Hallo, selamat membaca...
mohon dukungannya,
like dan komen
Favorite, kalau suka dengan ceritanya. 🐼
_______
Ditemani alunan musik Johann Pachelbel canon in D, Ganeeta mencurahkan pikirannya pada sebuah layar laptop di depannya. Jemari tangannya menari dengan cepat seperti sedang memainkan tuts piano.
Ponsel yang terus berdering tak mampu menganggu kesenangannya. Papa nya memanggilnya, dia tidak pernah menjawab panggilan telepon dari pria paruh baya yang sudah 29 tahun membesarkannya.
Tiba-tiba jemarinya terhenti, sudut matanya melihat jam pada ujung bawah layar laptopnya. Sudah pukul 8 malam, anak itu belum pulang?
Ganeet mengklik save lembar kerjanya dan beranjak keluar dari kamarnya menuju dapur, Ia akan melanjutkan tulisannya nanti.
Tiba-tiba Ia teringat akan mie instan cup yang dibelinya di minimarket setelah mengikuti Cindekia hingga warung pempek.
"Mimpi apa aku bisa mendapatkan kesenangan ini?" Ganeeta menyeduh mie instan nya dengan air mendidih.
Suara bising dari arah pintu masuk rumah mengalihkan pandangan Ganeeta. Gamya yang baru pulang dari urusan pekerjaannya, berjalan ke arah dapur, dia mencium sesuatu yang mencurigakan di dapurnya.
"Kau sudah pulang?" sambut Ganeeta, "aku ada kejutan untukmu."
"Benar kah? Aku sudah terkejut sebelum menerima kejutan darimu." Gamya menyeringai, dan merampas mie cup dari tangan Ganeeta. Dia tidak menyukai makanan instan.
"Hey!" pekik Ganeeta terperanjat.
Gamya tidak memperdulikan Ganeet, dia memindahkan mie cup itu ke dalam tong kecil di sudut meja dapurnya.
Gamya menggulung lengan bajunya dan membuka kulkas, memilah bahan bahan apa yang diperlukan untuk makan malam. "Kau sudah mengemasi barangmu?"
Ganeeta tertawa memperlihatkan gigi giginya yang tersusun rapi. "Sepertinya kau yang akan mengemasi barang barangmu."
Gamya mengabaikan perkataan Ganeeta, dia fokus dengan kerjanya memasak makan malam. Tangannya terhenti memotong kentang. Sebuah ponsel dengan layar yang menyala menghalanginya melihat kentang berwarna kuning yang tengah Ia potong.
"Tipe pria idamannya lumayan juga." Ganeeta menarik kembali ponselnya, dia khawatir Gamya akan membuat ponselnya berakhir menjadi kepingan jika tetap berada di depan mata Gamya.
Walau sedikit terganggu dengan video Cindekia dan Dyan yang baru saja di lihatnya, Gamya tetap fokus melanjutkan kerjaan memasaknya.
"Saya menyukai orang lain," ucapan Cindekia kembali berputar di kepala Gamya. Ia tersenyum menerima kenyataan dirinya dikalahkan oleh pria seperti Dyan.
"Jangan bilang kau ingin mengelabuiku dengan memintanya pura pura menjadi pacar mu atau semacamnya, cerita seperti itu terlalu klise, bukan?"
Gamya tidak menjawab dugaan sementara Ganeeta, sebaliknya dia menyodorkan sesendok kuah kari yang tengah mendidih di atas kompor ke mulut Ganeeta.
Ganeeta menghembus sendok di depan mulutnya sebelum memasukannya ke dalam mulut. "Sudah pas rasanya."
Gamya tersenyum mendengar komentar Ganeeta tentang rasa kari buatannya. "Jika aku melakukan hal yang semacam itu, tidak akan melanggar taruhan kita, kan?"
Ganeeta tertawa. "Tentu saja, kau melakukan kecurangan."
"Gane, bagaimana jika pada akhirnya dia mencintaiku? Aku memenangkan taruhanmu," ucap Gamya bernada serius dan tersenyum penuh arti.
"Kau gila,"
"Ayo makan!" Gamya telah selesai menghidangkan makan malam mereka di atas meja, "tugasmu cuci piring."
Sementara itu di sisi lain, jauh dari kediaman Gamya. Orang yang mereka ceritakan tengah dipusingkan dengan pekerjaannya yang belum selesai, dia bahkan melupakan makan malamnya.
Cindekia harus menyerahkan rekapan laporan kepada Gamya esok pagi.
Belum lagi dirinya yang masih dipenuhi tanda tanya mengenai siapa wanita yang dimaksudkan Dyan. Misteri yang belum terselesaikan.
***
Keesokan paginya Cindekia seperti biasa membersihkan ruangan Gamya dan meletakan hasil pekerjaanya di atas meja.
"Semua beres, semoga orang itu nggak ngomel ngomel hari ini," gumam Cindekia. Dia sangat lelah hari ini.
Dia yakin telah melakukan tugasnya dengan baik. Namun lagi-lagi hari ini juga di luar ekspektasinya.
Gamya masuk ke ruangannya, dan berjalan menuju mejanya, romannya seperti ingin menelan orang hidup hidup.
glek...
Dia kesambet lagi?
"Aku sudah mengatakan kepadamu untuk berhati hati dengan Ganeeta." Gamya mengambil laporan yang diletakkan Cindekia di mejanya, "ini belum semua?" tanyanya mengenai laporan yang diberikan Cindekia.
"Belum Pak, belum semuanya mengirimkan data mereka Pak." Cindekia memberikan alasan. Dia hanya merekap data dari beberapa departemen yang sudah mengirimkan laporan rutin.
"Apa yang kau lakukan?"
"Ya?"
"Apa kau hanya diam saja? Kau harus memfollow up mereka!" bentak Gamya.
Cindekia sudah tidak terlalu terkejut dengan bentakan Gamya. "Baik Pak."
"Atau kau memang suka mengambil uang perusahaan setiap bulannya tanpa melalukan apa pun?"
Apa? ngambil uang perusahaan? tanpa melakukan apapun? hey Pak. Itu gaji, gaji, kau sudah menyuruhku melakukan kerja rodi tahu!
Cindekia menahan diri untuk tidak menendang manusia di depannya. Ia tidak akan bisa menang menghadapi Gamya jika adu fisik. Apa aku mendaftar latihan karate saja ya?
Cindekia kembali fokus dengan Gamya yang sedang marah-marah kepadanya. wah sekarang Pak Gamya jadi dua.
Kepala Cindekia seperti berputar dan melayang. Dia melewati hari malam minggunya dengan bekerja dan juga harus bergadang semalaman, ditambah memperdengar omelan Gamya. Migrain menyerangnya.
"Mengenai kontrak kerja sama yang sudah kau tanda tangani, kau pikir itu lelucon?! Kau bermesraan dengan pria lain di depan Ganeeta?"
"Bermesraan?"
Siapa yang bermesraan?
"Jika sekali lagi kau melakukan kesalahan, aku anggap kau telah melanggar kontrak!" bentak Gamya.
Apa yang dia bicarakan?
Gamya menatap tajam Cindekia yang terlihat tidak fokus mendengarnya. "Apa kau mendengarnya dengan baik?!"
Bruk!
Cindekia jatuh tidak sadarkan diri. Gamya menghentikan omelannya melihat Cindekia memilih tiduran di lantai daripada mendengarnya.
Gamya menghampiri tubuh Cindekia yang tergeletak di depan mejanya. "Hey, kau sedang apa?" Gamya menendang nendang pelan kaki Cindekia.
Melihat Cindekia yang masih betah tiduran, Gamya berjongkok di dekat kepala Cindekia. Dia menabok - nabok pipi Cindekia dengan punggung tepak tangannya.
"Hey, bangun! jangan berpura-pura." Gamya mengangkat lengan Cindekia dan menjatuhkannya, Ia melihat Cindekia yang berkeringat. Dia benaran pingsan?
Gamya memangil petugas keamanan untuk masuk ke ruangannya dan menghubungi pak Isman, supirnya, untuk menyiapkan mobilnya di depan lobi.
Dua orang petugas keamanan masuk dengan tergesa-gesa ke ruangan Gamya.
"Cepat angkat!"
"Baik Pak."
"Tunggu!" Gamya menghentikan keduanya saat hendak menyentuh tubuh Cindekia. Tiba- tiba, entah mengapa dirinya tidak suka pria lain menyentuh gadis itu.
Dengan bersikap gentleman, Gamya menggendong ala bridal style Cindekia yang pingsan.
"Bapak tidak apa apa?" tanya petugas keamanan itu khawatir Boss mereka mengalami encok pinggang karena mengangkat yang berat berat sampai lantai bawah.
"Kalian pasti tidak memiliki sertifikat mengangkat orang pingsan." Gamya membawa Cindekia keluar dari ruangannya.
Memangnya Bapak punya?
Kedua petugas keamanan itu menggiring Gamya. Mereka siap siaga jika ditengah perjalanan Boss mereka mengalami encok pinggang.
Hingga sampai di lobby dan dimasukan ke mobil, Cindekia belum sadarkan diri.
"Apa tadi kepalanya terbentur dengan keras?" gumam Gamya di tengah perjalanan mereka ke rumah sakit terdekat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Hulapao
ya ampun ditendang dong 🤣
2022-09-20
1