Aneisha Mihai memandang geli ke arah Nenek Amarise yang masih berdiri di depan ruangan kelas balet.
Penampilan nenek benar-benar membuat Aneisha Mihai sulit untuk berkata-kata bahkan untuk sekedar melihatnya, ia tidak mampu.
Tidak ada yang nenek ucapkan saat berada di sana, lama memandangi para murid yang dengan wajah serius menunggu nenek untuk berbicara.
"Apa yang sedang ia tunggu !?", ucap Aneisha Mihai dalam hatinya.
Nenek Amarise masih terdiam di depan ruangan kelas dan juga tidak berkata apa-apa, yang membuat Aneisha Mihai bingung adalah karena nenek tidak berbicara sepatah katapun.
Tiba-tiba seorang murid mengangkat tangannya ke arah atas dan bertanya pada nenek.
"Mengapa ibu guru tidak berkata apa-apa ? Apakah kelas hari ini libur ?", tanyanya.
"Tidak ! Hari ini saya akan memberikan pengumuman penting !", ucap Nenek Amarise.
Dia lalu berjalan pelan ke tengah ruangan dan berdiri tegak sambil menatap semua murid yang hadir di kelasnya.
"Oh iya, saya akan memperkenalkan diri, saya adalah kepala sekolah balet yang baru disini dan juga guru tari balet kalian di kelas, perkenalkan nama saya Amarise !", ucap nenek atau ibu guru.
Wanita tua yang masih terlihat awet muda itu lalu berjalan sepanjang ruangan mendekat ke arah murid-murid.
Dia berhenti dan memandangi wajah mereka satu persatu.
"Bagi siapa yang tidak hadir atau terlambat masuk ke kelas saya maka akan dikenai sanksi tegas yaitu, pertama akan di hukum menyalin buku di perpustakaan sebanyak seratus lembar ! Kedua, akan di hukum menghafal lima tarian ! Dan yang ketiga, akan di kenai sanksi untuk menarikan lima tarian tadi yang kalian hafalkan di kelas saya dan ini berlaku pada setiap murid !", ucap Bu Guru Amarise.
Semua murid diam seraya menundukkan pandangan mereka ke arah bawah dan tidak ada yang berani menatap guru balet mereka lagi.
Bu Guru Amarise lalu berjalan mendekat ke arah Aneisha Mihai seraya mengedipkan matanya pada gadis muda itu.
"Pengumuman yang sangat penting yaitu akan ada pemilihan penari balet terbaik pada kontes tari balet dan yang memenangkan kontes nanti akan mendapatkan beasiswa penuh di sekolah balet ini !", ucap Bu Guru Amarise.
Bu Amarise lalu kembali berjalan ke arah depan ruangan kelas tari baletnya dan berdiri di sana seraya menepuk kedua tangannya sebanyak tiga kali.
Dia lantas memerintahkan para murid untuk berbaris rapi dan menjaga jarak yang cukup untuk memberikan ruang bergerak.
"PLOK ! PLOK ! PLOK !", suara tepukan tangan bu guru sembari memberikan instruksi kepada murid-muridnya.
"Ayo ! Ayo ! Mulai berbaris yang rapi dan jaga jarak berbaris kalian !", perintah Bu Guru Amarise.
Terdengar suara gaduh yang berasal dari murid-murid di ruangan kelas mereka yang bergerak mengatur barisan mereka.
Setiap murid berbaris membentuk deretan barisan ke belakang dengan mengatur jarak di antara mereka.
"Ayo, kita berbaris yang rapi", ucap beberapa murid sambil mengatur posisi mereka saat baris.
"Iya... Iya... Jangan ada kesalahan !", ucap mereka.
"Kamu jaga jarak yang benar ! Jangan sampai kita berdekatan !", ucap seorang murid pada teman-temannya yang terlihat bergandengan tangan.
"Iya, iya, kami tahu...", jawab mereka lalu merapikan posisi mereka saat berbaris.
Bu Amarise memandang murid-murid yang mulai tenang dan rapi ketika berbaris di kelas, ia diam untuk beberapa menit.
"Saya akan memulai latihan ketahanan fisik untuk kalian ! Dan lihat baik-baik instruksi dari saya, kalian dengar !", ucap bu guru dengan nada tinggi.
"Iyaaa buuuu !!!!", teriak murid serempak.
"Berdiri tegak ! Busungkan badan kalian ! Atur nafas kalian ! Dan rentangkan kedua tangan kalian ! Ini latihan untuk keseimbangan !", ucap Bu Amarise.
Semua murid melakukan gerakan yang di perintahkan dengan mengikuti instruksi dari Bu Amarise.
Mereka melakukan gerakan itu dalam hitungan delapan kali.
"Tahan pada posisi seperti itu ! Kaki berdiri rapat dengan arah kaki menghadap keluar !", ucap bu guru.
Suasana kelas terlihat sunyi dan murid-murid berdiri dengan posisi seperti itu hampir kurang dari lima belas menit.
Waktu yang lama dan melelahkan dalam posisi berdiri tegak dengan tangan terentang tanpa bergerak sedikitpun.
"Tahan ! Ini untuk melatih kaki kalian lebih kuat dan otot-otot kaki serta lengan menjadi lebih kuat ! Tidak mudah untuk posisi ini, tetap jaga nafas kalian teratur !", ucap Bu Amarise.
Keringat mulai membasahi wajah semua murid di kelas balet dan mereka sedikit tegang saat melakukan gerakan tersebut.
Tidaklah mudah melakukan gerakan dalam posisi demikian selain melelahkan karena hanya diam dan juga tidak boleh bergerak, membuat semua murid bosan.
"Ini mungkin hal sepele tapi ini adalah untuk melatih kekuatan tubuh kalian karena menari balet membutuhkan setidaknya stamina yang kuat dan daya tahan tubuh yang kuat !", ucap Bu Amarise lalu berjalan menuju barisan murid.
Dia berjalan melewati barisan-barisan murid seraya memperhatikan sikap dan posisi tubuh mereka satu persatu, ia juga terlihat membetulkan posisi tangan beberapa murid.
Membetulkan letak posisi dagu mereka, dan terkadang mengatur arah pandangan mereka dengan mengarahkan satu jari telunjuknya ke arah kedua matanya ke mata murid-muridnya.
"Hmm... Ini sangat melelahkan... Tetapi menari balet membutuhkan kekuatan tubuh untuk bertahan pada saat menari balet terutama saat berada di atas panggung nanti !", ucap Bu Amarise lalu tersenyum.
Bu Amarise atau Nenek Amarise mulai melihat beberapa anak di kelasnya terlihat lelah dan mulai bosan saat melakukan posisi tersebut.
Bagaimana tidak membosankan, mereka harus berdiri lama hanya dengan sikap berdiri dengan tangan terentang ke arah samping kanan dan kiri.
"Waktu telah selesai, dan kalian boleh beristirahat tetapi tidak mengubah barisan atau tetap berdiri di tempat kalian masing-masing !", ucap Bu Amarise.
Bu Amarise berdiri di depan kelas lalu memandangi semua murid yang berada di hadapannya.
"Pelajaran selanjutnya adalah berjinjit !", ucap Bu Amarise seraya tersenyum.
"Berjinjit ?", gumam murid-murid saling berpandangan.
"Lakukanlah ! Dan angkat kedua tangan kalian seperti sedang memegang bola ! Lakukanlah dan hitung sebanyak tiga puluh kali !", ucap Bu Amarise sambil mengangkat tangannya dan mengarahkan tiga jarinya ke arah semua murid.
"Argh... ", gumam beberapa anak mengeluh.
"Ingat ! Tiga puluh kali ! Hitung dan posisi kaki tetap berjinjit dengan kedua tangan terangkat ke atas !", ucap Bu Amarise.
Beberapa murid terlihat lelah dan cemberut, karena kaki mereka terasa capek sekali setelah berdiri selama tadi.
Banyak yang melakukannya dengan lesu tetapi mereka harus mematuhi dan mengikuti pelajaran di kelas balet untuk kenaikan tingkat level.
***
Kelas balet akhirnya berakhir dan ini saatnya murid-murid untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
Bu Amarise berdiri sambil memandangi murid-murid di kelasnya berjalan keluar menuju loker mereka yang terletak di depan kelas.
"Aneisha Mihai, tunggu !", ucap Bu Amarise.
"Ya...? Anda memanggil saya ?", jawab Aneisha Mihai.
Gadis muda itu kemudian membalikkan badannya dan berjalan ke arah wanita tua itu lalu tersenyum.
"Apakah ada masalah di dalam sekolah baletmu ?", tanya Bu Amarise atau nenek.
"Tidak, hanya saja aku mendapatkan tugas menghafal untuk nilai ujian yaitu menarikan tarian balet borjuis !? Ini agak sulit karena aku belum menghafal gerakannya", ucap Aneisha Mihai.
"Nanti setelah sampai di rumah aku akan mengajarimu tentang tarian itu, sepertinya sistem sepatu balet merah mulai berjalan dan aktif, kita tidak tahu apakah tarian itu untuk menunjang dalam menyelesaikan tugas kedua ?", ucap Bu Amarise.
"Ada hubungannya dengan tugas kedua untuk memenangkan beasiswa itu ? Berapa banyak jumlahnya tugas dari sistem itu ?", ucap Aneisha Mihai.
"Entahlah, tapi setahuku masih banyak tahapan untuk menyelesaikan misi itu karena untuk tugas kedua kita harus melewati banyak tugas !", ucap Bu Amarise.
"Memang tidak mudah menyelesaikannya karena tugas terberat kita adalah mengubah takdir masa depan", ucap Aneisha Mihai.
"Yah, ini tidak mudah karena Izebel terus bergerak maju dan pantang menyerah untuk mendapatkan ayahmu, dia akan banyak melancarkan aksinya", ucap Bu Amarise.
"Iya... Aku mengerti... !?", ucap Aneisha Mihai.
"Jika tidak ada masalah lagi, kita bisa pergi dari sekolah dan langsung pulang ke rumah", ucap Bu Amarise.
"Baiklah, tapi aku harus mengambil tasku di loker !", ucap Aneisha Mihai.
"Tidak perlu, kita langsung saja pulang ke rumah, tidak perlu lagi mengambil apapun, kamu langsung ikut denganku !", ucap Bu Amarise.
"Tapi, aku mengendarai mobil saat ke sekolah ini !? Bagaimana aku meninggalkan mobilku disini ?", ucap Aneisha Mihai.
"Oh...? Kalau begitu kamu kembali dahulu karena tidak mungkin aku membawa mobil itu terbang !?", ucap Bu Amarise.
"Yah... Baiklah ! Aku pergi dahulu, karena jam pelajaran di sekolah telah usai !", ucap Aneisha Mihai.
Gadis muda berparas cantik itu lalu berjalan meninggalkan kelas, tetapi ia lalu berhenti dan menolehkan kepalanya ke belakang.
Dia menyunggingkan senyumannya, sambil berdiri menghadap nenek itu.
"Tidak bisakah membuat mobil itu terbang dan tidak terlihat atau membuatnya berukuran kecil ?", ucap Aneisha Mihai.
"Hmm... Aku rasa itu bukan ide yang buruk, bagaimana kalau kita mencobanya ? Aku menjadi penasaran untuk melakukannya !", ucap Bu Amarise melontarkan senyumannya.
"Baiklah, mari kita pulang bersama-sama, Bu Amarise !", ucap Aneisha Mihai.
"Tentu saja, aku siap !", ucap Bu Amarise sambil mengedipkan matanya.
Keduanya lalu berjalan keluar bersama dari ruangan kelas dan pergi menuju ke halaman parkir sekolah.
***
Bu Amarise lalu masuk ke dalam mobil disusul oleh Aneisha Mihai, mereka diam di dalam mobil sambil berpandangan.
"Bagaimana ? Apakah kita langsung pergi dan menghilang ?", tanya Aneisha Mihai.
"Boleh aku melakukannya dan mencoba kekuatan primaku ?", ucap Bu Amarise.
"Silahkan !", ucap Aneisha Mihai.
"Hmmm..., ini sangat menarik sekali ! Sedikit keajaiban langit maka semuanya dapat terselesaikan dengan baik !", ucap Bu Amarise lalu mengusap kedua tangannya.
"Mari kita coba !", ucap Aneisha Mihai.
"TIDAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN DI DUNIA INI !!!", seru Bu Amarise.
Tiba-tiba cahaya keluar dari kedua tangan Bu Amarise, cahaya itu awalnya mengecil lalu memancar terang ke seluruh badan mobil.
Membuat mobil bergoncang-goncang pelan kemudian menjadi sangat cepat.
"Astaga ! Mobil ini bergerak sendiri !", pekik Aneisha Mihai kaget.
Dia membelalakkan kedua matanya saat mobil mulai bergerak pelan dan naik keatas meninggalkan halaman sekolah.
Gadis muda itu lalu menolehkan kepalanya keluar dan melihat pemandangan diluar dari balik kaca mobil.
"Wow !!! Mengagumkan !!!", seru Aneisha Mihai tercengang.
"Bagaimana ? Apakah kamu menyukainya ?", tanya Bu Amarise.
"Ini keren sekali ! Aku sangat suka !", sahut Aneisha Mihai terpekik senang.
"Itulah kehebatan dari langit ! Kamu akan menyukainya, ini keajaiban dari Tuhan !", ucap Bu Amarise sambil melipat kedua tangannya.
"Benar sekali, tapi apakah ada yang melihat mobil ini terbang melayang ?", ucap Aneisha Mihai.
"Tentu tidak ! Aku sudah membuatnya tidak terlihat oleh siapapun, hanya kita saja yang mengetahui bahwa mobil ini dapat terbang ke atas langit !", ucap Bu Amarise.
"Benarkah ?", tanya Aneisha Mihai takjub.
"Iya, aku sudah pastikan tidak ada yang dapat melihat mobil ini terbang kecuali malaikat seperti diriku", ucap Bu Amarise.
"Tetapi kenapa mama dapat melihatmu ?", tanya Aneisha Mihai.
"Tidak, mama kamu tidak dapat melihatku, tetapi akulah yang sengaja menampakkan diriku, begitupula saat di sekolah, aku hanya menampakkan diri sesuai peranku tetapi mereka lalu akan terhapus ingatannya pernah berjumpa denganku", ucap Bu Amarise.
"Artinya mama ku tidak akan pernah lagi mengingat telah bertemu denganmu ?", tanya Aneisha Mihai tercengang.
"Iya... Dia tidak mengingatnya sama sekali, bahkan pernah berbicara dengan ku, ia tidak ingat lagi dan memang itu aturannya", jawab Bu Amarise tersenyum.
"Lantas bagaimana dengan anak-anak yang telah bertemu denganmu, apakah mereka juga langsung melupakan mu ?", tanya Aneisha Mihai.
Bu Amarise hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum simpul menanggapi perkataan gadis muda yang ada dihadapannya itu.
"Ini benar-benar di luar batas kemampuan manusia, dan sangat sulit untuk di percaya nalar !?", ucap Aneisha Mihai sambil bersandar di jok mobil.
"Tetapi kita wajib untuk mempercayai adanya malaikat, nak, dan takdir hidup yang telah Tuhan gariskan untuk kamu, nak ! Aku hanya malaikat pelindungmu yang bertugas mendampingimu melewati kehidupan barumu setelah masa reinkarnasi", ucap Bu Amarise penuh makna.
Mereka berdua terdiam dan hanya memandangi pemandangan birunya langit dari arah dalam mobil yang mereka naiki dan melayang terbang serta tidak terlihat di atas langit yang biru ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments