"Pak, saya sudah selesai. Apa Bapak mau balik ke kantor?" Cindekia telah selesai membereskan peralatan bekas makannya. Dia berjalan mendahului Gamya menuju pintu keluar bagian depan rumah.
Gamya yang memiliki kaki lebih panjang daripada Cindekia, lebih dahulu sampai di depan pintu dan membuka pintu.
Sebelumnya Ia telah meminta Pak Isman untuk pulang, dia akan mengemudikan mobilnya sendiri. Ada banyak hal yang ingin dibicarakannya dengan Cindekia mengenai kontrak kerja sama mereka.
Menurutnya, dia bisa mengefisienkan waktunya yang banyak terbuang karena Cindekia pingsan di saat jam kerja, dengan cara membicarakan hal penting sambil jalan.
Gamya membukakan pintu penumpang bagian depan, dia bermaksud mempersilahkan Cindekia masuk dan duduk. Mereka masih berada di area pengawasan Ganeeta.
Namun, Cindekia yang mengira pak Isman duduk di balik kemudi, berpikir Gamya membuka pintu untuk dirinya sendiri. Dia membuka hendel pintu belakang,
Tiba-tiba bahunya dirangkul oleh Gamya yang cepat tanggap. Pria itu membimbing cindekia menuju pintu yang dia buka. "Jika aku membukakan pintu untukmu, tersenyum dan masuk," bisiknya.
Cindekia tersenyum dan masuk ke mobil mengikuti perintah Gamya. Sandiwara mereka belum selesai. Di segera mengenakan sabuk pengamannya dan mendapati Gamya membuka pintu bagian kemudi.
"Ke mana pak Isman?"
"Aku menyuruhnya pulang," Gamya menjalankan mobilnya, "aku akan melanjutkan pembicaraan kita yang terhenti karena kau jatuh pingsan."
Cindekia menunduk melihat kedua tangannya yang Ia remas remas. Benar, aku masih terikat kontrak dengannya selama satu bulan, sisa waktu tiga minggu lagi, pikir Cindekia. Ia harus bertahan bekerja di bawah boss yang diskriminatif.
"Siapa nama pria yang menjemputmu dari cafe Ayok nongkrong?" tanya Gamya tanpa mengalihkan matanya dari jalan di depannya.
Cindekia tercengang mendengar pertanyaan Gamya. "Bapak melihatnya?"
Gamya tidak menjawab pertanyaan Cindekia. "Jangan bertemu dengannya selama tiga minggu ke depan. Bagaimana bisa kau pergi berkencan dengan pria lain saat menjadi pacarku?"
"Kami hanya berteman," ucap Cindekia nelangsa.
"Apa Kau pikir Ganeeta akan berpikir begitu? Aku sudah mengatakan kepadamu untuk berhati-hati kepadanya."
"Dia adalah adik Anda, mengapa Bapak ingin mengusirnya? bukankah bagus jika bisa tinggal bersama?"
"Nona Kia, kau tidak berada dalam posisi yang memiliki hak bertanya," ucap Gamya. Ia sudah bersikap lunak memberitahukan kesalahan Cindekia karena takut wanita itu akan kembali stress dan jatuh pingsan.
"Baik, saya mengerti." Cindekia sadar Ia tengah berbicara dengan seseorang yang diskriminatif. Ia kembali remas jemarinya, kesal karena dipandang sebelah mata. Berpikir boss nya adalah sebuah bola ping pong dan hancur dalam genggamannya, membuat rasa kesal Cindekia berkurang separuhnya.
"Aku tidak mengusirnya, aku hanya ingin dia kembali pulang dan menikah. Apa alasan itu sudah cukup?" Gamya tersenyum menyadari Cindekia tengah menghancurkan benda tak terlihat di tangannya.
Apa dia sedang mencoba mencekik leherku dalam khayalannya? pikir Gamya.
"Saya pikir Bapak adalah saudara yang kejam, ternyata Bapak begitu perhatian."
Gamya menyeringai mendengar pujian Cindekia yang salah alamat. "Jika dia kembali pulang, papanya akan memberikanku sebagian asetnya."
Cindekia yang baru saja mulai mengagumi sosok boss nya yang penyayang keluarga kembali dibuat tercengang dengan kejujuran Gamya, yang terlalu terbuka.
Dirinya telah mendengar rumor tentang Gamya yang seorang pekerja keras. Dia dapat mencapai posisinya yang sekarang karena kegigihannya.
Apa rumor tentang anak dari pemilik perusahaan yang akan mengambil alih posisi pak Gamya, benar? tanya Cindekia dalam pikirannya. Ia berpikir Gamya membutuhkan warisan orang tuanya setelah tersingkir dari jabatannya saat ini.
"Ternyata dia mengalami diskriminasi di keluarganya, makanya dia bersikap begitu," gumam Cindekia pelan. Ia tidak habis pikir papa nya Gamya tidak memberikan putranya warisan, harus ada syarat dan ketentuan berlaku pula.
Mobil yang mereka tumpangi memasuki area pakir kantor mereka. Gamya memakirkan mobilnya. "Aku tidak mengalami diskriminasi." Pendengarannya sensitif, hingga bisa mendengar dengan baik gumaman Cindekia.
Cindekia tercengang mendengar perkataan Gamya, hubungan keluarga yang rumit membuatnya pusing.
"Aku tahu jau tidak menyukaiku, aku harap kau tidak lagi bermain main dengan kontrak yang telah Kau tandatangani. Jika kau melakukan kesalahan fatal lagi, aku anggap kau melanggar kontrak dan harus membayar pinalti," ancam Gamya. Ia serius dengan ancamannya.
"Saya mengerti, tetapi Bapak juga harus menghentikan kebiasaan Bapak yang begitu perhatian dengan wanita cantik dan sexy yang Bapak temui di tepi jalan," Cindekia membuka handel pintu di sebelahnya. Ia seperti istri yang mengomel kepada suaminya yang mata keranjang.
"Tunggu... kau benar percaya dengan ucapan Ganeeta?" Gamya menghentikan Cindekia yang ingin turun dari mobilnya.
"Dia bercanda?"
"Tentu saja!"
Cindekia bernapas lega, Ia lebih senang Bossnya kejam kepada semua orang tanpa pandang bulu.
Roman wajah masam Cindekia berganti menjadi ceriah. "Oh begitu," Cindekia kembali menoleh ke arah pintu yang terbuka di sebelahnya.
"Jadi tadi Kau cemburu sungguhan?" Gamya menangkap dagu Cindekia dengan telapak tangannya, membuat wanita itu menoleh kembali ke arahnya. Ia ingin melihat sekali lagi wajah yang tadi merengut, Ibu jari tangannya mengusap bibir yang terlihat lucu saat merengut di matanya. Wanita itu membelalakan matanya.
Plak!
Telapak tangan Cindekia sukses mendarat di pipi Gamya dengan hantaman yang kuat, meninggalkan jejak kemerahan. Gamya melepaskan tangannya dari wajah Cindekia.
Cindekia tercengang dengan apa yang barusan saja terjadi dengan cepat. "Maafkan Saya sudah menampar Bapak!" serunya ketakutan.
Gamya tertawa kecil memegang pipinya yang baru saja digampar Cindekia. Ia tidak percaya dirinya khilaf begitu mendengar wanita itu cemburu kepadanya. Hampir saja aku menciumnya.
"Mengapa Bapak tertawa? Apa Bapak merencanakan hukuman untuk saya karena telah menampar Bapak?" Dalam pandangan Cindekia, Gamya sedang tertawa jahat. Ia ingat realita berbeda dengan ekspektasi.
Jika di dalam drama menggampar bisa membuat bucin, maka realita alamat dipecat.
"Mengapa aku menghukummu? Aku suka kau menamparku," ucap Gamya dengan tenang. Tamparan Cindekia membuatnya kembali ke pikiran sehatnya.
Cindekia bergidik ngeri mendengar jawaban Gamya, apa orang ini masokis*? Pikir Cindekia.
(*masokis : Seseorang yang menemukan kesenangan oleh rasa sakit yang dipaksakan sendiri atau dipaksakan oleh orang lain.)
"Saya bukan cemburu, tapi saya kesal, Bapak begitu perhatian sama orang baru yang Bapak temui di pinggir jalan, tapi sama orang yang bekerja rodi untuk Bapak, nggak dianggap sama sekali! matahari belum keluar, saya sudah keluar berangkat kerja, mengatur dokumen, menyiapkan makan siang dan cemilan yang sesuai selera Bapak, Bapak orangnya milih milih, menyesuaikan kembali jadwal Bapak, Bapak sering bolos tanpa izin, mengatur acara, pertemuan dan reservasi, banyak Pak banyak, kalau disebutin semua nggak siap sampe besok," cecar Cindekia kesal.
Ia kembali mengatur napasnya dan bersikap tenang. "Dan jangan melakukan hal yang seperti tadi kepada saya, atau Bapak ingin saya mencarikan teman kencan untuk Bapak?" Cindekia segera turun dari mobil Gamya, tidak lupa menutup kembali pintu dengan tenaga ekstra.
Mendengar ocehan panjang itu, Gamya hanya melongok menatap punggung Cindekia yang menjauh dari mobilnya. "Apa yang terakhir dia baru saja mengatakan aku adalah pria hidung belang?" gumamnya tidak terima. Ia bukan pria seperti itu.
_____
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Hulapao
yang sabar yaa cindekia 🤣
2022-09-23
0