Pagi ini Elsa terbangun dalam pelukan Farraz. Matanya menatap lekat wajah lelaki yang sangat dicintainya itu.
"Meski aku berada dipelukanmu saat ini, tapi rasanya kamu sangat jauh untuk bisa aku gapai." Bisiknya pada dirinya sendiri.
Entah mengapa semakin dekat dengan Faraz membuat Elsa merasa Farraz semakin jauh. Elsa seakan dapat merasakan getaran hati Farraz yang terasa hambar saat semakin dekat dengannya. Tapi, perlakuan mesra dan romantis Farraz padanya saat kemarin dan tadi malam, membuatnya menepikan pemikiran pemikiran tidak berguna itu.
Elsa terus menatap wajah Farraz yang terlihat lucu saat sedang tidur. Hingga membuatnya gemas dan akhirnya memberikan ke cu pan dibibir merah Farraz.
Farraz yang masih terlelap sangat nyenyak, tidak berkutik bahkan saat Elsa menyentuh setiap sudut wajanya dengan jemari lentiknya, Farraz tidak terusik sama sekali. Senyaman itu dia tidur, meski hanya saling berpelukan saja tanpa melewati batas yang memang belum seharusnya mereka lewati.
"Raz, bangun. Sudah pukul 7 lewat, loh. Kamu harus kekantor, kan?" Ucap Elsa lembut.
Dia membelai wajah Farraz dengan mengelusnya perlahan, agar Farraz segera membuka matanya.
"Eengghhhmm…" Lenguhan Farraz.
"Bangun, Raz. Udah jam tujuh lewat loh!" Ulang Elsa.
Perlahan mata Farraz membuka, disusul dengan senyum manisnya. Lalu dia memberi kecu pa n di kening Elsa.
"Rasanya sangat nyaman seperti ini. Aku jadi malas untuk berangkat ke kantor." Ucapnya sambil mempererat pelukannya pada tubuh Elsa.
"Jangan menjadi pemalas. Cepat bangun." Bisik Elsa ditelinganya.
Elsa mencubit kedua pipi Farraz dan memaksa agar Farraz segera bangkit dari tempat tidur.
"Ok, ok aku bangun." Teriaknya malas.
Meski begitu malas untuk bangun, Farraz tetap harus bangun dan bergegas mandi. Karena pekerjaan menantinya di kantor.
"Aku mandi dulu." Ucapnya saat sudah bangkit dari tempat tidur empuk itu.
Sebelum ke kamar mandi, Farraz menge cu p dulu pipi Elsa.
"Siapkan sarapan untukku." Teriaknya sambil berjalan menuju kamar mandi.
"Baik, tuan Farraz Ehsan!" Seru Elsa yang masih membereskan tempat tidur yang berantakan.
Dan Farraz yang tadinya bersemangat untuk mandi, malah terdiam menatap wajahnya di depan cermin. Entah mengapa saat mendengar Elsa mengatakan tuan Farraz Ehsan, membuatnya teringat pada Ayana. Karena, memang Ayana yang sangat sering menyebutnya dengan panggilan itu.
"Hahh…" Teriaknya tertahan.
Dia merasa kesal pada dirinya sendiri yang semakin sering teringat pada Ayana.
"Fokus Farraz. Dia hanya wanita yang jauh lebih tua dari loe. Terlebih dia juga sudah pernah menikah sebelumnya. Rasanya tidak adil untukmu. Kamu bersusah payah menjaga kesucian dirimu agar bisa merasakan surga cinta malam pertama dengan seorang dara nantinya. Tapi, semuanya kacau. Kamu malah terjebak dan menikahi janda tua itu. Ini sungguh tidak adil." Ucapnya pada dirinya sendiri.
"Mau Elsa atau siapapun nanti yang akan mendapatkan kesucianku, aku tidak peduli. Yang terpenting dan yang paling penting, dia harus masih dara. Bukan janda ataupun gadis yang sudah tidak dara lagi. Karena aku tidak pernah merenggut mahkota gadis manapun." Tegasnya pada dirinya sendiri.
Andai Elsa mendengar apa yang dikatakan Farraz dikamar mandi, pastilah Elsa akan sangat merasa sedih. Bisa bisanya Farraz mengatakan akan menikahi wanita manapun asalkan masih dara, meski itu bukan Elsa.
Untungnya Elsa tidak mendengar itu. Buktinya, dia saat ini tersenyum bahagia, sambil menyiapkan roti panggang untuk sarapan paginya bersama Farraz.
🍀🍀🍀
Saat ini, dua keluarga kaya sedang duduk bersama di meja makan untuk menyantap sarapan pagi mereka. Sambil sarapan, sesekali mereka berbincang, bercanda dan tertawa bersama. Namun, ada satu wajah yang sejak tadi tidak tersenyum sama sekali. Dia adalah Putri Arlia putri semata wayang Timo dan Preti.
"Putri kenapa, sayang?" Tanya Irma mencoba bicara pada anak sahabat suaminya itu.
"Iya, nih. Om lihat dari tadi Putri kelihatan murung!" Seru Ehsan ikut bicara pada Putri.
Timo dan Preti ikut menatap kearah putri mereka yang memang terlihat sangat murung.
"Purti sedih, Om, Tante." Jawabnya pelan.
Sebentar Irma dan Ehsan saling bertatapan. "Sedih kenapa, sayang?"
Irma menanyakan pertanyaan yang sebenarnya dia sudah tahu jawabannya.
"Biasa, jeng. Putri kesal, karena setiap pulang ke Jakarta dan mampir kesini, lagi dan lagi tidak pernah bisa bertemu dengan Farraz." Tutur Preti membantu Putri untuk menjawab pertanyaan dari Irma.
Ehsan terbatuk pelan. Lalu, dia mereguk segelas air putih untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering. Sedangkan Irma, mencoba tersenyum ramah pada Putri untuk menutupi rasa keinginannya untuk mengatakan bahwa Farraz telah menikah.
"Akhir akhir ini Farraz sangat sibuk. Pekerjaan di Perusahaan benar benar membuatnya kehilangan banyak waktu untuk sekedar bersantai." Ungkap Ehsan sambil menatap wajah Timo yang terlihat prihatin dengan kesibukan Farraz.
"Farraz benar benar mirip denganmu, San. Aku masih ingat saat seusia Farraz, kau juga menjadi sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk sekedar mengobrol santai denganku." Ujar Timo mengingat masa muda mereka.
"Tapi, boleh nggak kalau Putri menemui Farraz di perusahaan?" Ujar Putri.
Mendengar itu, membuat Irma mengangguk tanpa alasan. Sehingga Putri menganggap anggukan Irma adalah persetujuan untuk menemui Farraz dikantornya.
"Terimakasih, tante. Putri rasa, Putri sudah tidak sabar untuk menjadi menantu tante." Ungkapnya bahagia.
Senyum terpaksa terlihat diwajah Ehsan dan Irma. Untungnya Timo dan Preti tidak begitu memperhatikan raut wajah mereka yang dibuat buat agar terlihat senang mendengar pernyataan Putri yang ingin menjadi menantu mereka.
'Putri memang cantik, menggemaskan dan muda seperti yang diinginkan Farraz untuk menjadi istrinya. Tapi, maafkan tante, Putri sayang. Tante sudah memiliki menantu kesayangan yang tidak akan tergantikan lagi.' Batinnya.
"Nanti temani Putri menemui Farraz, ya!" Seru Putri yang mulai merengek manja pada Irma.
"Iya, sayang. Nanti kita ke perusahaan bersama untuk menemui Farraz. Jadi, sekarang Putri cantik harus menghabiskan sarapan dulu. Ok." Ucap Irma dengan lembut.
Irma memperlakukan Putri seakan dia masih anak kecil. Itu semua sengaja dilakukannya, karena memang cara Preti dan Timo juga seperti itu pada Putri. Dan yang lebih penting. Putri memang senang dimanja manja seperti itu.
'Ayana, sayang. Maafkan Mama, ya. Mama harus pura pura merestui Putri untuk menikah dengan Farraz. Semua Mama lakukan, demi menjaga persahabatan yang telah terjalin hampir dua puluh tahunan.' Gumamnya dalam hati.
'Ayana wanita yang kuat dan tegar. Aku yakin dia akan baik baik saja saat nanti bertemu dengan Putri yang tergila gila pada Farraz. Aduh, harusnya aku sebagai kepala keluarga, bisa lebih tegas. Tapi, aku sangat takut persahabatanku dengan Timo rusak. Maafkan Papa, Yana. Papa belum bisa tegas pada Putri. Karena, Papa bisa sukses seperti ini berkat bantuan Timo.' Gumam Ehsan dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Khairul Azam
kenapa semua novel kq isinya gak masuk akal semua se, cuman sedikit author yg bikin cerita yg bikin aku bener" suka yg lainnya banyak yg aku loncat" bancanya
2024-07-06
0
fatmah nolly
anehh untung cuma novel
2023-01-11
1
Ayu tri utami Neng
tegas dong pak Ehsan. gimana sih 😠
2022-06-07
2