Hamburan warna orange dan pink menyelimuti langit senja, Cindekia dan Pak Isman telah tiba di kediaman Gamya.
Mereka berencana akan berangkat menuju Desa Xx, perjalanan mereka akan memakan waktu kurang lebih empat jam.
"Sore Pak," Cindekia menyapa Gamya yang berdiri di depan pintu rumahnya.
Pak Isman menghampiri Gamya untuk membawakan barang bawaannya. Sementara Gamya berjalan terus menuju mobilnya. Dia mengabaikan Cindekia. Semakin Ia mendorong wanita itu keluar dari kehidupannya, perasaannya semakin ingin menahan Cindekia.
Pemahamannya mengenai Cindekia yang suka memiliki hubungan lebih dari satu pria masih Ia simpan di hatinya. Bagaimana bisa membiarkan wanita seperti itu mencuri hatinya?
Gamya masuk ke dalam mobilnya diikuti oleh Cindekia.
"Mengapa kau duduk di sebelahku?" tanya Gamya.
"Ah...kalau duduk di depan saya tidak bisa tidur Pak, karena terlalu terang dengan cahaya lampu, "
"Nona Kia, kau berencana untuk tidur selama perjalanan?!" bentak Gamya.
Cindekia tersentak kaget. "Iya Pak, ya sudah, saya pindah ke depan lagi kalau nggak boleh,"
Ia segera membuka hendel pintu, namun Gamya menahan tangannya. "Pak Isman bisa saja mata mata Ganeeta," bisik Gamya bersamaan dengan Pak Isman yang membuka pintu bangku kemudi.
Cindekia duduk kembali dengan tertib, dan Pak Isman yang telah selesai memasukan barang bawaan Gamya ke dalam bagasi juga duduk dengan tertib dibalik kemudi, dia kemudian menjalankan mobilnya.
"Oh iya Pak, saya sudah mencari tahu tentang tempat tampat yang bagus untuk Bapak kunjungi setelah acara peresmian kantor cabang," Cindekia mengambil tabletnya dan memperlihatkan foto foto objek wisata alam.
"Ada air terjun, danau air panas, kebun teh, kebun durian, danau atas danau dibawah, hutan pinus..., atau ada tempat yang Bapak suka?" tanya Cindekia, Boss nya mungkin tidak tertarik.
Ia merubah jadwal Gamya demi bisa bertemu dengan Dyan.
"Tempat yang aku suka? Di dalam pelukanmu," jawab Gamya.
Cindekia tertawa kecil, haruskah bersandiwara sebagai sepasang kekasih yang dimabuk cinta di depan Pak Isman?
"Bapak tahu apa yang bisa lebih baik daripada menghabiskan satu hari dengan Bapak?" tanya Cindekia.
"Ada yang lebih baik?"
"Sepanjang hidup bersama Bapak."
Gamya menggenggam tangan Cindekia. "Apapun yang akan terjadi di hari-hariku, aku selalu tahu itu akan menjadi hari yang baik karena pada akhirnya aku bisa melihat senyummu."
Cindekia menatap mata Gamya. "Saya ingin memeluk Bapak sekarang."
"Ehemm uhuk... uhuk..." Pak Isman terbatuk batuk mendengar drama dua sejoli di belakangnya, ada apa dengan mereka berdua?
Gamya berdehem, Ia kembali bersikap berwibawa. "Saya lupa ada Pak Isman, saya harap Bapak bisa merahasiakan hubungan kami berdua."
Ucapan Gamya adalah sandiwara di dalam sandiwara. Untuk menutupi kebohongan diperlukan kebohongan di dalamnya.
"Baik tuan," pak Isman mengangguk mengerti. Ia adalah sosok yang loyal terhadap atasannya.
Gamya melirik Cindekia yang kini tengah sibuk mengetik pesan di ponselnya, apa dia benar akan memelukku? Gamya menghapus pikiran anehnya, Ia kembali tersadar, mereka hanya bersandiwara.
Langit telah gelap, mereka telah duduk di mobil selama tiga jam. Pak Isman masih setia dengan setirnya, Cindekia masih asyik dengan ponselnya, sementara Gamya memilih melihat pemandangan malam yang mereka lewati.
Ia menunggu Cindekia tertidur, namun wanita di sebelahnya tidak kunjung terlihat mengantuk. Niat awalnya yang ingin melihat penampakan Cindekia saat tidur, tidak terealisasikan. Wajahnya yang sedang tidur pulas akan lebih lucu.
Hingga mereka tiba di hotel tempat mereka akan menginap, Cindekia tidak tidur.
Setelah melakukan check-in di resepsionis, Cindekia mengantar Gamya ke kamar. "Selamat istirahat Pak, sampai ketemu besok pagi,"
"Menunggu untuk bisa bertemu denganmu lagi adalah hal yang paling berat dalam hidupku," ucap Gamya.
Pak Isman yang ikut membawa barang bawaan kembali dibuat mual oleh perkataan Gamya.
Cindekia mengakhiri drama mereka dengan segera membuka kunci pintu kamar Gamya dan mendorong paksa Gamya agar segera masuk. "Jangan telat besok pagi Pak!"
***
Acara peresmian gedung kantor cabang terlaksana dengan baik, dan selesai sesuai waktu yang telah direncanakan.
"Jadi Bapak langsung pulang?" tanya Cindekia mengikuti langkah Gamya menuju mobilnya.
"Ya, " Gamya melirik jam tangannya.
"Pak sebentar Pak...." Cindekia merangkul lengan Gamya dan menyeretnya menjauh dari Pak Isman.
Hubungan mereka tidak sedekat itu hingga sampai rangkul merangkul, Gamya ingin melepaskan tangannya tetapi Ia urungkan demi menghargai usaha sandiwara Cindekia di depan Pak Isman.
Setelah merasa jarak yang dibuatnya sudah cukup di luar radius pendengaran pak Isman, Cindekia merapat ke Gamya dan menggenggam erat tangan Gamya.
Gamya memang pernah berada dalam jarak yang terlalu dekat dengan Cindekia, tetapi jika Cindekia yang mendekatkan diri kepadanya, keadaannya menjadi sedikit berbeda baginya, Ia bekerja ekstra mengontrol emosinya. Apa yang sedang dia coba lakukan?
Melihat Cindekia yang tampak ragu mengatakan sesuatu, membuat Gamya berpikir Cindekia sedang menggodanya. Apa dia ingin menyatakan perasaannya?
Gamya tersenyum memandang ke sekitar, di tempat seperti ini?
"A...nu Pak...." Cindekia mulai membuka suara, "acaranya kan sudah selesai, apa saya boleh minta waktu Bapak sebentar? satu jam saja deh,"
"Boleh," jawab Gamya tanpa mikir.
Cindekia tersenyum sumringah. "Terima kasih, Pak!" dia menarik lengan Gamya kembali menuju mobil.
"Pak Isman, Kita meluncur ke kantor kepala Desa Xx!" pinta Cindekia begitu mereka duduk di dalam mobil.
"Baik, Nona." Pak Isman menjalankan mobilnya menuju Kantor kepala desa.
"Mengapa kau ingin ke sana?" tanya Gamya.
"Teman saya ada kegiatan di sana, jadi saya ingin melihatnya."
"Oh.. " ucap Gamya singkat, hatinya mencelos. Dia menggodaku untuk bisa melihat temannya, luar biasa.
Lokasi kantor desa tidak jauh, mereka hanya membutuhkan waktu 15 menit. Cindekia segera turun dan diikuti oleh Gamya.
Gamya menarik lengan Cindekia untuk berhenti setelah Ia menangkap sosok Dyan di depannya, "Nona Kia, kau mengajak pacarmu untuk menemanimu bertemu dengan pria yang kau cintai? sepertinya aku harus memberimu plakat penghargaan?"
"Bapak melarang saya menemuinya, makanya saya mengajak Bapak!"
Gamya melongo tidak tahu harus berkata apa, dia juga tidak tahu harus senang atau marah dengan kejujuran Cindekia.
"Oke, pastikan kau mengajakku untuk menemanimu saat kau ingin berciuman dengannya!" bentak Gamya.
Wajah Cindekia memerah mendengar kata vulgar Gamya. "Ci.. ciuman?" Cindekia menepuk nepuk lengan Gamya dan tersenyum malu, "Bapak jadi membuat saya mengkhayalkan hal yang belum pernah saya lakukan,"
Gamya menangkap tangan Cindekia yang menepuk lengannya. "Haruskah aku menamparmu karena menyentuhku sembarangan?" tanyanya dingin.
Aku bisa mengambil ciuman pertamamu jika kau terus menggodaku seperti ini, batin Gamya kesal dalam hatinya.
Cindekia melepaskan tangannya dari cengkraman Gamya. "Ah...maaf Pak!" dia menekuk lehernya ke depan. Ia lupa kalau Gamya adalah atasannya karena mulai terbiasa dengan sandiwara mereka yang bersikap akrab satu sama lain.
Ia juga lupa jika di kontrak kerja sama mereka, Ia dilarang melakukan kontak fisik kepada Gamya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Hulapao
astagaa perang gombalan ini mah 🤣🤣
2022-09-23
1
Anonymous
lanjut thor...
2022-06-14
1