"Apa Kau baru saja membentakku?" tanya Pak Gamya dingin.
Apa suaraku terdengar seperti itu? Aku diberikan sebuah pertanyaan yang rumit. Sekeras apapun Aku memaksa otakku untuk memikirkan jawaban yang dapat menenangkan boss yang marah, tetap tidak dapat ku ketemu jawabannya.
Seharusnya aku membaca banyak buku tentang bagaimana menjalin komunikasi dengan boss.
kryukk..
Terdengar suara yang berasal dari saluran pencernaanku, memecah kesunyian malam di ruangan Pak Gamya yang menegangkan bagiku. Serius aku tidak sengaja melakukannya. Ini diluar kendali pikiranku.
"Ikut Saya!" seru Pak Gamya tegas.
"Iya."
***
Pak Gamya membawaku ke sebuah restoran. Sepertinya dia membaca buku tentang bagaimana menjalin hubungan baik dengan karyawan.
"Saya tidak ingin dianggap melakukan penindasan. Makanlah sepuasanya," ucap Pak Gamya setelah tidak mengeluarkan kata apa apa di sepanjang perjalanan.
Aku memandangnya dengan takjub, dan melihat ke arah menu yang aku pegang.
Orang bilang saat makan berdua dengan pria tampan, maka selera makan akan menjadi berkurang. Tetapi, mendengar kata sepuasnya. Aku jadi ingin makan sampai perutku ingin meledak karena kekenyangan.
"Mari makan Pak," ucapku berbasa basi sebelum menyantap hidanganku secepat yang aku bisa.
Sekilas kumelihat ekspresi terkejut yang dipancarkan Pak Gamya. Wajar bagiku, mungkin dia berpikir seperti mentraktir tiga orang makan. Siapa suruh menyuruh makan sepuasnya.
Karena sudah larut malam, Pak Gamya berinisiatif mengantarku pulang. Bangunan yang kutempati adalah bangunan dua lantai yang terdiri dari 20 unit rumah yang disewakan.
"Terima Kasih banyak Pak, atas makan malamnya. Saya akan bekerja dengan penuh maksimal," ucapku buru buru sembari membuka pintu mobilnya tanpa menoleh ke arahnya. Pandanganku terfokus dengan pintu yang kubuka.
".... "
blam..
brumm.
Mobil Pak Gamya langsung melaju tepat setelah pintunya kututup. Kelihatannya dia juga sangat ingin cepat sampai ke rumahnya.
Aku mengambil ponselku dan mengusap layarnya, Pukul 22:20. Ternyata memang sudah larut malam.
deg..
Aku merasakan bunga yang ada dihatiku sedang bermekaran. Sudah 9 tahun aku berteman dekat dengan Dyan, hingga sekarang melihat notif pesan masuk darinya tetap membuatku berdebar.
[Dyan : Maaf Kia baru sempat balas sekarang, Ada banyak kerjaan yang harus aku selesaikan. Tanggal 10 ya? Maaf sepertinya aku tidak bisa. Ada kegiatan kampus di tanggal itu.]
[Dyan :Kerjaan kamu lancar? Jangan telat makan.]
Pesannya berisi penolakan, lalu tanggal 10 nanti Aku pergi dengan siapa ke pesta?
Tetapi, yang paling penting.
Aku merasa bahagia bisa membaca pesan baru dari Dyan. Cinta memang gila.
Aku meletakkan tas ku ke dalam rumah kontrakkanku, dan berjalan jalan mengelilingi pakiran rumah kontrakkan. Setelah memasukan begitu banyak makanan ke dalam tubuhku, aku tidak bisa membiarkan mereka menempati posisi nyaman sebagai lemak di tubuhku.
Sembari berolah raga aku mencari nomor Lindri di kontak ponselku, dan segera menekan tombol dial begitu menemukan namanya. Aku menceritakan kepada Lindri tentang kabar yang baru saja ku terima setelah lima hari menunggu.
"Aku sudah menduganya," ujar Lindri.
Aku semakin menempelkan telingaku rapat dengan layar ponselku, dan berbicara pelan. Aku tidak ingin suaraku mengganggu tetangga yang lain.
"Lalu bagaimana?" tanyaku meminta pendapat.
Pria yang akan melaksanakan resepsi pernikahan adalah pacar pertamaku saat SMA. Seharusnya Aku tidak melakukan pacaran dini. Hubungan kami diketahui seantreo sekolah. Setiap ada teman SMA yang membagikan undangan, itu seperti undangan untuk acara reuni. Karena akan banyak bertemu dengan teman yang lain.
"Bagaimana kalau Kau adalah seorang wanita karir yang sukses? Wajar kan? wanita karir sukses jomblo hahaha," tutur Lindri.
"Yang kau katakan benar, tetapi aku tidak sukses. Rumah saja masih ngontrak," keluhku.
"Kau kan kerja di perusahaan besar. Itu sudah cukup. Besok kita pergi beli outfit yang ok."
"Oke!. Kalau begitu aku tutup. Aku mau melanjutkan olah raga," ujarku mengakhiri pembicaraan.
***
Aku dengan semangat berangkat kerja. Setelah diberi makan enak membuatku bersemangat bekerja untuk Pak Gamya.
Sebelum petugas kebersihan mulai bekerja, Aku sudah lebih dahulu bekerja membersihkan ruangan Pak Gamya dengan hati senang.
Menghapus debu debu yang menempel dilemari, jendela, meja, kursi, merapikan buku buku, berkas, perkakas. Kulkas mini.
Ditengah tengah membersihkan meja kerjanya, ujung kakiku menyentuh sesuatu. Sebuah buku tergeletak di lantai. Tidak, lebih tepatnya terjepit diantara kaki meja dan lantai.
Apa Dia menggunakan buku ini sebagai pengganjal meja?
Penasaran, Aku berjongkok dan membaca sampul buku. Sebuah novel yang dengan penulis bernama GN Au
GN Au?
Mataku terbelalak membaca nama penulis tersebut.
Bagaimana bisa orang itu membuat karyanya GN Au sebagai pengganjal meja?!
Segera Aku menyelamatkan buku yang tidak berdosa itu dari siksaan meja dan lantai. Dan kemudian memeriksa keadaannya.
Bagaimana bisa dia memiliki buku baru GN Au yang bahkan belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?
Apa dia memesannya secara khusus?
Aku memindahkan buku tersebut di atas meja tamu. Dan meletakkan pembatas buku yang kubuat sendiri dihalaman yang terlipat.
..._____________...
...______...
Gamya tiba di kantornya dan tidak menemukan Cindekia di mejanya. Ia tampak tidak terganggu, karena hal yang dilihatnya sesuai dengan perkiraannya.
Pintu ruangan dibuka oleh Gamya, bersamaan dengan Cindekia yang tengah meletakkan nampan berisikan hidangan sarapan.
"Selamat Pagi Pak!" sapa Cindekia.
"... " Gamya tidak menjawab sapaan Cindekia, Ia memilih langsung duduk dikursinya. Akan ada rapat pagi satu jam lagi.
Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan ruangannya. Dan juga Ia tidak melihat buku yang diletakkannya di bawah mejanya saat menoleh ke bawah. Gamya melihat ke arah Cindekia yang masih berdiri di depannya.
"Maaf Pak, saya memindahkannya ke meja," ujar Cindekia setelah manafsirkan arti tetapan Gamya.
"Apa ini ruanganmu?" tanya Gamya dingin. Matanya tidak berkedip, tajam bagai elang yang siap mencrengkram mangsanya.
"Maaf," ucap Cindekia bernada penuh penyesalan. Dia menyesal masih berdiri disana, seharusnya dia langsung kabur setelah membersihkan ruangan Gamya.
"Kau hanya perlu membersihkan, jangan melewati batas," hardik Gamya.
Di mata Cindekia, Gamya seperti rumor yang Ia dengar. Atasan yang tidak menghargai kerja keras karyawannya. Dimata Gamya, Cindekia adalah parasit yang mencoba menginfeksinya.
Gamya menunjukkan ke arah set pajangan yang ada di rak gantung dinding. "Apa kau merasa selera seni mu lebih baik?"
Tatapan Cindekia mengikuti arah telunjuk Gamya, dia menyusunnya karena berpikir harus merapikan sesuatu yang terletak tidak beraraturan menurutnya. Dia tidak berpikir tentang seni. Begitu juga dengan Gamya, dia juga asal meletakkan pajangan pajangan tersebut.
"Maaf, maafkan saya Pak. Saya akan menyusunnya seperti semula," ucap Cindekia terbata.
"Tidak perlu, keluar!" hardik Gamya.
"Baik Pak, " ujar Cindekia beranjak pergi. Namun Ia berubah pikiran dan kembali berjalan mendekat ke meja Gamya.
"Maaf Pak, Apa Bapak juga akan kembali meletakkan bukunya GN Au di bawah meja?"
"Keluar!"
Mendengar Gamya yang tampaknya sangat marah, membuat Cindekia mengurungkan niatnya untuk meminjam buku tersebut. Ia kembali berjalan pergi.
"Kau berbicara seolah penggemarnya," gumam Gamya sebelum menyeruput kopinya. Enak. Dimana dia membelinya?
Cindekia berhenti mendengar suara yang di keluarkan Gamya dan membalikkan badannya, Ia berpikir bekerja maksimal adalah termasuk memasang pendengaran yang tajam.
"Iya Pak, Setelah menonton film the world code, Saya jadi membaca buku GN Au. Ternyata banyak karya karyanya yang diadaptasi ke dalam film. Dan bukunya yang berjudul white door in San Marino, Saya menebak dia hidup di tahun 1944. Wah bagaimana bisa dia membuat novel sejarah sedetail itu," tutur Cindekia panjang lebar sembari tersenyum penuh kagum seolah lupa habis dimarahin.
Ppffft.. Gene akan menyerangku jika tahu dia memiliki penggemarnya disini. Batin Gamya
"Oh."
"Jika bapak tidak keberatan, Apa boleh__ "
"Saya keberatan, keluar!" potong Gamya menghardik Cindekia. Jika tidak ada meja yang menghalanginya, Ia akan dengan mudah menendang Cindekia yang masih belum keluar juga dari ruangannya.
Setelah Cindekia keluar dari ruangannya, Gamya berdiri dari kursinya dan berjalan ke meja tamu ruangannya. Dia mengambil buku yang tengah dibicarakan Cindekia.
Senyum terukir di wajahnya ketika melihat pembatas kertas yang diselipkan Cindekia. Sadar akan sesuatu, Ia menghapus senyumnya. Dan menjatuhkan buku ditangannya ke atas meja kembali.
"Aku gila jika kembali jatuh ke dalam lubang yang sama," gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Iis
bahasanya simple n ringan...AQ suka.....keren thor
2024-10-10
1
Senajudifa
favorit untmu thor
2022-09-20
2
Hulapao
kebanyakan sih emang, soalnya mereka merasa udah bisa mencukupi dirinya sendiri, jadi gaperlu suami ehehe
2022-09-14
1