Boss Gila
Aku membuka kelopak mataku, berkas cahaya matahari menembus jendela kamarku mengenai retina mataku. Ini artinya aku bangun kesiangan.
Gilaa!!!
Kuraih ponselku yang tergeletak semalaman di nakas. Hanya ingin memastikan sekarang pukul berapa dan hari apa. Sekarang hari kamis pukul 7 pagi.
Dobel gila! jam 7, yang benar saja.
Aku bangkit dari tidur dan duduk sejenak mengumpulkan kesadaranku sebelum bergegas menuju kamar mandi.
Tidak ada waktu untuk mandi!
Aku raih sikat gigi dan membasuh wajahku. Selesai mengeringkan wajahku, aku mengoleskan tabir surya ke wajahku.
Gila gila!!!
"Ya Putri cindekia, Ini akan menjadi hari pertamamu pergi ke kantor tanpa mandi!" gerutuku sembari mengancingkan kemejaku.
Hari ini aku mengenakan sepatu olahraga. Karena aku akan berlari pagi ini.
Saat hampir sampai ke persimpangan, lampu penyeberangan berganti warna kuning, aku sangat telat. Tidak ada waktu untuk menunggu lampu merah! jadi kuputuskan untuk menerobos lampu merah.
Segera kupercepat kelajuan lariku. Sangat jarang kenderaan yang berlalu lalang di persimpangan dekat rumah kontrakkanku, jadi kecil kemungkinan akan ada kenderaan yang lewat.
Bisa dikatakan tidak ada gunanya dipasang lampu merah karena banyak orang-orang sepertiku yang tidak taat pada lampu merah.
Zhiittttt..... Brak!!!
Sebuah mobil menabrak pembatas jalan di depanku. Aku hanya bisa berhenti mengunyah roti tawar yang ada di mulutku, dan meneruskan pelarianku menuju halte.
"Tunggu dulu! Apa mobil itu kecelakaan karena menghindariku?" pikirku tiba-tiba.
Aku berhenti berlari dan menoleh kebelakang, mobil itu masih berhenti di sana. Mobilnya terlihat tidak terluka parah.
"Apa pengemudinya baik baik saja?" tanyaku dalam hati.
"Jangan pedulikan Cindekia! Kau sudah terlambat!" bisik pikiran jahatku.
Aku menggeleng kepala, "Tidak! Dimana sisi kemanusianmu Cindekia?!" bisik pikiran baikku
"Benar, aku harus memastikannya dia baik baik saja, orang itu kecelakaan gara gara menghindariku!" Akhirnya aku menengahi perdebatan kedua pikiranku.
Aku sedikit berlari menghampiri mobil tersebut. Hanya terlihat ada satu penumpang di dalamnya, dilihat dari kaca depan mobil. Seorang pria yang terbilang masih muda, dia tidak sadarkan diri.
"Apa dia sudah mati?" tanyaku dalam hati. Bulu romaku merinding.
Tidak ada reaksi dari orang tersebut. Bagaimana ini? Apa dia mati? Apa aku bakalan kena tangkap polisi?!
Segala kemungkinan terburuk merasuki pikiranku. Tidak bisa! Aku masih muda dan cantik, hidupku tidak boleh berakhir dipenjara.
"Apa yang terjadi?" terdengar suara pria asing bertanya dari arah belakangku.
Aku menoleh, "Kecelakaan, dia tidak sadarkan diri," ujarku gemetar. Orang yang bertanya adalah polisi.
Gila!!!
"Harus segera membawanya ke rumah sakit!" seru orang tersebut. Polisi itu segera mengambil HT nya untuk meminta bantuan.
Menunggu bantuan datang dia mencoba mendobrak jendela mobil tanpa ijin dari yang punya mobil. Karena yang punya mobil terlihat tidak bergerak setelah digedor-gedor.
Ambulan datang membawa korban, dan aku pun ikut ke rumah sakit dengan perasaan bingung. Apa dia baik baik saja? Apa dia akan menuntutku, apa pak polisi ini akan menangkapku? Oh tidak!
Aku mondar mandir di dalam ruangan IGD. Ritual mondar mandirku terhenti begitu melihat pria berpakaian setelan berwana biru yang disinyalir seorang dokter keluar dari balik tirai pemeriksaan.
"Tidak ada luka serius, korban sudah sadar. Hanya pingsan karena terkejut," ujar sang dokter.
"Oh syukurlah," ucapku. Tidak ada yang mati.
"Kalau begitu, saya permisi." Dokter yang terlihat sibuk itu pergi dan mengembalikan penanganan kepada perawat.
"Apa Anda orang yang bertanggung jawab terhadap korban?" tanya pak polisi.
"Saya? tidak, saya kebetulan lewat," ujarku berbohong.
"Mengapa Anda terlihat begitu khawatir sedari tadi?"
"Itu karena orang itu pacar saya Pak," ujarku menambah kebohongan.
Aduh, Gila! Kok pacar?
Bersamaan dengan kebingungan polisi, tirai pemeriksaan pria korban kecelakaan dibuka oleh perawat.
Pak polisi menoleh ke arah korban. "Selamat pagi Pak," sapa pak polisi bernada tegas. Meskipun kepada korban, Ia tidak ada ramah-ramahnya.
Sekilas pria itu melirik ke arahku, dan kembali melihat ke arah polisi. "Pagi," kata si korban tak kalah tegas.
"Syukurlah Anda baik-baik saja, kami akan segera memproses kasus kecelakaan Anda, Anda telah menabrak dan merusak rambu rambu lalu lintas," Pak polisi memberi tudingan.
"Pengacara saya akan segera datang."
"Apa?? yang kena pidana orang itu, bukan aku? Apa Aku selamat, atau orang itu akan menuntutku?" bisikku dalam hati setelah mendengar omongan pak polisi.
Sebaiknya aku kabur diam diam dari sini. Aku perlahan berjalan mundur, dari meninggalkan kedua pria tersebut.
"Kau mau ke mana?" tanya pria korban kecelakaan itu tiba-tiba.
Aku menghentikan langkahku, dan balik menoleh ke arah mereka. Pak polisi menatapku dengan tatapan mencurigai.
"Kamar Anda telah siap, kami akan memindahkan Anda," ucap seorang perawat, seorang temannya datang membawa kursi roda.
Bukan kah kata dokter dia tidak terluka,? Kenapa harus rawat inap?
Apa orang ini akan menuntutku untuk membayar biaya rumah sakitnya?
Pria korban kecelakaan itu bangun dan dikursi roda.
"Ayo ikut!" seru nya menunjuk ke arahku.
"Baik"
Aku hanya bisa pasrah mengikutinya, karena Pak polisi masih ada di sana. Salah salah, nanti Aku bisa dilaporkannya sama polisi karena berlari saat lampu menyeberang merah.
Kami telah tiba di depan sebuah kamar rawat inap, perawat membuka pintu, dan terbentang dihadapanku sebuah kamar yang besar.
gila, lebih besar dari rumah kontrakkanku!
Setelah mengantarkan pasien yang sebenarnya tidak sakit itu, perawat itu undur diri meninggalkan kami berdua.
Aku harus cepat menyelesaikan ini dan harus segera ke kantor, sudah telat sekali ini.
"Saya me__"
"Maafkan saya tuan, Ampunin saya, jangan tuntut saya. Saya akan membayar biaya rumah sakit ini." ujarku dengan nada mengiba, memotong perkataan pria itu, dan dengan segera berlutut di hadapan pria yang masih duduk di kursi roda tersebut.
Aku mengangkat kepalaku, melihatnya. Apa dia akan melepaskanku?
Pria itu tampak memikirkan sesuatu, "Baiklah, Kau boleh pergi," ujarnya datar.
Apa?Ia melepaskanku begitu saja?
"Sekarang? terima kasih banyak tuan, saya akan pergi melakukan pembayaran rumah sakit." Ujarku bersemangat sebelum pria di hadapanku berubah pikiran.
Pria itu berdiri dan pindah duduk ke tempat tidur pasien. "Tidak perlu."
"Ah iya, terima kasih banyak tuan," ujarku dengan penuh cita. "Semoga Anda lekas sembuh, saya permisi."
Aku segera berjalan pergi menuju pintu keluar.
Ceklek..
Seseorang pria membuka pintu kamar, "Apa kau baik baik saja?" tanya pria itu berjalan melewatiku.
Keluarganya sudah datang?sudahlah bukan urusanku. Aku berjalan bergegas membuka pintu.
"Eh kau membiarkan wanita yang menyelamatkanmu pergi begitu saja?"
Terdengar samar suara pria yang baru datang itu bersamaan dengan aku menutup kembali pintu kamar.
Aku melirik jam tanganku, Gila? Udah telat. Harus naik taksi langsung dari sini.
Sepanjang perjalanan aku tersenyum mengingat keluarga pria korban kecelakaan itu mengira aku adalah orang yang menyelamatkannya, padahal saudaranya kecelakaan akibat kesalahanku yang menyeberang saat lampu merah.
Orang itu membiarkanku pergi begitu saja, aku bernapas lega, semoga tidak bertemu lagi dengan orang itu.
***
Terima Kasih...
Semoga suka dengan ceritanya 🙈🙈
Mohon dukungannya, jangan lupa like dan komen.
favorite jika suka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Yura dania
Fans si Ella mampir nih kak semoga ceritanya cocok di aku ya.
2022-09-17
1
Hulapao
ya ampunn gak mandi ihhh
2022-09-12
1
Senajudifa
hijau atau merah thor
2022-08-30
1