Setelah akad nikah selesai. Ayana langsung dibawa oleh Farraz menuju rumah baru mereka, hadiah dari papa dan mamanya.
"Ingat, jangan sampai rahasia ini bocor. Aku tidak mau orang orang mengetahui tentang pernikahan ini." Tegas Farraz.
"Tidak perlu mengingatkan. Aku bukan wanita bermulut besar yang akan menyebarkan tentang pernikahan ini. Karena, akupun tidak ingin orang orang tahu." Jawab Ayana dengan santai dan tegas.
"Bagus. Kamu memang selalu bisa diandalkan, Sekretarisku." Puji Farraz.
Ayana hanya diam. Dia menatap jalanan di luar sana. Ada perasaan sakit saat Farraz mengatakan kata sekretaris. Meski bagaimanapun, kini Ayana sudah berstatus menikah, namun ternyata lelaki itu akan selamanya memperlakukannya sebagai seorang sekretaris, bukan sebagai seorang istri.
Setelah berkendaraan hampir setengah jam, akhirnya mereka tiba di rumah dua lantai yang sangat megah, mewah dan besar. Perkarangan rumah juga sangat luas.
"Selamat datang Tuan Farraz, Nyonya Ayana." Sambut dua orang Sekuruti yang menjaga rumah.
Farraz hanya tersenyum ramah, sedangkan Ayana sudah tertidur pulas. Dia merasa lelah tanpa alasan. Atau mungkin karena pikirannya yang terus berkerja keras tanpa henti, sehingga membuat seluruh tubuhnya ikut merasakan lelah.
Tin… tiinnn…
Sengaja Farraz menekan klakson mobilnya untuk membangunkan Ayana.
"Maaf tuan, saya agak lambat." Ujar Hadijah sambil berlari mendekati mobil majikan barunya itu.
Sedangkan Ayana hanya menggeliat sebentar, kemudian dia kembali tidur.
"Tidur lagi. Dasar nenek tua." Rutuknya kesal.
"Mbak tolong bangunkan nenek tua itu. Antar dia ke kamarnya." Ucap Farraz yang sudah turun dari mobilnya.
Lalu, dia mengambil koper miliknya dari bagasi mobil.
"Sekalian, bawakan kopernya juga." Menunjuk Koper Ayana yang masih didalam bagasi.
Hadijah mengiyakan perintah majikannya itu. Dengan segera dia mengeluarkan koper besar milik Ayana, lalu kembali menutup pintu bagasi.
"Mamat, ini mobil tuan di masukkan ke garasi." Teriaknya.
Dia memanggil Mamat sang supir pribadi untuk Tuan dan Nyonya nantinya jika diperlukan.
"Siap, mbak Dijah." Ucapnya.
Begitu Mamat mulai membuka pintu mobil, Hadijah berusaha membangunkan Ayana.
"Nyonya, bangun. Nyonya sudah tiba di rumah."
Hadijah mengelus pelan bahu Ayana, dia berusaha membangunkan nyonya yang sedang tertidur pulas itu.
"Mmhh, ini dimana?" Ucap Ayana linglung.
Dia celingukan melihat keadaan disekitarnya. Semua tampak asing dimanatanya.
"Aku dimana?" Tanya Ayana bingung.
"Ini di rumah nyonya Ayana dan tuan Farraz." Jawab Hadijah.
Sebentar Ayana mencoba berpikir. Kemudian dia mengangguk, karena sudah bisa mengingat apa saja yang terjadi padanya hari ini.
"Tuan Farraz mana?" Tanya Ayana yang baru menyadari ternyata Farraz sudah tidak ada di dalam mobil.
"Tuan Farraz sudah memasuki rumah lebih dulu, nyonya." Hadijah menjelaskan.
'Hah, jadi dia pergi sendirian tanpa membangunkan aku. Dasar bocah tengik. Jelangkung.' Rutuknya dalam hati.
Ayana pun akhirnya turun dari mobil, lalu dia mengekor di belakang Hadijah untuk memasuki rumah mewah itu. Hingga tiba di dalam rumah, Ayana terperangah melihat keindahan rumah itu.
'Sangat luas. Rumahku bahkan tidak sampai seluas ruang tamu ini saja.' Gumamnya dalam hati.
"Kamar nyonya ada di atas. Mari saya antarkan." Ajak Hadijah.
Ayana ikut melangkah menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju lantai dua, dimana ada kamar tidur untuknya.
"Ini kamar Nyonya." Tunjuk Hadijah.
Dia langsung membuka pintu kamar itu. Namun, mata Ayana bukan melirik keadaan didalam kamar, dia malah melirik satu pintu yang ada di ujung sana
"Itu kamar tuan Farraz, Nyonya." Jelasnya.
Hanya anggukan dari Ayana untuk menanggapi penjelasan Hadijah.
'Bahkan kamu membiarkan semua penghuni rumah ini tahu, bahwa kamu sangat membenciku.' Lirihnya dalam hati.
...🍀🍀🍀...
Pagi pagi sekali Ayana sudah berada di taman belakang rumah yang sangat luas. Di sana juga tersedia jalan setapak yang cocok untuk dijadikan tempat untuk berlari kecil di pagi hari. Tapi, Ayana tidak melakukan itu. Dia hanya duduk di pinggir kolam renang, dengan kakinya menjuntai bebas di air kolam yang dingin.
"Nyonya, mau saya buatkan sarapan apa pagi ini?" Tanya Hadijah, menghampiri Ayana.
"Aku tidak biasa sarapan pagi, mbak. Paling aku hanya minum jus apel atau hanya minum air putih saja." Ucap Ayana.
"Baiklah nyonya." Ujar Hadijah.
Kemudian dia berlalu, kembali pergi menuju dapur. Sementara Ayana masih menikmati suasana pagi hari yang sejuk dan sangat damai.
Pada saat itu, Farraz yang baru bangun tidur dan belum sempat mencuci wajahnya, menuruni anak tangga. Dia terus mengusak wajahnya agar matanya bisa memandang dengan jelas. Sampai akhirnya mata itu menatap kearah Ayana yang duduk di pinggir kolam dengan masih memakai mukena berwarna putih.
"Apaan itu… Maakkkk!" Teriaknya dengan langkah laju menuju dapur.
Ayana menoleh saat mendengat teriakan Farraz, tapi dia tidak melihat bayang bayang Farraz sama sekali.
"Apa aku berhalusinasi pagi pagi begini?" Tanya Ayana pada dirinya sendiri.
Dia bingung karena jelas jelas mendengar teriakan Farraz, tapi tidak melihat orangnya ataupun bayangannya sama sekali.
Sementara itu, Hadijah yang sedang sibuk di dapur ikut berteriak mendengar teriakan Farraz.
"Ada apa tuan? Apa yang membuat tuan berteriak?" Tanya Hadijah yang sudah siaga memengang panci ditangannya.
"Aku rasa ada pocong di kolam belakang." Ucapnya yang kini bersembunyi dibalik tubuh kecil Hadijah.
"Pocong?" Tanya Hadijah bingung.
Sebentar dia meletakkan panci dengan sedikit membantingnya, lalu dia berkacak pinggang menatap tuannya yang berjongkok ketakutan.
"Itu bukan pocong, tuan. Itu nyonya Ayana." Ucap Hadijah kesal karena Farraz menganggap Ayana pocong.
"Mana ada pocong nongkrong pagi pagi begini." Celotehnya kesal.
Farraz mematung saat mendengar perkataan Hadijah. Kemudian, dia pun berdiri dengan perlahan. Senyum malunya terlihat. Dia bahkan menggaruk bagian belakang kepala yang tidak terasa gatal, sangking malunya pada Hadijah.
"Salah dia juga, kenapa pagi pagi begini duduk di pinggir kolam dengan pakaian serba putih begitu." Rutuknya kesal.
"Nyonya sudah disana tepat setelah selesai sholat subuh." Jelas Hadijah.
"Mbak kok berani bicara keras padaku?" Protes Farraz tidak terima dibentak oleh Hadijah.
"Tuan dan Nyonya mengizinkan saya memaki dan berteriak pada tuan Farraz, jika saja tuan Farras berbuat tidak baik pada nyonya Ayana." Hadijah menjelaskan dengan suara yang sudah lebih rendah dari sebelumnya.
"Mama sama Papa yang memerintahkan kamu untuk memaki dan berteriak padaku?" Tanya Farraz tidak percaya.
"Iya, tuan. Saya barusan ditelpon nyonya Irma. Lalu meminta saya untuk melindungi nyonya Ayana dari keusilan dan kekejaman tuan." Hadijah menjelaskan semuanya pada majikannya itu.
"Wah, wwuuaahhh…" Farraz tidak bisa berkata kata setelah mendengar penjelasan Hadijah.
"Bagusss, bagus baget wanita tua itu. Dia berhasil mengambil alih posisiku sebagai anak kandung. Kini aku yang dijadikan menantu oleh orangtuaku sendiri." Rutuknya kesal, tidak terima karena kedua orangtuanya memperlakukan Ayana seperti anak mereka sendiri.
"Tunggu pembalasanku, wanita tua." Monolognya sambil melangkah menuju kamar mandi yang ada disudut dapur untuk membasuh wajahnya dan berkumur kumur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
bhunshin
aku rasa yg paling kocak tuh si Dijah di ijinin memaki dan berteriakin si faraz majikannya oleh mamanya si faraz🤣🤣🤣🤣
2024-07-08
0
Desi Maharani Maharani
aq suka cerita mu thorr bagus
2023-05-17
1
abu😻acii
seru nih
2023-02-08
1