Ayana masih duduk santai dengan menjuntaikan kakinya kedalam kolam. Dia sangat asik membaca novel kesukaannya, sampai sampai tidak mendengar ada langkah kaki yang menuju kearahnya. Bahkan suara langkah kaki itu semakin mendekat.
Bbuuurrrrr...
Ayana terjungkal masuk kedalam kolam. Dia terkejut hingga hilang kendali dan lupa cara berenang. Hingga perlahan Ayana semakin tenggelam. Hanya sesekali kepalanya terangkat keluar dari air. Dia kelelep didalam kolam renang yang memiliki kedalaman kurang lebih dua meter.
Pelaku yang mendorongnya adalah suaminya sendiri, yaitu Farraz Ehsan. Dia tertawa girang saat ini, karena merasa berhasil membalas dendam atas rasa takut dan terkejutnya pada Ayana beberapa menit yang lalu dan juga karena, Ayana menyebabkan dia jadi yang kedua dihati kedua orangtuanya. Padahal Ayana sama sekali tidak tahu menahu tentang semua itu. Lagi pula Ayana memang senang menghabiskan waktu segangnya di dekat air, seperti air hujan, air pantai, sungai, danau dan juga air kolam renang.
"Hahaha, rasain. Belum mandi, kan? Bagus dong langsung mandi pagi sekalian." Teriak Farraz sambil terus menertawakan Ayana yang hampir tenggelam.
"Tuan, kasihan nyonya. Sepertinya nyonya tidak bisa berenang." Pekik Hadijah khawatir.
Mendengar pekikan Hadijah dan tawa Farraz, membuat Mamat segera berlari menuju kolam renang.
"Ya Allah. Itu Nyonya hampir tenggelam, Tuan." Pekiknya khawatir.
"Mat, kamu tolong Nyonya, cepatan!" Teriak Hadijah menyarankan.
"Aku tidak bisa berenang, Jah." Ucapnya Khawatir.
"Tuan, sepertinya Nyonya tidak bisa berenang." Ucap Mamat dan Hadijah hampir bersmaan.
"Dia hanya berpura pura. Asal kalian tahu saja, Nyonya kalian itu seorang atlit renang." Ucapnya menjelaskan.
"Tapi tuan, sepertinya itu Nyonya tidak sedang berpura pura." Hadijah benar benar sangat Khawatir.
Wajah bahagia Farraz seketika berubah merah dan tawanya juga semakin melambat. Dia mulai khawatir, tapi tetap tidak percaya kalau Ayana akan tenggelam.
Mamat dan Hadijah tidak tahu harus bagaimana untuk menyelamatkan Ayana. Sehingga yang mereka lakukan hanyalah mondar mandir melihat Ayana yang benar benar akan tenggelam.
"Tuan…"
Saat Mamat dan Hadijah khawatir dan bingung, Farraz langsung terjun ke dalam kolam. Dia berenang dengan cepat untuk mengejar tubuh Ayana yang sudah berangsur tenggelam.
"Mat, tolong tarik tubuh Nyonya." Ucap Hadijah.
Mereka menunggu Farraz di pinggir kolam dan sudah siap untuk menarik tubuh Ayana keluar dari kolam.
Farraz berenang menuju pinggir kolam sambil menarik tubuh Ayana. Tangannya melingkar erat di pinggang Ayana. Dan saat menarik tubuh Ayana, pergelangan tangannya dapat merasakan lembutnya perut Ayana. Rupanya tangannya melingkar dibalik mukena yang melindungi kulit tubuh Ayana. Namun, karena didalam air mukenanya terangkat hingga tangan Farraz menyentuh langsung kulit Ayana.
"Mbak tolong!" Seru Farraz pada Hadijah.
Mamat juga hendak membantu untuk menarik tubuh Ayana, tapi tangannya langsung di tepis oleh Farraz.
"Biar mbak Dijah saja. Kamu pergi ambil selimut tebal, atau handuk untuk menutupi tubuh Nyonya." Perintahnya pada Mamat.
"Baik tuan." Mamat bergegas mencari handuk dan selimut.
Sedangkan Hadijah mencoba menekan pelan dada Ayana agar air yang tertelan bisa dikeluarkan.
"Biar aku saya yang lakukan." Farraz meminta Hadijah menjauh dari tubuh Ayana.
Dia pun menarik napas dalam, lalu tangannya membantu agar mulut Ayana terbuka. Kemudian, dia pun mendekatkan mulutnya untuk memberikan napas buatan. Tapi, sebelum itu terjadi, Ayana sudah lebih dulu memuntahkan air dari mulutnya.
"Nyonya..." Hadijah menghela napas lega karena Ayana masih bernapas.
Sedangkan Farraz, diam terpaku menatap wajah pucat Ayana. Farraz tidak berkutik, sampai Ayana membuka matanya.
Plaakkk…
Telapak tangan Ayana mendarat di pipi Farraz. Tidak sakit, karena pukulan Ayana sangat lemah. Tapi, rasanya hati Farraz sakit tanpa alasan saat itu.
"Sebegitu bencinyakah anda pada saya, tuan Farraz Ehsan?" Ayana bertanya sambil menggertakkan giginya.
"Apa saya yang menyutujui pernikahan ini, hah?" Ayana mulai berteriak.
Farraz hanya diam. Dia merasa bersalah dan sudah keterlaluan. Tapi, mulutnya sangat berat untuk mengucapkan kata maaf pada Ayana.
"Jika anda tidak menginginkan saya berada di sini, tolong cukup usir saya. Tolong, jangan siksa saya seperti ini. Ini menyakitkan." Ujar Ayana yang mulai terisak.
Hadijah terdiam. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Untunglah saat itu Mamat datang membawa handuk tebal. Segera saja Hadijah mengambil alih handuk itu dari tangan Mamat dan langsung melingkarkan di tubuh Ayana.
"Mbak, bantu saya. Saya mau ke kamar." Ucap Ayana gemetar karena kedinginan dan juga karena menahan amarah yang meluap.
"Baik nyonya."
Hadijah membantu Ayana melangkah menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
"Tuan, ini handuknya." Dengan ragu, Mamat memberikan handuk yang satunya untuk Farraz.
"Pergilah temui mbak Dijah. Tanyakan keadaan Nyonya Ayana. Jika perlu, bawalah ke rumah sakit."
Farraz mengatakan itu sambil melangkah menuju kamar tamu yang ada di lantai bawah. Dia pun langsung mandi di sana.
Sedangkan Ayana, setibanya di kamar langsung menuju kamar mandi. Dia pun juga mandi dan langsung berganti pakaian.
"Nyonya, apa perlu kita ke rumah sakit?" Tanya Hadijah yang sejak tadi menunggu di luar kamarnya.
"Tidak perlu, mbak. Aku baik baik saja." Sahut Ayana dari dalam kamar.
Dia menatap wajahnya di cermin. Lalu, Ayana menarik dan membuang napas secara perlahan sebanyak tiga kali. Hal itu selalu dia lakukan untuk menstabilkan rasa sakit, emosi, sedih dan juga amarah yang meluap dalam dirinya.
"Tenang Ayana. Ini baru permulaan. Ini baru hari pertama. Sabar, itu kunci untuk bertahan." Ucapnya pada dirinya sendiri.
Kemudian, dia pun langsung memakai pakaian kerjanya. Dia siap untuk kembali ke kantor. Bekerja sebagai sekretaris dari Farraz Ehsan.
"Di kantor, dia adalah bos. Bertindaklah seperti biasa, sebagai sekretaris yang handal." Monolognya sebelum berangkat kerja.
Sementara itu, Farraz baru saja tiba di lantai atas, setelah selesai mandi.
"Apa keadaan Nyonya Ayana baik baik saja?" Tanya Farraz pada Hadijah yang masih berdiri di depan pintu kamar Ayana.
"Sepertinya Nyonya baik baik saja, tuan." Sahut Hadijah.
"Tetap awasi Nyonya. Jika dia sakit, segera bawa ke rumah sakit." Perintahnya.
Pada saat itu juga, Ayana membuka pintu kamarnya. Farraz terdiam melihat penampilan Ayana yang sudah siap hendak berangkat ke kantor.
"Maaf, saya harus bertanya." Mata Ayana menatap wajah Farraz yang terlihat bingung.
"Apa perlu saya berpamitan pada anda sebagai suami? Ataukah tidak perlu, karena anda sangat membenci pernikahan ini?" Sambung Ayana.
Dia mengatakan semua itu tepat di depan Hadijah. Dia juga bertanya dengan suara yang tegas dan terus menatap wajah Farraz yang juga menatapnya.
Beberapa detik, Ayana menunggu jawaban. Tapi, tidak ada jawaban sama sekali. Sehingga Ayana membuat keputusan sendiri.
"Baiklah, kalau anda tidak bisa menjawab, maka saya akan memutuskan sendiri." Melangkah mendekati Farraz.
"Wanita tua ini pamit kerja dulu, pak suami." Ucap Ayana tegas. Lalu, dia meraih tangan Farraz dan mengecup punggung tangan itu.
Hadijah tersenyum melihat adegan suami istri itu. Disatu sisi adegan itu terasa menyedihkan, tapi disisi lain entah mengapa adegan itu terasa romantis dan lucu menurutnya.
Dan Farraz hanya terdiam dan terlihat menahan napas. Dia seakan lupa bagaimana caranya bernapas.
"Mbak, aku pamit. Assalamualaikum." Ucap Ayana yang akhirnya melangkah menuruni anak tangga.
"Hati hati Nyonya!" Dijah melambaikan tangan mengiringi langkah Ayana setelah menjawab salamnya.
Sedangkan Farraz masih terdiam. Dia tidak menyangka, Ayana bisa secuek itu dan berpura pura melupakan kejadian yang beberapa saat lalu membuat wajahnya pucat.
"Tuan..." Hadijah menyentuh bahu Farraz.
Farraz menoleh. Tapi dengan masih terus menahan napasnya hingga wajahnya terlihat memerah.
"Tarik napas." Hadijah membantu mengingatkan agar tuannya itu kembali bernapas.
Dengan tanpa protes, Farraz pun mengikuti saran Hadijah.
Melihat itu, Hadijah tersenyum senang. Lalu, dengan langkah cepat dia meninggalkan Farraz.
Menyadari dirinya diperintah oleh pembantunya itu, membuat Farraz bersungut marah. Tapi, apa boleh buat, hadijah sudah tidak ada di dekatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
bhunshin
tuan...???
tarik nafas...
sidijah: kabuuuuurrrrrr
2024-07-08
0
Is Wanthi
sampai lupa bernapas 😂😂😂
2023-08-19
1
Maryana Fiqa
diantara sedih dan tertawa😭😭😭🤣🤣🤣
2022-12-28
1