Hari menjelang pagi, sinar cahaya terang menyeruak masuk ke dalam kisi-kisi jendela kamar yang tertutup tirai.
Seseorang menyibak tirai itu lalu membuka jendela kamar, membangunkan gadis muda berkulit putih bagai porselen yang berselimut tebal diatas pembaringan tidurnya.
Dia terbangun sambil mengusap kedua matanya yang masih mengantuk, lalu terduduk diatas tempat tidur dengan rambut berurai panjang berwarna merah.
"Pagi sayang, bagaimana tidurmu tadi malam ? Nyenyak ?", sapa seorang wanita bermata biru.
"Mama..., selamat pagi ma, iya, aku nyenyak sekali. Jam berapa sekarang ?", ucap Aneisha Mihai beringsut pelan.
"Mungkin sekitar pukul delapan pagi", ucap mama sambil tersenyum.
"Hari apa sekarang mama ?", tanyanya lagi.
"Rabu, apakah kamu masih libur ?", tanya mama.
"Astaga ! Aku lupa jika hari ini aku ada janji dengan Bu Amarise di sekolah ! Kenapa tidak ada yang membangunkanku !?", pekik Aneisha Mihai lalu melompat turun dari atas tempat tidurnya.
"Aneisha Mihai, pelan-pelan nak, dan bersikaplah anggun sayang !", ucap mama.
Wanita itu melihat Aneisha Mihai tengah berjalan melambung menuju kearah kamar mandi pribadinya.
Menutup pintu kamar mandi dengan kasar, sehingga menimbulkan suara keras dan mengagetkan mama.
"Tidak bisakah gadis itu lebih bersikap lemah lembut sedikit !? Apakah sekolah kurang memperhatikan tata cara bersikap yang anggun !? Seharusnya ada pembelajaran etika di sekolah !?", ucap mama lalu pergi keluar kamar.
Beberapa jam kemudian, Aneisha Mihai telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah balet dan segera turun dari lantai atas rumahnya yang megah bagaikan kastil istana.
Dia berlarian cepat menuju ke ruangan makan untuk pergi sarapan.
"Selamat pagi Bibi Dolores, apakah sarapan hari ini ?", sapa Aneisha Mihai pada seorang wanita yang tengah mempersiapkan meja makan.
"Selamat pagi nona, nyonya menyuruhku untuk menyiapkan sarapan di pagi ini roti dan susu madu", ucap Bibi Dolores.
"Tapi bagaimana kamu menyiapkan berbagai macam roti dan selai ? Ini banyak sekali untuk ukuran sarapan di pagi hari, Bibi Dolores !?", ucap Aneisha Mihai terpana.
"Itu adalah perintah nyonya maka aku harus mengikuti perintahnya, apakah nona menginginkan yang lainnya ? Aku bisa menyiapkannya, nona tinggal mengatakannya", ucap Bibi Dolores.
"Tidak, tidak, ini sudah lebih dari cukup ! Aku akan memakannya lagipula aku harus menjaga berat badanku sebagai penari balet !?", ucap Aneisha Mihai buru-buru.
"Baiklah saya mengerti, apakah hari ini awal nona masuk sekolah balet lagi ?", ucap Bibi Dolores.
"Iya benar, aku akan pergi ke sekolah hari ini, apa ada yang berbeda dariku ?", jawab Aneisha Mihai.
"Iya, anda tampak cantik dan segar dengan rambut terurai seperti itu, nona, dan hiasan bando yang tersemat cantik di atas kepala nona", ucap Bibi Dolores kagum.
Aneisha Mihai hanya tersenyum mendengar ucapan pelayannya yang memuji penampilan dirinya.
Dia tahu bahwa penampilan segarnya tidak pernah ia tunjukkan selama lima tahun itu, sejak hidup bersama ibu tirinya yang bernama Izebel dan saudara tirinya yang jahat.
"Baiklah, aku berangkat sekolah dulu, terimakasih atas sarapannya, bibi. Oh iya, aku akan membawa beberapa roti dan selai serta tolong siapkan aku sebotol minuman untuk aku bawa sebagai bekal", ucap Aneisha Mihai.
"Iya, nona, aku akan mengambilkan kantung untuk roti dan kotak selai", ucap Bibi Dolores lalu berjalan terburu-buru.
"Jangan lupa sebotol minuman !", ucap Aneisha Mihai.
"Baik, nona", ucap Bibi Dolores.
Aneisha Mihai melihat wanita itu berlari cepat kearah dapur yang terletak di belakang rumah, terpisah dari bangunan utama dan hanya dihubungkan oleh sebuah jalan panjang.
Gadis muda itu hanya tertawa pelan ketika melihat pelayan itu tergopoh-gopoh menuju dapur rumahnya.
***
Aneisha Mihai turun dari sebuah mobil berwarna merah yang ia kemudikan sendiri, dan ia segera berlari kecil menuju bangunan sekolah yang tak jauh dari tempat parkir mobil.
Tiba-tiba dari arah samping seseorang menubruknya dan hampir membuatnya terjatuh.
"Hai ! Kalau jalan pakai mata ! Apa kamu tidak melihat, ya !", bentak seorang perempuan dengan hiasan pita berbentuk telinga kelinci sambil berkacak pinggang.
"Pufffft...", Aneisha Mihai berusaha menahan tawanya ketika melihat gadis di depannya itu.
Dia tidak sanggup menahan sakit perut tetapi ia tetap bertahan agar tawanya tidak pecah karena kelucuan dari gadis di hadapannya itu. "Model apa yang gadis sombong itu kenakan ? Sepasang telinga kelinci !? Di sekolah !? Apa ia tidak sadar jika ini di sekolah !? Tren terbaru rupanya !?", ucap Aneisha Mihai dalam hatinya berusaha menahan tawanya.
"Ada apa Belinda ? Kenapa kamu marah-marah ?", seseorang menghampiri gadis berambut ikal itu.
"Oh kamu Rithya, untung kamu datang !?", jawab gadis bernama Belinda.
Aneisha Mihai tercengang sesaat dan ia merasakan seluruh pembuluh darahnya bergerak cepat, tubuhnya panas dan lidahnya kelu.
Tiba-tiba ia merasa kebas di tangan serta kakinya dan ia merasakan detak jantungnya bedetak tak karuan ketika ia melihat kearah gadis yang baru datang itu.
Rithya...
Gadis muda itu adalah Rithya yang pernah menjadi saudari tirinya di kehidupan pertamanya saat Aneisha Mihai belum bereinkarnasi kembali ke masa lima tahun ini.
Aneisha Mihai berjalan mundur saat melihat gadis bernama Rithya itu, ia hendak berlari meninggalkan mereka dan menghindari petaka.
"Siapa dia, Belinda ?", tanya gadis itu.
"Aku tidak tahu, Rithya karena aku baru bertemu dengannya pertama kalinya di sekolah ini !?", ucap Belinda masih berkacak pinggang.
"Mmm..., mungkin dia murid baru di sekolah balet ini, tapi kenapa kamu begitu marah sekali, Belinda ?", tanya Rithya.
"Aku bertubrukan dengannya tadi, tetapi ia tidak peduli jika ia salah dan tidak meminta maaf padaku", ucap Belinda kesal.
"Hai, kamu dengarkan ? Minta maaf pada seniormu ! Jangan diam saja, kamu harus tahu jika murid baru harus menghormati senior mereka ! Ayo, minta maaf !", ucap Rithya.
"Eh, dia mau kabur, pegangi dia Rithya ! Sebelum dia meminta maaf padaku !", ucap Belinda.
"Ya ampun, berani sekali dia lari dari kita !? Tunggu ! Jangan kabur !", ucap Rithya.
"Kejar dia !!!", teriak Belinda.
"Eh !? Iya, iya !?", ucap Rithya gugup.
Aneisha Mihai lalu membalikkan badannya untuk pergi dan berlari menghindari kedua gadis galak itu.
Dia tidak menghiraukan teriakan kedua gadis itu padanya dan ia terus berlari kencang meninggalkan dua gadis yang berlari mengejarnya dengan berteriak-teriak kearahnya.
Aneisha Mihai berlari cepat lalu menghilang di tikungan bangunan sekolah sehingga kedua gadis itu tidak dapat menangkapnya.
"Kemana dia !? Cepat sekali larinya !?", ucap Rithya dengan nafas terengah.
"Dasar kurang ajar ! Berani sekali dia menabrakku tanpa meminta maaf padaku lalu kabur menghilang begitu saja !", pekik Belinda kesal sambil menghentakkan kedua kakinya keras.
"Jangan emosi, Belinda ! Hati-hati dengan kakimu ! Jangan sampai terluka karena sebentar lagi akan ada ujian kenaikan tingkat !?", ucap Rithya mengingatkannya.
"Ah, iya ! Aku melupakannya, gara-gara gadis menyebalkan itu aku jadi kesal dan kehilangan kendali, tapi aku akan menangkapnya jika aku bertemu dia lagi !?", ucap Belinda sewot.
"Sudahlah, biarkan saja dia, untuk apa kamu mencarinya akan sia-sia saja, lebih baik kita kembali ke ruangan latihan karena sebentar lagi kelas menari balet akan dimulai", ucap Rithya.
"Aih ! Aku kesal sekali ! Ini menyebalkan buatku, aku masih ingin mengejarnya, Rithya !?", teriak Belinda sambil mengepalkan kedua tangannya kesal.
"Ayo kita pergi dari sini Belinda ! Kita nanti terlambat dan guru akan menghukum kita, itu sangat merugikan dan akan mengurangi nilai kita untuk kenaikan tingkat ! Ayo, Belinda !", ucap Rithya sambil menarik kedua tangan Belinda.
"Iyaa.., tapi aku harus mencarinya..., aku masih belum puas, Rithya !", pekik Belinda sambil menyeret kedua kakinya malas.
"Ayo ! Cepatlah Belinda ! Latihan akan segera di mulai, cepatlah sedikit, Belinda !", teriak Rithya berusaha menarik temannya itu sekuat tenaga.
"Jangan menarikku, Rithya ! Aku bisa berjalan sendiri !?", terika Belinda kesal.
"Jika aku tidak menarikmu dari sini maka kamu tidak akan pernah pergi ke ruangan latihan, Belinda ! Dan terus mencari gadis itu !", ucap Rithya.
"Dan jangan selalu mengingatkan aku dengan kelas latihan tari balet lagi ! Aku sudah tahu !", ucap Belinda.
Rithya mengajak Belinda yang tampak kesal sekali dan tidak puas karena gagal mengejar Aneisha Mihai yang berhasil kabur dari mereka, ia menarik temannya itu untuk masuk kelas latihan balet dengan susah payah.
Kedua gadis itu lalu pergi menuju kelas tari balet dan tidak mengejar Aneisha Mihai lagi yang lari dari mereka serta menghilang entah kemana.
***
Tiba-tiba Aneisha menghentikan langkah larinya tepat di ujung jalan menuju kelas tari dan masuk ke dalam ruangan yang ada di sana.
Ruangan itu tidak terkunci dengan benar dan ia langsung masuk ke dalam ruangan itu tanpa memperhatikan langkah kakinya karena terus melihat kearah belakang.
"Aduh !?", pekik Aneisha Mihai.
Dia menubruk seseorang yang ada di hadapannya seraya memegangi hidungnya yang terasa sakit akibat terbentur.
Orang itu tepat berdiri di depan pintu ruangan yang tidak terkunci dan membuat Aneisha Mihai kaget bukan kepalang.
"Sakiiit sekaliii !?", jerit Aneisha Mihai.
"Hmm..., kenapa kamu berteriak seperti itu, bonsai ?", ucap seorang pria.
"Apa yang kamu katakan ? B--bonsai !?", pekik Aneisha Mihai kesal.
Dia mendongakkan kepalanya kearah pria itu yang tengah berdiri dengan kedua alis terangkat keatas.
Aneisha Mihai membelalakkan kedua matanya dan ia melihat pria itu dengan mulut terbuka lebar.
"Apa yang sedang kamu lihat ?", ucap pria berwajah tampan itu.
"Emm..., aku !? Oh, aku melihat langit !?", ucap Aneisha Mihai sambil tertawa kecil.
Aneisha Mihai benar-benar terpana dengan ketampanan pria itu dan mengagumi harum wangi tubuh pria yang berdiri di hadapannya. "Bagaimana seseorang bisa memiliki wajah setampan itu ? Tuhanku, apakah ia benar-benar manusia atau jelmaan bidadara?", ucap Aneisha Mihai dalam hatinya setengah menjerit.
"Langit ? Apa kamu sedang bermimpi di pagi hari atau kamu sedang tidur sambil berjalan ?", tanya pria itu seraya berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celananya dan menatap Aneisha Mihai.
"Aku tidak bermimpi dan tidak sedang berjalan dalam tidur, aku melihat atap langit !?", ucap Aneisha Mihai.
"Apa ?", ucap pria itu saat Aneisha Mihai menatapnya lama.
"Tidak !?", jawab Aneisha Mihai tersadar.
"Tidak ? Apa kamu tidak lihat jika air liurmu keluar dari sudut bibirmu, nona ?", ucap pria tampan itu.
"Aku ? M--mana mungkin ? Apa kamu sedang bercanda ?", ucap Aneisha Mihai.
Gadis muda itu lalu menyeka mulutnya dengan lengannya yang terbungkus kain, ia juga melirik kearah pria tampan itu yang tersenyum tipis.
"Kamu memang gadis yang lucu, tepatnya bonsai lucu yang berlarian di koridor sekolah dengan ceroboh", ucap pria itu berbisik pelan kearah telinga Aneisha Mihai.
"J--jangan menyebutku bonsai !!!", pekik Aneisha Mihai.
"Jika kamu bukan bonsai lantas aku memanggilmu sebutan apa ? Hanya satu kata itu yang sangat cocok untukmu !", ucap pria itu sambil tersenyum.
"Kamu mengolok-olokku, itu tidak sopan dan seharusnya kamu lebih menghormati perempuan", ucap Aneisha Mihai.
"Baiklah, aku akan sedikit menaruh hormat padamu tetapi tidak bisakah kamu tidak menatapku dengan wajah penuh air liur ?", ucap pria itu dengan ekspresi wajah datar.
"Aih, aku tidak seperti itu, kamu sengaja menggodaku", ucap Aneisha Mihai.
"Apa ? Menggodamu ? Apa yang kamu bicarakan bonsai ? Apa kamu tidak melihat jika kamu masuk tanpa permisi ke dalam ruangan pribadiku ? Lalu bagaimana bisa kamu mengatakan bahwa aku menggodamu !? Hah !?", ucap pria tampan itu sambil memalingkan wajahnya.
"Aku tidak sengaja masuk kemari karena aku anggap ini toilet, jadi aku masuk tanpa mengetahuinya jika ini sebuah ruangan pribadi !?", ucap Aneisha Mihai tanpa merasa bersalah sedikitpun atau sungkan.
Dia hanya mengangkat kedua bahunya keatas dan membela dirinya jika ia berlaku benar.
Pria itu menatap Aneisha Mihai dengan dingin dan tampak kesal dengan ucapan gadis muda itu.
"Toilet !? Kamu sebut ruangan pribadiku t-o-i-l-e-t !? Dimana letak kepalamu berada nona bonsai !?", ucap pria tampan itu.
"Aku selalu meletakkan kepalaku diatas dan membawanya setiap hari di tubuhku secara lengkap lalu dimana letak kesalahannya ?", jawab Aneisha Mihai.
"Keluar !?", ucap pria tampan itu.
"Hah !? Apa !?", tanya Aneisha Mihai.
"Keluar dari ruanganku ! Aku bilang cepat pergi dari ruangan pribadiku !", ucap pria tampan itu.
"Astaga, jangan terlalu emosi, aku tahu ini ruanganmu tapi apakah aku tidak boleh untuk tinggal sementara di ruangan ini ?", ucap Aneisha Mihai.
"Ya Tuhan...", ucap pria itu setengah mengeluh dengan gadis muda yang ada dihadapannya dan ia berusaha menjaga emosinya serta bersabar.
Pria berwajah tampan itu tak berdaya menghadapi kelakuan Aneisha Mihai dan ia hanya mampu memandangi gadis muda itu dengan putus asa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments