Pagi pagi sekali Irma sudah tiba di rumah Farraz dan Ayana. Dia datang bersama Kokom.
"Kok sepi?" Ucapnya sambil terus melangkah masuk.
Hadijah dan Kokom mengekor di belakangnya. Sesekali Kokom menyenggol bahu Hadijah untuk memberi isyarat agar Hadijah segera bicara pada nyonya mereka itu.
"Nyona Ayana dan tuan Farraz sudah berangkat kerja, Nyonya." Ujar Hadijah yang memahami kode dari Kokom.
Mendengar penjelasan Hadijah membuat langkah Irma terhenti. Perlahan dia membalikkan tubuhnya dan menatapa serius wajah Hadijah yang terlihat bingung.
"Ini masih jam enam pagi, Hadijah. Orang sholat subuh aja baru pulang dari masjid. Kamu kalau mau bohong harusnya mikir dulu." Rutuknya pada Hadijah.
"Maafkan saya Nyonya." Menundukkan kepalanya dalam dalam.
Pada saat itulah mobil Ayana tiba didepan rumah. Untungnya suara mobil Ayana sangat kecil, hingga kedatangannya tidak disadari oleh Irma.
"Nyonya sudah pulang?"Sambut Mamat.
Ayana mengangguk, lalu dia menunjuk mobil mama mertuanya.
"Nyonya Irma baru saja tiba." Ucap Mamat.
Mendengar itu membuat Ayana khawatir dan bingung.
"Nyonya pakai ini saja." Mamat memberikan paper bag pada Ayana.
"Apa ini?" Melihat isi paper bag itu yang ternyata mukena.
"Itu mukena yang saya beli untuk istri saya, Nyonya." Ujarnya.
"Lalu, kenapa kang Mamat berikan pada saya?" Tanya Ayana tidak mengerti maksud Mamat memberinya mukena itu.
"Pakai saja dulu. Setelah itu barulah Nyonya masuk kerumah dan kalau Nyonya Irma bertanya, bilang saja Nyonya pulang dari masjid ikut subuh berjamaah. Nyonya Irma pasti percaya." Ucap Mamat memberi saran.
"Wah, kang Mamat pintar banget. Terimakasih, kang." Ucap Ayana senang.
Lalu, dengan segera dia memakai mukena itu. Barulah, kemudian dia masuk ke dalam rumah, untuk mulai beracting dihadapan mama mertuanya.
Sementara, suasana didalam rumah semakin tegang dan membuat Hadijah ketakutan.
"Jadi, katakan pada saya, mana Farraz dan Ayana?" Ucapnya lembut tapi terdengar tegas.
"Itu… itu…" Hadijah tidak bisa menjawab.
"Itu apa?" Mendekati Hadijah.
Irma meraih dagunya hingga kepalanya kempali tegak, sehingga Irma bisa melihat jelas raut wajah Hadijah yang mulai pucat.
"Katakan, dimana mereka? Jika tidak, kamu akan saya pecat." Gertaknya pada Hadijah.
"Iit… itu… Nyonya…"
"Mama!" Seru Ayana.
Tepat sebelum Hadijah menyelesaikan ucapannya, Ayana lebih dulu mengalihkan perhatian mama mertuanyan.
"Loh, Ayana? Kamu dari mana sayang?" Tanya Irma.
Dia langsung menghampiri Ayana yang terlihat baru pulang dari masjid.
"Tadi Yana ikut jamaah di Masjid, Ma. Terus, waktu pulangnya Yana mampir dulu di warung, beli sarapan." Jelasnya sambil memperlihatkan plastik hitam yang dijinjingnya.
Kebetulan sekali, sebelum pulang Ayana membeli gado gado di warung dekat komplek rumahnya.
"Kok beli sarapan di luar?" Ucapnya.
Tatapan tajam Irma tertuju pada Hadijah. "Apa Hadijah tidak membuat sarapan?" Teriaknya.
Hadijah kembali menundukkan kepala. Dia benar benar ketakutan kali ini. Takut di pecat. Padahal ini adalah pekerjaan pertamanya sebagai ART.
"Bukan salah mbak Dijah kok, Ma. Yana yang bilang supaya mbak Dijah nggak usah bikin sarapan. Karena, Yana kepingin banget makan gado gado." Jelasnya.
Seperti biasa, Ayana sangat alami saat menjelaskan ataupun menjawab pertanyaan dadakan seperti itu. Meski berbohong, Ayana tidak akan terlihat sedang berbohong. Itulah keahliannya. Terlihat tenang dan natural saat sedang berbohong sekalipun.
"O gitu. Mama pikir dia yang pemalas." Tunjuknya kearah Hadijah.
"Mama kanapa datang sepagi ini?" Tanya Ayana sambil menggandeng tangan mertuanya itu menuju meja makan.
"Ini, mama bawakan roti untuk sarapan. Roti ini sangat enak loh, mama nitip sama teman Mama, dia baru pulang dari Turki tadi malam." Ucapnya.
Ayana meminta Irma untuk duduk, lalu dia menyiapkan piring untuk meletakkan roti yang dibawa mama mertuanya itu.
"Jadi, ini roti dari Turki ya, Ma?" Tanya Ayana sambil meletakkan roti roti itu kedalam piring.
"Iya sayang. Coba deh kamu cicip. Pasti nanti ketagihan." Menyuapkan roti itu pada Ayana.
Ayana membuka mulutnya. Matanya berkaca kaca, dia terharu dengan perlakuan Irma padanya.
"Enakkan?" Tanya Irma yang tidak menyadari mata Ayana berair.
"Enak, Ma." Angguknya semangat, sambil menghapus air di matanya yang hampir tumpah.
"Ya udah makan lagi, nih." Hendak menyuapkan lagi.
Sebelum Irma menyuapkan roti itu lagi pada Ayana, suara langkah kaki Kokom menganggunya. Dilihatnya Kokom berlari tergesa gesa kearahnya.
"Ada apa, Kom?" Tanya Irma heran.
Roti yang tadi hendak disuapkan pada Ayana sudah ditaruhnya kembali ke dalam piring.
"Kita harus pulang sekarang juga, Nya." Ucapnya terbata bata.
"Kenapa?" Irma mulai berdiri hendak menghampiri Kokom.
"Barusan tuan menelpon, katanya Tuan Timo sekeluarga mau datang untuk sarapan pagi bersama." Jelas Kokom.
Mendengar penjelasan Kokom, membuat Irma menatap sendu pada Ayana yang terlihat baik baik saja.
"Ada apa, Ma?" Tanya Ayana bingung dengan tatapan sendu mertuanya itu.
"Mama ingin sarapan disini bersama menantu mama." Ungkapnya.
Mendegar itu membuat Ayana tersenyum haru. Perlahan Ayana mendekati Irma, lalu memeluknya.
"Pulanglah Ma. Dan jangan sampai Mama keceplosan membahas tentang Yana dihadapan keluarga pak Timo." Ucap Ayana.
"Mama benci Farraz. Mama benci karena dia meminta merahasiakan menantu kesayangan mama." Rutuknya kesal.
"Tidak apa kok, Ma. Suatu saat nanti, Yana pasti akan berteriak mengatakan kepada semua orang, bahwa Yana adalah istrinya Farraz Ehsan." Ucap Ayana asal, demi menghibur mertuanya itu.
"Mmhh, maafkan mama ya sayang. Mama juga akan berteriak pada semua orang, bahwa Ayana Yunita adalah menantu kesayangan Mama. Mama pastikan hari itu akan tiba." Ucapnya meyakinkan Ayana.
"Ya sudah, mama pulang dulu. Mmuuacchh…" Mencium pipi Ayana.
"Bye sayang!"
Irma mulai melangkah meninggalkan Ayana yang masih duduk di kursi meja makan.
"Hadijah!" Teriak Irma tiba tiba.
"Iya, Nyonya." Berlari menghampiri Irma.
"Pergi bangunkan Farraz. Katakan padanya untuk pergi ke kantor bersama Ayana." Perintahnya.
"Baik Nyonya." Jawab Hadijah.
"Jangan mencoba berbohong sama saya. Jika sampai kamu berbohong, saya benar benar akan memecat kamu. Ingat itu baik baik." Tegasnya.
"Iya, Nyonya." Jawab Hadijah dengan tetap menunduk.
Sebelum melanjutkan langkahnya, Irma kembali melambaikan tangan pada Ayana yang juga melambaikan tangan sambil tersenyum padanya.
"Nyonya, tuan bilang kita harus membawa tuan Farraz juga." Bisik Kokom.
"No. Farraz milik Ayana. Biarkan Farraz bersama Ayana. Jangan mengganggunya." Ucap Irma menegaskan.
"Baik Nyonya." Ujar Kokom patuh.
Setelah Irma dan Kokom benar benar menghilang dari rumah itu. Ayana langsung melepas mukenanya.
"Nyonya baik baik saja?" Tanya Hadijah.
Sebentar Ayana menghela napas, lalu dia tersenyum pada Hadijah. Itu pertanda bahwa dia baik baik saja.
"Untung Nyonya datang tepat waktu. Jika tidak, mungkin saya benar benar dipecat karena harus menjaga rahasia kita." Tutur Hadijah.
"Mbak Dijah tidak usah khawatir. Aku akan selalu melindungi mbak Dijah. Ok!" Mengedipkan sebelah matanya pada Hadijah.
Mendengar itu membuat Hadijah merasa bahagia. "Saya akan selalu menjaga rahasia Nyonya." Ucapnya membalas kebaikan hati majikannya itu terhadapnya.
"Nih gado gado buat kalian. Makan sepuasnya." Memberikan plastik hitam berisi empat bungkus gado gado.
"Rotinya simpan dulu ya. Kalau mbak mau boleh ambil." Sambung Ayana.
"Baik Nyonya." Jawab Hadijah.
Sementara Ayana sudah melangkah naik menuju kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Barulah kemudian dia akan ke kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
WANITA TIDAK DIWAJIBKN KE MESJID, LGI PULA KNP HRS BRBOHONG KPD ORG TUA, DN KNP BOHONGNYA BAWA2, MESJID, HRSNYA AYANA YG NGERTI AGAMA JGN BRBOHONG
2023-06-06
1
Fay
baguus
2022-11-12
1
Ayu tri utami Neng
goooddd 😂
2022-06-07
1