna dan berjalan menuju pintu utama. Aruna menghela napas kasar, tetapi hanya bisa pasrah dengan keadaan.
...***...
"Halo, Sa ... yang!" Ara yang menyambut kedatangan Juno dan Aruna sedikit terkejut. Senyuman yang terbingkai manis di bibir Ara untuk menyambut calon menantunya sontak memudar ketika melihat penampilan Aruna.
"Pagi, Om, Tante," sapa Aruna dengan sopan. Ara dan Jojo tersenyum kikuk.
"Pagi juga," balas Ara sedikit canggung.
"Mih, Pih, kenalin ini pacar aku. Namanya Aruna." Juno memperkenalkan Aruna kepada orang tuanya. Ara dan Jojo terhenyak sesaat. Ara menatap wajah Juno dengan seksama saat memperkenalkan kekasih pura-puranya itu. Terlihat semringah dan bahagia.
Ara mengulurkan tangan kanannya mengajak bersalaman, lantas disambut oleh Aruna. "Halo, Aruna. Kenalkan saya Ara, dan ini Jo—suami saya. Kami orang tuanya Juno," ucap Ara sambil tersenyum manis. Aruna membalasnya dengan tersenyum saja, hingga Ara melepaskan jabat tangan mereka.
Ara terlihat berbisik pada suaminya. Setelah suaminya mengangguk, lantas membawa Aruna bersamanya. "Kamu ikut tante, yuk!"
"Mau diajak ke mana, Mih?" Juno yang bertanya kepada Ara.
"Pinjem dulu bentar. Kamu pergi sama papi kamu dulu, gih! Ada yang mau dibicarakan katanya," seru Ara. Juno bergeming sesaat. Namun, ketika dirinya hendak berkata lagi. Tangan Jojo sudah menarik tubuhnya pergi menjauh. Seolah drama sepasang kekasih yang terpisahkan oleh orang tua terjadi di antara mereka.
"Kamu ikut papi!" Sedangkan Juno hanya bisa mengikuti ke mana gerak langkah sang papi.
Juno dibawa oleh sang papi ke taman belakang rumahnya. Dia tidak pernah menyangka jika ternyata apa yang hendak dibicarakan papinya adalah berupa wejangan yang menyuruh dirinya untuk tidak pernah menyakiti hati perempuan. Bahkan, lelaki itu menceritakan tentang kisah cintanya sewaktu masih muda bersama Ara. Juno merasa terharu dan terkesan dengan kisah cinta mereka.
Sekelabat bayangan Aruna melintas di benaknya. Ia mulai memikirkan perempuan itu lagi. Kisah cinta orang tuanya bisa dibilang tidak masuk diakal. Seorang perempuan yang mencintai lelaki yang memiliki kelainan mental. Juno jadi berpikir, jikalau ternyata perasaan yang dia miliki untuk Aruna adalah perasaan cinta. Hal itu mungkin saja.
...***...
tbc...
Jangan lupa like dan komentarnya. Maafkan baru up. Othornya abis liburan, jadi nggak sinyal buat up 🙏
Minal aidzin walfaidzin, ya 🙏☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩFajar¹
mau di make over kah Aruna sama mama Ara?atau dapet wejangan juga kaya Juno..
2023-01-20
0
erenn_na
wkwkwkwkwkkw, Ara lembut walaupun sengklek jadi percaya aja Aru mau di apakan 🤣🤣🤣🤣
2022-06-11
0
erenn_na
🤣🤣🤣🤣. baca ini buat teman ngeteh,🤭
2022-06-11
0