...***...
"Tante mau ngomong apa?" Kezia terlihat penasaran.
"Yuk, ikut tante!" Ara menarik tangan Kezia lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Membuat Juno menggelengkan kepalanya heran. Dalam hatinya ia merasa menyesal telah membawa Kezia pulang ke rumahnya.
"Sebenarnya yang anaknya itu siapa, sih?" decak Juno. Namun, walaupun tampak kesal, kaki jangkungnya tetap melangkah mengikuti dua perempuan yang sudah mendahuluinya masuk ke rumah.
"Papi kemana, Mam?" tanya Juno ketika dirinya berada di ruang tengah rumahnya. Kepalanya celingukan menyapu seisi rumah. Mencari keberadaan sang papi.
"Papi lagi keluar nyari martabak ketan item kesukaan mami."
Juno mengernyitkan keningnya. "Mami kayak ngidam aja. Kenapa nggak nyuruh sopir aja, sih?" celetuk Juno kemudian.
"Itu tandanya papi kamu itu sangat menyayangi mami. Makanya dia rela melakukan apa saja yang mami mau. Kamu juga nanti kayak gitu sama istri kamu."
Mendengar kata 'istri' disebut, entah kenapa bayangan wajah Aruna kembali melintas di pikiran Juno. Membuatnya mengusap wajahnya kasar guna menepis bayang-bayang itu jauh-jauh dari pelupuk matanya. "Sial! Kenapa harus dia terus, sih!" sungutnya menggerutu.
"Kamu kenapa?" tanya Ara.
Juno tercekat, lalu menggaruk tengkuk lehernya sembari cengengesan. "Nggak apa-apa, Mam. Aku cuma nggak suka Mami bahas nikah. Akunya belum kepikiran, ceweknya aja belum ada," kata Juno.
Ara menghela napas kasar. Juno selalu seperti itu jika dirinya sedang membahas pernikahan. Padahal lelaki itu sudah cukup umur untuk menikah. "Bukannya ada Zia. Kenapa kalian nggak nikah aja?"
Hal itu tentu membuat hati Kezia berbunga-bunga, karena itulah yang dia pinta. Membuat orang tua Juno memaksa anak lelakinya untuk menikahi Kezia.
"Ah, Tante ini ada-ada aja. Kami ini nggak pacaran, mana mungkin kami menikah," sanggah Kezia pura-pura menampik.
"Iya, nih. Kalau ngomong asal jeplak aja," protes Juno dengan pipi menggembung cemberut.
"Eh, menikah itu nggak perlu pacaran. Contohnya mami sama papi kamu. Kami nikah juga nggak pacaran dulu, tapi bahagia sampai sekarang. Kenapa kalian nggak coba aja?"
"Pokoknya nggak mau. Aku nggak cinta sama Kezia. Nikah, kok, coba-coba? Kenapa nggak sekalian nyuruh aku cobain Kezia dulu? Biar ketahuan enaknya." Juno melengos pergi setelah berkata seperti itu, tujuannya adalah kamar pribadinya jika pulang ke rumah itu.
"Heh, ngomong apa kamu?" sembur Ara dengan kedua mata melotot tajam mengikutinya gerak langkah anaknya. Merasa tidak digubris dia pun beralih pada Kezia yang menunduk sedih. "Maafkan Juno, ya, Zee! Dia kalau ngomong suka ngawur," ucap Ara sambil mengusap bahu Kezia lembut.
Kezia hanya mengangguk sambil tersenyum pelik. Tentu saja hal itu membuat Kezia sedih. Hatinya yang sempat melambung tinggi kini harus terhempas lagi.
...***...
Langit di pagi hari terlihat lebih gelap dari biasanya. Padahal penunjuk waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Rinai hujan mengiringi perjalanan seorang gadis berbalut blouse set vintage style yang merupakan setelan kantor ala-ala jadul berwarna navy. Dengan gaya rambut yang sama seperti pertama kali dia masuk bekerja. Begitulah ciri khas Aruna.
Mobil minibus sederhana miliknya terparkir di parkiran gedung perusahaan Suryafood yang masih sepi. Belum banyak karyawan yang datang. Loyalitas Aruna terhadap pekerjaan sedang diuji kali ini. Kemaren saja di harus lembur sampai menjelang pagi.
"Mbak, boleh minta tolong?" Aruna bertanya kepada Mita di bagian resepsionis, setelah dia sampai di lobby perusahaan.
"Minta tolong apa, Bu?" tanya Mita sedikit segan.
"Tolong hubungi bagian pantry! Aku minta kopi hitam. Nanti antarkan ke ruangan aku, ya!" pinta Aruna dengan wajah lesu. Sesekali ia menguap karena rasa ngantuk terus mengajaknya untuk tertidur pulas.
"Oh, iya, Bu. Nanti saya hubungi mereka," sahut Mita.
Aruna pun tersenyum senang, dengan diiringi ucapan terima kasih. Setelah itu, perempuan itu melenggang pergi menuju ruangan divisinya.
Setelah sampai di ruangannya. Aruna duduk di kursi kebesarannya dengan lemas. Walaupun begitu, dia langsung membuka laptopnya dan kembali mengerjakan pekerjaannya yang semalam belum terselesaikan. Hingga beberapa menit kemudian Indira datang ke ruangan itu.
"Selamat pagi, Bu Aruna," sapa Indira.
"Pagi," balas Aruna tanpa mengalihkan pandangannya. Disusul oleh seorang office girl yang membawakan kopi pesanan Aruna.
"Permisi, Bu. Ini kopi hitamnya mau disimpan di mana?" tanya office girl yang bernama Lala.
Mendengar pesanannya datang, barulah Aruna mendongakkan pandangan. "Sini, Mbak!" seru Aruna sambil melambaikan tangannya.
Pandangan Indira pun beralih pada office girl yang membawa kopi. Memperhatikan gerakannya ketika menyajikan kopi hitam di atas meja Aruna.
"Makasih, ya, Mbak," ucap Aruna, dan Lala menanggapinya dengan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Lalu pamit pergi dari sana.
"Bu Aruna minum kopi hitam?" tanya Indira. Ia merasa heran kenapa seorang perempuan muda suka meminum kopi hitam.
"Iya, memangnya kenapa?" tanya Aruna balik.
Indira meringis, memamerkan deretan gigi putihnya. "Kayak bapak aku aja," celetuknya.
Aruna menyesap kopinya perlahan. Ia tidak memedulikan perkataan Indira. "Semalam aku kurang tidur, gara-gara melanjutkan pekerjaan kita sampai jam dua pagi," jelas Aruna. Kedua matanya langsung terbuka, seolah mendapatkan energi dari kopi hitam yang baru diminumnya.
"Jangan terlalu memforsir tenaga, Bu! Nanti Ibu sakit," ucap Indira. Padahal semalam mereka sudah lembur sampai pukul sembilan malam. Namun, karena belum selesai Aruna melanjutkannya di rumah.
Belum sempat Aruna menanggapi perkataan Indira. Suara cempreng dari seseorang yang sangat mereka kenal mengalihkan atensi mereka. "Pagi, semua."
"Pagi juga, Bu Dena. Semangat amat," seru Indira.
"Iya, dong. Pagi-pagi itu harus semangat." Kedua mata Dena menelisik wajah Aruna yang terlihat lesu dengan kantung mata panda yang melingkupi kedua matanya. Walaupun tertutup kaca mata bulat, tetapi masih bisa terlihat dengan jelas di balik kaca berwarna bening itu.
"Gimana lemburnya? Udah ketemu belum penyebab kesalahannya di mana? Itu mata udah kayak panda aja, item," ledek Dena.
Dena meremehkan kinerja Aruna. Dia sangat yakin jika Aruna tidak dapat memecahkan masalah tersebut. Kejanggalan itu terjadi saat masa kepemimpinan manajer keuangan yang telah mengundurkan diri. Bagaimana bisa Aruna yang hanya anak baru bisa menyelesaikan hal itu dengan cepat.
"Semuanya butuh proses, Bu Dena. Nggak segampang itu," ucap Aruna tenang. Lalu beralih kepada Indira.
"Indira, apa semua data laporan operasional dan pembiayaan produksi sudah dikasih semua ke aku?" tanya Aruna.
"Sudah, Bu. Mungkin Bu Dena sebagai pelaksana data akuntansi lebih tahu detail laporannya ada di mana." Indira menyindir Dena. Karena seharusnya yang bertanggung jawab penuh terhadap kesalahan data ini adalah Dena selaku manajer akuntansi.
"Kenapa lihat aku kayak gitu?" Dena merasa tersinggung melihat Indira yang menatapnya ketus.
"Abisnya Bu Dena nggak mau lembur semalam. Ibu, kan, yang seharusnya bertanggung jawab. Data keuangan itu tugasnya Ibu Dena. Kalau Bu Aruna cuma pelaksana dan pengelola keuangan perusahaan saja, tapi Bu Dena malah angkat tangan saat divisi kita kena masalah. Itu, kan, nggak adil buat Bu Aruna. Apalagi dia masih baru di perusahaan ini," papar Indira membela Aruna.
Dena terdiam sejenak. Perkataan Indira berhasil menyentil relung hatinya. "Iya, aku tahu. Aku cari dulu berkasnya. Siapa suruh kemarin dia bersikap sok keren di depan pak Juno. Makanya aku malas bantu dia," ketus Dena, sembari berjalan ke arah meja kerjanya.
"Makasih, Bu Dena," ucap Aruna. Senyumnya mengembang sempurna sebagai bentuk bangganya terhadap Dena. Ia berpikir jika Dena tidak seburuk yang dia kira.
Dena pergi tanpa membalas ucapan terima kasih Aruna. Dia hendak mencari arsip dokumen keuangan beberapa tahun yang lalu di bagian pengarsipan.
...***...
Bantu like, komentar dan favorit, ya 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ
kusuka gayamu Indira yg bisa skakmat Dena 😎🤩😎
2022-05-28
0
Neni
mantul Indira, aku suka gayamu.... Dena akhirnya tau diri juga😅
2022-05-28
1
𝕱𝖘Ayu Claⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈ᵇᵃˢᵉ☀️
Kena mental kan kamu Dena sama ucapan Indira😅😅🤭
2022-05-28
1