...***...
"Eh, loh. Kok, kamu ada di sini?" Juno berpura-pura tidak tahu tentang tempat tinggal Aruna.
"Ini rumahku," sahut Aruna.
"Oh, kebetulan kalau gitu. Aku mau minta bantuan," seru Juno seraya tersenyum cengengesan.
"Tadi kudengar Bapak mau pinjem dongkrak sama kunci pas?" Aruna mengingat perkataan Juno saat berteriak tadi.
"Iya. Eh, jangan panggil 'bapak'. Kita bukan di kantor," pinta Juno. Aruna tersenyum kaku menanggapinya.
"Ban mobilku bocor. Aku mau ganti, tapi lupa bawa dongkrak dan kunci pas. Kebetulan aku lihat di rumah ini ada mobil, jadi kupikir aku pinjem saja di sini, dan ternyata ini rumah kamu, ya," terang Juno.
"Mobilnya di mana?" tanya Aruna.
"Itu di depan." Juno menunjuk sebuah mobil mewah berjenis Lamborghini terparkir cantik di depan gerbang rumah Aruna.
Aruna mengalihkan pandangannya ke arah sana, lalu mengernyit. "Bukannya mobil mewah Anda sudah menggunakan ban Run Flat Tire, ya? Sejenis ban anti kempes, gitu. Dia masih bisa dipakai dalam kondisi kurang angin dengan kecepatan sedang. Anda nggak perlu repot-repot buat ganti sendiri. Jalankan saja mobilnya! 500 meter di depan sana ada bengkel mobil."
"Siyal! Kenapa aku melupakan hal itu? Dan juga, kenapa dia bisa hafal betul dengan ban mobil mahal? Jadi malu sendiri, kan? Alasanku keliatan mengada-ngada." Juno bermonolog dalam hati. Merutuki kebodohannya saat ini.
"Jangan bilang kalau Anda nggak tahu ini, Pak?" Aruna bertanya ragu ketika melihat Juno tidak merespon perkataannya.
Juno tiba-tiba tertawa getir. Ia sadar akan kesalahannya. "Mendingan pura-pura lupa aja," batin Juno.
"Oh, iya. Kenapa aku bisa lupa, ya? Mungkin tadi aku terlalu panik. Jadi, nggak kepikiran ke sana," kelit Juno tertawa hambar sambil menggaruk keningnya yang tidak gatal.
"Om ini bukannya ngikutin kami dari tadi, ya?" Celetukan dari Putri membuat Juno seolah tidak punya muka. Apa gadis kecil itu sadar dengan kelakuan Juno tersebut.
"Nggak mungkin, dong, Sayang. Om Juno ini orang yang sangat sibuk. Mana mungkin dia ada waktu untuk ngikutin kita. Kayak nggak ada kerjaan aja."
Benar, perkataan Aruna dibenarkan dalam hati Juno. Dirinya memang seperti tidak ada kerjaan ketika memutuskan untuk mengikuti perempuan itu. Namun, entah kenapa otaknya begitu sulit untuk menolak permintaan konyol dalam hatinya itu.
"Nah, benar kata Aruna. Mana mungkin aku ngikutin kalian," kilah Juno menunjukkan tampang cool-nya. Ia bersikap seperti CEO muda yang berwibawa.
"Tapi Putri lihat mobil itu dari tadi ngikutin mobilnya kak Aruna. Semenjak dari minimarket tadi."
Gubrak!
Juno salah tingkah lagi. Haruskah dia mengaku kali ini?
"Ehm ... mungkin kamu salah lihat, anak kecil." Juno mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu ketahuan oleh anak kecil.
"Putri nggak boleh kayak gitu!" hardik Aruna lembut. Lalu beralih lagi ke arah Juno. "Pak Juno mau langsung pulang, atau mau mampir sebentar?" tanyanya dan Juno sontak mengalihkan pandangan menatap Aruna.
"Sebenarnya aku haus dari tadi. Boleh minta minum?"
"Ih, Om, modusnya pinter, deh." Putri kembali berceloteh sambil tertawa meledek.
"Putri!" Aruna sontak membungkam mulut anak itu. Bagaimanapun juga Juno adalah investor utama perusahaan tempatnya bekerja. Ia harus bersikap sopan terhadap lelaki itu.
"Maaf, Pak Juno. Jangan didengerin! Putri cuma bercanda," kekeh Aruna canggung.
Bukan hanya Aruna, melainkan Juno pun merasakan hal yang sama. Kecanggungan terjadi di antara mereka karena tingkah polosnya Putri. Juno merasa dirinya terjebak sendiri.
"Hei, anak kecil. Kenapa panggil aku 'Om', sedangkan sama dia 'kakak'? Umur kami mungkin tidak jauh beda. Bahkan penampilan Aruna terlihat lebih tua dari aku." Pertanyaan Juno terhadap Putri membuat Aruna mendengus sebal. Secara tidak langsung Juno sudah menghina penampilannya.
"Nggak, menurutku Om lebih tua," tegas Putri.
"Hei–"
"Ehem ... silakan masuk, Pak! Saya sediakan minum." Suara Aruna membuat Juno kembali menelan protesnya terhadap Putri. Aruna mempersilakan Juno masuk ke dalam rumahnya dengan menggeser tubuhnya untuk memberikan jalan kepada lelaki itu.
Juno pun menoleh pada Aruna lalu tersenyum kaku, sebelum ia membawa tubuhnya memasuki rumah itu. Juno mengedarkan pandangannya ke sekitar. Meneliti setiap furniture dan tata letak barang-barang yang mengisi ruangan itu yang terlihat rapi. Dari pandangan Juno, terlihat penghuni rumah itu begitu teliti ketika menyesuaikan warna cat rumah dengan setiap furniture yang ada. Rumah yang terlihat sederhana dari luar, tetapi terlihat berkelas dari dalam.
"Silakan duduk, Pak!" ucapan Aruna mengembalikan atensi Juno kepadanya.
"Iya, terima kasih." Juno duduk dengan menjaga wibawanya. "Oh, iya. Sudah kubilang jangan panggil aku 'bapak'!" titah Juno lagi.
"Tapi aku harus panggil apa? Aku nggak enak. Sepertinya Anda jauh lebih tua." Aruna membalikkan kata-kata Juno. Impas, kan? pikirnya.
Juno sedikit tersinggung, padahal orang-orang sering memujinya dengan tampangnya yang baby face. Namun, Aruna dengan lantangnya berkata jika dirinya tua, bahkan Putri juga berkata hal yang sama. Kata-kata protes sudah menumpuk di lidahnya, tetapi susah sekali mulut itu untuk membuka suara. Akhirnya Juno memilih untuk diam saja, dan ini adalah pertama kali dirinya merasa minder saat menghadapi wanita.
"Aku tetap panggil 'bapak' saja, ya! Biar nggak canggung nantinya." Perkataan Aruna membuat Juno yang hampir mengeluarkan suara terdiam seketika. Ia pun hanya bisa mengangguk saja.
"Om, nggak sekalian nyobain hasil masakan Kak Aruna?" Putri kembali berkata.
"Kalian lagi masak?" tanya Juno balik. Putri menganggukkan kepalanya.
"Aku diminta jadi penyicip masakan barunya Kak Aruna. Bagaimana kalau Om juga ikut mencicipinya. Makanannya banyak, kan, Kak Aruna?" Aruna mengangguk sambil tersenyum kikuk. Dia ragu jika masakannya akan sesuai dengan selera Juno.
"Kalau disajikan sama tuan rumah, kenapa aku harus menolaknya? Dengan senang hati aku pasti memakannya."
"Kalau begitu tunggu sebentar! Aku siapkan makanannya dulu. Tadi masih ada yang belum diselesaikan." Aruna pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya lagi, sedangkan Juno duduk di ruang tamu ditemani oleh Putri.
...***...
Aruna memperhatikan Juno ketika tengah mencoba masakannya. Juno yang diperhatikan merasakan debaran aneh yang luar biasa dalam jantungnya. Bukan karena merasa grogi diperhatikan oleh gadis itu, melainkan masakan Jepang yang disajikan oleh Aruna mampu mengingatkan dirinya pada sosok neneknya yang merupakan keturunan negeri Sakura. Rasa masakan Aruna sangat mirip dengan masakan neneknya.
"Gimana, Pak?" tanya Aruna.
"Apanya?" Juno malah balik bertanya.
"Makanannya. Rasanya gimana?"
Juno masih tetap menjaga wibawanya. Ia mengelap bibirnya dengan tisu lalu meraih gelas untuk ia minum air di dalamnya. "Enak," katanya setelah menghabiskan setengah air dari isi gelas.
"Baguslah, kalau Bapak suka." Senyum Aruna mengembang sempurna. Lagi-lagi berhasil membuat Juno terkesima, hingga beberapa saat dirinya pun tersadar dan langsung mengalihkannya pandangan. Juno benar-benar tidak mengerti kenapa gadis mampu membuatnya begitu penasaran. Padahal penampilannya terlihat begitu kampungan.
...***...
Othor minta dukungannya, ya. Like serta komentarnya. Besok udah Senin, kalau ikhlas sumbangin votenya sekalian. Maacih 😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ
modusnya juno ketahuan 😂😂sama anak kecil lagi🤭
2022-05-30
0
ᶯᵗ⃝🐍мαм_αᷨzᷧкᷤαͤ 𝕱𝖘
knp juno gak mencari tau tentang aruna sich😑😑 harusnya dia curiga knp aruna bs ngerti dan faham tntang mobil kelas atas😌😌
2022-05-30
0
Neni
Juno blm tau sapa Aruna, cari tau dunk.... yg jelas aruna terlihat dari kelas atas juga, tau mobil berkelaa
2022-05-29
0