NovelToon NovelToon

Boss Gila

Episode¹

Aku membuka kelopak mataku, berkas cahaya matahari menembus jendela kamarku mengenai retina mataku. Ini artinya aku bangun kesiangan.

Gilaa!!!

Kuraih ponselku yang tergeletak semalaman di nakas. Hanya ingin memastikan sekarang pukul berapa dan hari apa. Sekarang hari kamis pukul 7 pagi.

Dobel gila! jam 7, yang benar saja.

Aku bangkit dari tidur dan duduk sejenak mengumpulkan kesadaranku sebelum bergegas menuju kamar mandi.

Tidak ada waktu untuk mandi!

Aku raih sikat gigi dan membasuh wajahku. Selesai mengeringkan wajahku, aku mengoleskan tabir surya ke wajahku.

Gila gila!!!

"Ya Putri cindekia, Ini akan menjadi hari pertamamu pergi ke kantor tanpa mandi!" gerutuku sembari mengancingkan kemejaku.

Hari ini aku mengenakan sepatu olahraga. Karena aku akan berlari pagi ini.

Saat hampir sampai ke persimpangan, lampu penyeberangan berganti warna kuning, aku sangat telat. Tidak ada waktu untuk menunggu lampu merah! jadi kuputuskan untuk menerobos lampu merah.

Segera kupercepat kelajuan lariku. Sangat jarang kenderaan yang berlalu lalang di persimpangan dekat rumah kontrakkanku, jadi kecil kemungkinan akan ada kenderaan yang lewat.

Bisa dikatakan tidak ada gunanya dipasang lampu merah karena banyak orang-orang sepertiku yang tidak taat pada lampu merah.

Zhiittttt..... Brak!!!

Sebuah mobil menabrak pembatas jalan di depanku. Aku hanya bisa berhenti mengunyah roti tawar yang ada di mulutku, dan meneruskan pelarianku menuju halte.

"Tunggu dulu! Apa mobil itu kecelakaan karena menghindariku?" pikirku tiba-tiba.

Aku berhenti berlari dan menoleh kebelakang, mobil itu masih berhenti di sana. Mobilnya terlihat tidak terluka parah.

"Apa pengemudinya baik baik saja?" tanyaku dalam hati.

"Jangan pedulikan Cindekia! Kau sudah terlambat!" bisik pikiran jahatku.

Aku menggeleng kepala, "Tidak! Dimana sisi kemanusianmu Cindekia?!" bisik pikiran baikku

"Benar, aku harus memastikannya dia baik baik saja, orang itu kecelakaan gara gara menghindariku!" Akhirnya aku menengahi perdebatan kedua pikiranku.

Aku sedikit berlari menghampiri mobil tersebut. Hanya terlihat ada satu penumpang di dalamnya, dilihat dari kaca depan mobil. Seorang pria yang terbilang masih muda, dia tidak sadarkan diri.

"Apa dia sudah mati?" tanyaku dalam hati. Bulu romaku merinding.

Tidak ada reaksi dari orang tersebut. Bagaimana ini? Apa dia mati? Apa aku bakalan kena tangkap polisi?!

Segala kemungkinan terburuk merasuki pikiranku. Tidak bisa! Aku masih muda dan cantik, hidupku tidak boleh berakhir dipenjara.

"Apa yang terjadi?" terdengar suara pria asing bertanya dari arah belakangku.

Aku menoleh, "Kecelakaan, dia tidak sadarkan diri," ujarku gemetar. Orang yang bertanya adalah polisi.

Gila!!!

"Harus segera membawanya ke rumah sakit!" seru orang tersebut. Polisi itu segera mengambil HT nya untuk meminta bantuan.

Menunggu bantuan datang dia mencoba mendobrak jendela mobil tanpa ijin dari yang punya mobil. Karena yang punya mobil terlihat tidak bergerak setelah digedor-gedor.

Ambulan datang membawa korban, dan aku pun ikut ke rumah sakit dengan perasaan bingung. Apa dia baik baik saja? Apa dia akan menuntutku, apa pak polisi ini akan menangkapku? Oh tidak!

Aku mondar mandir di dalam ruangan IGD. Ritual mondar mandirku terhenti begitu melihat pria berpakaian setelan berwana biru yang disinyalir seorang dokter keluar dari balik tirai pemeriksaan.

"Tidak ada luka serius, korban sudah sadar. Hanya pingsan karena terkejut," ujar sang dokter.

"Oh syukurlah," ucapku. Tidak ada yang mati.

"Kalau begitu, saya permisi." Dokter yang terlihat sibuk itu pergi dan mengembalikan penanganan kepada perawat.

"Apa Anda orang yang bertanggung jawab terhadap korban?" tanya pak polisi.

"Saya? tidak, saya kebetulan lewat," ujarku berbohong.

"Mengapa Anda terlihat begitu khawatir sedari tadi?"

"Itu karena orang itu pacar saya Pak," ujarku menambah kebohongan.

Aduh, Gila! Kok pacar?

Bersamaan dengan kebingungan polisi, tirai pemeriksaan pria korban kecelakaan dibuka oleh perawat.

Pak polisi menoleh ke arah korban. "Selamat pagi Pak," sapa pak polisi bernada tegas. Meskipun kepada korban, Ia tidak ada ramah-ramahnya.

Sekilas pria itu melirik ke arahku, dan kembali melihat ke arah polisi. "Pagi," kata si korban tak kalah tegas.

"Syukurlah Anda baik-baik saja, kami akan segera memproses kasus kecelakaan Anda, Anda telah menabrak dan merusak rambu rambu lalu lintas," Pak polisi memberi tudingan.

"Pengacara saya akan segera datang."

"Apa?? yang kena pidana orang itu, bukan aku? Apa Aku selamat, atau orang itu akan menuntutku?" bisikku dalam hati setelah mendengar omongan pak polisi.

Sebaiknya aku kabur diam diam dari sini. Aku perlahan berjalan mundur, dari meninggalkan kedua pria tersebut.

"Kau mau ke mana?" tanya pria korban kecelakaan itu tiba-tiba.

Aku menghentikan langkahku, dan balik menoleh ke arah mereka. Pak polisi menatapku dengan tatapan mencurigai.

"Kamar Anda telah siap, kami akan memindahkan Anda," ucap seorang perawat, seorang temannya datang membawa kursi roda.

Bukan kah kata dokter dia tidak terluka,? Kenapa harus rawat inap?

Apa orang ini akan menuntutku untuk membayar biaya rumah sakitnya?

Pria korban kecelakaan itu bangun dan dikursi roda.

"Ayo ikut!" seru nya menunjuk ke arahku.

"Baik"

Aku hanya bisa pasrah mengikutinya, karena Pak polisi masih ada di sana. Salah salah, nanti Aku bisa dilaporkannya sama polisi karena berlari saat lampu menyeberang merah.

Kami telah tiba di depan sebuah kamar rawat inap, perawat membuka pintu, dan terbentang dihadapanku sebuah kamar yang besar.

gila, lebih besar dari rumah kontrakkanku!

Setelah mengantarkan pasien yang sebenarnya tidak sakit itu, perawat itu undur diri meninggalkan kami berdua.

Aku harus cepat menyelesaikan ini dan harus segera ke kantor, sudah telat sekali ini.

"Saya me__"

"Maafkan saya tuan, Ampunin saya, jangan tuntut saya. Saya akan membayar biaya rumah sakit ini." ujarku dengan nada mengiba, memotong perkataan pria itu, dan dengan segera berlutut di hadapan pria yang masih duduk di kursi roda tersebut.

Aku mengangkat kepalaku, melihatnya. Apa dia akan melepaskanku?

Pria itu tampak memikirkan sesuatu, "Baiklah, Kau boleh pergi," ujarnya datar.

Apa?Ia melepaskanku begitu saja?

"Sekarang? terima kasih banyak tuan, saya akan pergi melakukan pembayaran rumah sakit." Ujarku bersemangat sebelum pria di hadapanku berubah pikiran.

Pria itu berdiri dan pindah duduk ke tempat tidur pasien. "Tidak perlu."

"Ah iya, terima kasih banyak tuan," ujarku dengan penuh cita. "Semoga Anda lekas sembuh, saya permisi."

Aku segera berjalan pergi menuju pintu keluar.

Ceklek..

Seseorang pria membuka pintu kamar, "Apa kau baik baik saja?" tanya pria itu berjalan melewatiku.

Keluarganya sudah datang?sudahlah bukan urusanku. Aku berjalan bergegas membuka pintu.

"Eh kau membiarkan wanita yang menyelamatkanmu pergi begitu saja?"

Terdengar samar suara pria yang baru datang itu bersamaan dengan aku menutup kembali pintu kamar.

Aku melirik jam tanganku, Gila? Udah telat. Harus naik taksi langsung dari sini.

Sepanjang perjalanan aku tersenyum mengingat keluarga pria korban kecelakaan itu mengira aku adalah orang yang menyelamatkannya, padahal saudaranya kecelakaan akibat kesalahanku yang menyeberang saat lampu merah.

Orang itu membiarkanku pergi begitu saja, aku bernapas lega, semoga tidak bertemu lagi dengan orang itu.

***

Terima Kasih...

Semoga suka dengan ceritanya 🙈🙈

Mohon dukungannya, jangan lupa like dan komen.

favorite jika suka.

Episode²

Setelah membayar ongkos taksi, segera saja aku masuk ke gedung di depanku.

"Darimana saja kau?" tanya Pak Damar mengintrogasiku. Dia adalah atasan yang dikenal baik hati. Beliau adalah atasan idaman, beruntung aku ditempatkan menjadi asistennya.

"Maaf Pak, tadi ada kecelakaan," ujarku membela diri.

Ekspresi marahnya berubah menjadi khawatir, "Kecelakaan? Apa kau baik baik saja?" tanyanya.

"Saya baik baik saja, Pak. Kalau begitu saya permisi," ujarku senatural mungkin berjalan dengan pelan pelan.

"Tunggu, Cindekia. Hari ini adalah hari terakhirmu berkerja di sini."

Jdarr.. Jleb... seperti terkena cipratan genangan air yang dilindas mobil lewat, tapi tidak marah karena mobilnya sudah keburu kabur.

"Maksud Bapak? Saya dipecat?"

"Tidak, kau dipindahkan bekerja dengan Pak Gamya menggantikan sekretarisnya yang mengundurkan diri."

"Pak? Saya mohon, saya janji ini terakhir kalinya saya datang terlambat. Saya akan membuat laporan tepat waktu. Pak... jangan pecat saya..." bujukku memohon belas kasihan Pak Damar.

Pak Damar menghela napas, "Cindekia, saya tidak memecatmu," ucapnya dengan nada yang meyakinkan.

"Pak, Bapak kan tahu tidak ada yang bisa tahan bekerja di bawah tekanan Pak Gamya. Sama saja saya dipecat."

"Sstt... pelankan suaramu, itu hanya rumor, kau sendiri belum pernah bertemu dengannya," ujar Pak Damar

"Sudahlah, saya yakin kamu bisa bekerja dengan lebih baik di sana," Pak Damar meninggalkanku tanpa menunjukkan belas asih.

Kepalaku terasa ingin meledak, baru saja lolos dari kasus kecelakaan pagi tadi, sekarang malah dikirim ke kandang harimau. Malang benar hari ini.

Apa ini teguran karena sudah lama tidak beramal soleh? Aku pun dengan langkah berat menuju mejaku.

"Pekerjaanmu akan dilanjutkan oleh Gina, kau bisa serah terima tugas hari ini!" seru Pak Damar dari meja nya.

"Baik Pak."

***

Malam telah tiba, kutekadkan untuk tidak akan menonton drama atau membaca komik online. Harus segera tidur cepat agar besok tidak bangun kesiangan.

Kring... kring...

Suara alarm ponsel membangunkanku dari mimpi. Kali ini aku berhasil bangun dengan cepat.

Bangun kepagian membuatku memiliki banyak waktu untuk melakukan banyak persiapan. Memasak sarapan dan menyiapkan bekal, dan mandi pagi.

***

Bulu romaku merinding saat berjalan menuju kantor pak Gamya. Ruangannya terkenal menyeramkan, yang bahkan auranya bisa menjangkau 10 meter.

Kumengatur napas dengan baik begitu tiba di meja sekertaris. Karena sekretaris yang lama pergi begitu saja, jadi harus mempelajari sendiri berkas berkas yang ditinggalkannya.

Huft, apa dari sekarang aku harus mencari cari lowongan kerja yang saja ya?

Terlalu sibuk dengan berkas berkas yang ada di meja membuatku tidak sadar seseorang telah berdiri di depan majaku.

Siapa orang ini? Apa Dia yang namanya Pak Gamya?

Dengan pelan kuangkat kepalaku dan melihat ke atas. Dan terlihat dengan jelas olehku pria korban kecelakaan kemarin.

Eh orang ini? mengapa bisa ada disini? Apa dia mencariku lagi untuk menuntutku?

Aku terdiam, entah mengapa lidah ini jadi keluh. Pria itu menatapku dingin. Auranya terlihat berbeda dari sebelumnya.

"Jadi Kau sekretarisku yang baru?" tanyanya tegas.

Apa ini? auranya sangat menyeramkan.

"I-Iya Pak." jawabku terbata.

Pria itu berlalu begitu saja, dan terlihat seperti tidak mengenaliku.

"Kau masuk ke ruanganku!" serunya sebelum masuk ke ruangannya.

"Iya Pak."

Aku bernapas lega. Apa dia tidak mengenaliku?

"Baiklah Cindekia, harus mencari lowongan kerja yang baru," ujarku pelan dengan semangat.

Saat masuk, kulihat Pak Gamya yang sekarang menjadi boss ku telah duduk di kursinya.

"7:55, Kopi dan teh sudah ada di atas meja. Dan juga sarapanku yang hanya dibeli di Breakfast Sobo."

"Breakfast Sobo? Dimana?" Aku memotong pembicaraan Pak Gamya. Karena takut salah tempat.

Pak Gamya menatapku dingin, sepertinya dia tidak senang aku memotong perkataannya.

"Gunakan ponselmu untuk mencari tahu!" serunya kemudian. Dia melemparkan beberapa lembar kertas yang disatukan di dalam map di atas mejanya yang ditujukan kepadaku.

"Ambil itu, Itu adalah jadwalku selama seminggu ke depan. Kau harus mempelajari orang orang yang akan Aku temui. Dan juga...." Kalimatnya terhenti, dia memperhatikanku dengan tatapan menyelidik.

Apa dia akhirnya mengenaliku? Tenang.. Cindekia.. tenang.

"Kau harus menyesuaikan pakaianmu untuk setiap pertemuan, karena kau mendampingiku," ujarnya datar,

Tanpa menunggu komentar dariku, dia langsung menoleh ka arah laptopnya dan mengibaskan tangannya tanpa melihat ke arahku.

Dia menyuruhku keluar? Aku pun berjalan pelan menuju pintu keluar.

"Kau mau kemana?"

"Keluar Pak," jawabku dan menghentikan langkahku, lalu menoleh balik melihat ke arah pak Gamya. "Bapak kan suruh saya keluar."

"Aku menyuruhmu kemari!" seru nya, dia memundurkan kursinya sedikit menjauh dari mejanya, dan memberikan ruang di depan laptopnya.

"Iya Pak."

Aku berdiri di sampingnya dan melihat ke arah layar laptopnya,

"Duduklah, kau harus mempelajari pengorganisasian dukumen yang ada disini," ujarnya dingin tanpa melihat ke arahku.

Duduk? dimana maksudnya? Duduk di pahanya? pikiranku histeris membayangkan boss di hadapanku sekarang adalah bos mesum.

Ia menoleh ka arahku dengan sedikit kesal. "Ada apa?! Kau tidak ingin menyeret sendiri kursi yang ada di depan?"

"Ah? Oh iya," ujarku terbata.

Ya ampun Cindekia.. apa yang kau pikirkan, buat malu saja.

Pak Gamya memberi penjelasan dengan serius. Dia terlalu dekat denganku. Beruntung tadi pagi bangun kepagian dan mandi.

Bagiku sangat tidak efisien Pak Gamya memberi penjelasan langsung begini. Otakku tidak bisa berpikir dengan benar. Karena sedari tadi tengah sibuk menenangkan jantungku yang berdetak tidak karuan. Seolah jantungku punya indra ke enam yang bisa merasakan ada pria tampan di dekatnya.

ceklek...

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka oleh seseorang. Secara serentak Kami menoleh ke arah pintu.

"Sayang...." Suara yang pertama kali keluar dari sosok wanita cantik pelaku pembuka pintu. Suara terhenti sesaat melihat diriku yang berada dekat dengan Pak Gamya.

Sayang? Apa wanita itu istrinya?

________

Hallo Terima kasih sudah membaca hari ini.

mohon dukungannya Like dan Komen

favorite jika suka, ikutin terus ceritanya 🐼🐼🐼

Bab 3 Lapar yang menyiksa

Wanita cantik itu terdiam di depan pintu, dia manatapku seperti sedang menilaiku. Begitu juga denganku yang hanya bisa diam menatapnya.

Aku juga sedang menilainya, kulitnya putih, hidung mata dan bibir proposional dengan wajahnya. Secara keseluruhan wanita itu sangat cantik.

"Kau lanjutkan di meja mu!" seru Pak Gamya membuka suara.

"Baik Pak," ucapku pelan sembari berdiri.

"Apa kau pacar tunanganku?" tanya wanita itu, dia berjalan mendekatiku.

"Bukan, saya sekretaris," ujarku sedikit panik.

Gila! , di hari pertamaku berkerja sebagai sekretaris sudah di tuduh pelakor. Jangan sampai terjadi acara jambak menjambak.

"Oh...," ucapnya tenang.

"Kalau begitu saya permisi," ucapku pamit undur diri sembari membawa laptop kabur dari ruangan Pak Gamya.

Sementara wanita yang mengaku tunangannya Pak Gamya berjalan mendekati tunangannya. "Benar dia bukan pacarmu?"

"Dia sekretarisku yang baru."

"Jelaskan kepadaku mengapa kau duduk berdekatan dengannya?"

Apa mereka bertengkar? Aku masih di dalam ruangan loh.

"Kau tidak keluar?" tanya Pak Gamya dingin ke arahku yang sebenarnya menunggu dua orang di depanku bertengkar.

"Ah iya Pak," ucapku terbata.

ceklek

Aku menutup pintu ruangan Pak Gamya, dan masih berdiri di depan pintu, mencoba untuk menguping pembicaraan mereka dari balik pintu.

Bagaimana kalau mereka benaran bertengkar?

Karen sama sekali tidak mendengar apa pun, jadi kuputuskan kembali duduk di meja kerjaku melanjutkan pekerjaan.

ceklek...

Tunangannya Pak Gamya keluar dari ruangan, sepertinya urusannya telah selesai. Dia menatap intents ke arahku. Aku membalasnya dengan senyum menyapanya. Sebuah formalitas pekerjaan.

"Apa kau menyukai tunanganku?" tuduhnya langsung ke sasaran.

Hah? Otakku berkerja untuk mulai berpikir.

Wanita itu mengangguk seakan Ia meyakini sesuatu, "Mengapa aku mempertanyakan pertanyaan bodoh, wanita mana yang tidak menyukai tunanganku. Dia sangat ideal," lanjutnya tanpa menunggu jawabanku.

Hah? Otakku berkerja lebih keras lagi untuk berpikir.

"Maaf Nona, Anda salah paham. Saya adalah sekretaris Pak Gamya. Kami tidak memiliki hubungan apa apa. Hari ini adalah hari pertama saya berkerja, dan saya baru hari ini melihat Pak Gamya," ujarku memberi penjelasan selengkap mungkin.

Aku berharap wanita di depanku berhenti mencurigaiku sebagai pelakor.

Wanita itu berjalan mendekatiku. "Ya sekarang mungkin Kalian tidak memiliki hubungan apa apa. Tapi kau bisa saja kan nanti akan menggodanya."

Dia? mengapa dia masih menekanku? dan membuatku kesal. Dia membuat tekanan darahku naik.

"Percayalah Nona, saya tidak akan menggoda Pak Gamya karena saya sama sekali tidak tertarik dengannya," ujarku menunduk, menyembunyikan raut wajah kesalku.

"Oh ya?"

"Benar, Pak Gamya bukan tipe pria idaman saya. Lagian saya sudah punya pacar yang ganteng. Saya sangat mencintai pasangan saya," ucapku berbohong.

Kuambil ponselku dan membuka layarnya. "Apa Nona ingin melihat pacar saya?"

Maafkan diriku Dyan, aku menggunakan fotomu.

"Kau masih disini?"

Suara Pak Gamya mengejutkanku yang tengah mencari fotoku bersama Dyan. Aku menoleh takut ke arah sumber suara. Sejak kapan dia berdiri di sana? Apa dia mendengar semua yang Aku katakan?

" Iya. " ucap Wanita itu ceria berlari ke arah Pak Gamya dan merangkul manja lengannya, "apa Kau mendengarnya? Sekretaris mu bilang Dia sama sekali tidak tertarik denganmu..hahaha. Apa pesona Gamyaku sekarang sudah berkurang?"

Pak Gamya tidak mengubris ucapan tunangannya, dia mengacak kesal rambut wanita itu. "Aku akan mengantarmu!" serunya sembari berjalan pergi.

Aku menghela napas lega, akhirnya wanita itu pergi juga. Mereka terlihat seperti pasangan yang serasi.

Tiba-tiba Pak Gamya berhenti, dan melihat ke arah belakangku. Membuatku merinding.

Apa? ada apa? Ada penampakan makhluk halus kah?

"Kau susun yang benar semua berkas yang ada disana dan sudah ada di atas mejaku saat aku kembali!" serunya sembari menunjuk tumpukan berkas di belakangku.

"Baik Pak."

Kedua pasangan itupun akhirnya benar benar pergi. Aku kembali bersemangat untuk berkerja.

Aku buka dan baca satu persatu berkas yang di perintahkan Pak Gamya. Hari pertama berkerja harus memberikan kesan yang baik.

Drrt.. drrt..

Ponselku berdering, Layar ponselku memunculkan tulisan Lindri. Aku menjawab panggilan Lindri. Temanku sejak SMA. Meskipun aku sedang bekerja, menjawab panggilan tidak mengangguk aktivitas kerjaku.

"Hallo."

"Bagaimana boss mu yang baru?"

"Kau meneleponku untuk menanyakan itu?"

"haha tidak, Apa kau ada waktu nanti sore? bagaimana kalau kita ketemuan pulang kerja nanti?"

"Katakan saja langsung maksud dan tujuanmu."

"Aku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang. Setelah melihat photomu di Ig ku, katanya dia tertarik denganmu"

"Aku sibuk, bye."

"Apa Dyan sudah menembakmu? Aku yakin belum. Kia waktumu tiga hari lagi. Apa kau yakin bisa membawanya di tanggal 10 nanti?"

Aku melirik kelender di meja kerjaku, yang dikatakan Lindri benar. Aku tidak bisa pergi ke pesta mantan dengan keadaan jomblo. Harusnya tidak usah menjalin hubungan dengan teman SMA kemarin.

Aku memutuskan untuk menerima tawaran Lindri. "Orangnya yang ingin kau kenalkan ganteng nggak?"

"Kalau ganteng memangnya kau mau? bukannya kau sangat menyukai Dyan."

"Lindri, temanmu ini melihat dari wajah. Aku tidak cukup hanya dengan menyukai satu pria tampan," ujarku bercanda.

Aku tidak bisa menunjukkan kelemahanku yang begitu tergila gila dengan Dyan kepada lindri. Meskipun kami sudah berteman lama.

"Hahaha. Baiklah, sampai ketemu nanti sore," ucap lindri

"Ya Aku akan kabari nanti kalau aku udah selesai kerja."

"Kau sudah selesai menyusun?" Suara tanya Pak Gamya tiba tiba mengagetkanku. Aku langsung mematikan sambungan teleponku.

Dia seperti hantu saja.

"Sudah Pak," jawabku singkat.

"Bawa ke ruanganku!" serunya dingin dan berjalan masuk ke ruangannya.

"Baik."

Apa dia mendengar perkataanku? gila. Akan sangat malu sekali jika Pak Gamya mendengar perkataanku. Aku meyakinkan diriku Pak Gamya pasti tidak akan berpikir Aku serius dengan perkataanku.

Bagaimana jika dia berpikir Aku serius? Dia akan menilai Aku adalah seorang maniak.

Aku meletakan berkas yang telah Kususun di atas meja Pak Gamya. Aku ragu apakah aku harus memberi penjelasan kepada Pak Gamya atau tidak. Aku tidak ingin mendapat penilaian yang buruk dari atasanku.

"Anu...Pak, jika tadi Bapak mendengar perkataan saya, itu tadi saya hanya bercanda dengan teman saya. Saya tidak begitu.." ucapku terbata.

Pak Gamya terlihat tidak memperdulikan penjelasanku, dia sibuk dengan berkas yang tadi kuletakkan.

Aku dikacangin. ya harusnya nggak usah memberikan penjelasan. Aku pun berjalan undur diri dengan rasa malu yang bertambah sepuluh kali lipat.

"Nona Putri Cindekia, aku tidak peduli dengan urusan pribadi selama Anda melakukan pekerjaan dengan baik," tutur Pak Gamya tanpa melihat ke arahku.

"Baik Pak, terima kasih," ucapku kemudian, dan segera kabur keluar dari ruangannya.

Aku bisa bernafas lega setelah menutup pintu ruangan Pak Gamya. Sepertinya Pak Gamya tidak seburuk itu.

Tidak terasa waktu berlalu dan menunjukkan pukul 4:30. Bukankah ini saatnya pulang kerja?

Tapi.. Mengapa Pak Gamya belum pulang juga? Aku memutuskan untuk menunggu beberapa menit lagi.

Sudah tiga puluh menit, Pak Gamya belum juga keluar dari ruangannya. Apa dia lembur?

Jiwa karyawanku memberontak ingin pulang cepat. Tetapi Atasan belum juga pulang. Apa boleh Aku melanggar aturan di hari pertama berkerja dengannya?

Jam sudah menunjukkan pukul 5 lewat. Perutku juga sudah mulai memberontak minta diisi. Aku lapar...

Hingga pukul 6:00, Pak Gamya belum juga keluar dari ruangannya. Apa dia mati?

Aku memutuskan untuk memeriksanya.

Tok.. tok...

Ceklek

Aku membuka pintu ruangannya, ternyata Pak Gamya tidak mati. Dia masih sedang berkerja. Dia tampak tidak menyadari kehadiranku yang berdiri di ambang pintu.

Apa dia workaholic?

Aku mengetuk pintu sekali lagi hingga dia mendengarnya dan melihat

ke arahku.

"Ada apa?" tanyanya dingin.

"Bapak tidak pulang?" tanyaku memberanikan diri.

Ia melirik ke arah jam. "Aku lembur," ucapnya tegas.

"Kalau begitu, saya ijin pulang duluan Pak," ucapku lebih memberanikan diri.

"Nona...." Pak Gamya menjedah kalimatnya, "Dengan apa Aku harus memanggilmu?"

"Maksudnya Pak?"

"Nama panggilan mu!"

"Oh, Kia Pak, Kia...."

"Nona Kia, hal apa yang membuatmu merasa pantas lebih cepat pulang dari atasanmu?"

".... "

Maksudnya aku tidak boleh pulang?

"Jika atasanmu belum pulang, kau tidak boleh pulang. Bagaimana kalau aku membutuhkan sesuatu?"

"Baik Pak."

"Duduk lah di sana!" perintah Pak Gamya menunjuk sofa tamu di depannya.

Bagai lembu dicucuk hidung, aku menuruti Perintahnya. Aku putuskan untuk membatalkan janji temu dengan Lindri.

"Apa ada yang bisa saya bantu Pak?" tanyaku Kepada Pak Gamya setelah mengirim pesan singkat kepada Lindri, berharap dengan bantuanku bisa membuat pekerjaan lekas selesai dan cepat pulang.

Aku lapar, apa minta pesan makanan saja?

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!