Tap… tap… tap…
Suara langkah kaki Fikri sudah terdengar oleh Ayana dengan jelas. Tapi, dia berpura pura tidak mendengar. Karena sebenarnya dia takut pada Fikri yang terkenal penggoda wanita dan juga ganas pada wanita.
"Hai, adik ipar." Sapanya saat tiba di depan meja kerja Ayana.
"Mas, Fikri. Ada yang bisa saya bantu?" Sambut Ayana mencoba ramah.
"Tentu ada dong, makanya kakak iparmu ini datang kemari." Ucapnya sambil tersenyum menggoda Ayana.
"Bantuan apa, mas?" Tanya Ayana ragu.
Bukannya menjawab, Fikri malah keasikan menatap wajah Ayana yang semakin di tatap semakin membuatnya gemas dan ingin menyentuh wajah itu. Tapi, sebelum Fikri benar benar menyentuh wajah itu, tiba tiba saja Farraz berdiri di sampingnya.
"Ada keperluan apa, mas?" Tanya Farraz yang seketika membuat Fikri berhenti menatap wajah Ayana.
"Raz, sejak kapan kamu disini?" Fikri balik bertanya.
"Sejak mas Fikri sibuk menatap wajah Sekretarisku." Jawabnya.
Jawaban itu membuat Fikri tertawa geli. Sebentar dia menggelengkan kepalanya, karena merasa lucu saja mendengar Farraz menyebut Ayana hanya sebagai Sekretarisnya.
"Kenapa tertawa? Aku rasa tidak ada yang lucu." Ucap Farraz dengan suara tegasnya.
"Santai, bro. Serius amat." Ucapnya sambil menepuk bahu Farraz.
Ayana hanya diam mengamati dan mendengarkan obrolan dua laki laki di depannya.
"Ayana sangat sibuk. Kami punya banyak pekerjaan yang harus dikerjakan. Jadi, jika tidak ada urusan penting, sebaiknya mas Fikri meninggalkan tempat ini." Pinta Farraz dengan sopan.
"Ok." Jawabnya.
Namun, sebelum pergi, Fikri menatap lagi pada Ayana yang sejak tadi berdiri dengan kepala sedikit menunduk.
"Sampai ketemu lain waktu, adik ipar." Ucap Fikri.
Kemudian, dia pun pergi meninggalkan tempat itu.
"Jangan terlalu percaya sama omongan mas Fikri. Dia itu buaya darat. Jadi, jangan kepedean karena dia akrab sama kamu. Baginya perempuan itu hanya mainan. Jika bosan, dia akan langsung membuangnya." Tutur Farraz menjelaskan.
"Setidaknya mas Fikri memperlakukan saya dengan baik." Ucap Ayana yang membuat Farraz terkejut.
Keningnya mengerut, matanya menyipit dan menatap Ayana dengan tatapan aneh yang sulit diartikan.
"Kamu masih marah karena kejadian tadi pagi?" Farraz mencoba menebak.
"Maaf saya tidak mengerti pak Farraz bicara tentang apa, ya?" Sahut Ayana dengan kembali pada mode Sekretaris yang patuh.
Hal itu membuat Farraz menghela napas dalam dalam.
"Perempuan memang sangat susah diajak bicara." Rutuknya kesal.
"Sayangnya saya hanya wanita tua tidak berguna, menurut anda tuan Farraz. Jadi tidak perlu bicara pada saya."
Lagi lagi jawaban Ayana membuat Farraz bertambah kesal. Dia heran, Ayana yang tadinya terlihat sangat profesional, kini tiba tiba menjadi baper dan malah mengungkit ungkit masalah pribadi di saat masih jam kerja.
"Mbak Ayana, pak Handi meminta mbak Ayana ke ruangannya sekarang. Sekalian bawakan file map warna kuning." Suara itu terdengar melalui sambungan suara otomatis di meja kerja Ayana.
"Baik, saya akan segera ke ruangan pak Handi." Jawabnya.
"Sejak kapan, kamu menjadi pesuruh Handi?" Tanya Farraz sewot.
"Sejak pak Farraz sibuk bersama kekasih pak Farraz saat mempersiapkan pertunangan anda, Pak." Jawab Ayana santai dan tenang seperti biasa.
Farraz kesal karena Ayana selalu menjawab dengan jawaban jawaban yang menyindir dirinya.
"Saya harus mengantarkan file ini ke ruangan pak Handi. Jika pak Farraz butuh sesuatu, silahkan hubungi saya." Ucapnya.
Langkah Ayana sangat tegas saat melewati Farraz. Dan Farraz hanya bisa menatap penuh rasa kesal pada Ayana.
...🍀🍀🍀...
Kini Ayana di ruangan Handi. Pintu ruangan Handi sengaja dibiarkan terbuka. Karena memang Ayana tidak suka jika pintu itu tertutup saat dia berada di ruangan Handi yang berdinding tembok semua.
"Jadi, bagaimana menurutmu tentang proyek ini?" Handi meminta pendapat Ayana.
"Saya sangat suka, pak. Karena tujuan dari proyek ini juga sangat jelas dan sudah pasti akan membantu banget bagi anak anak jalanan, yatim piatu, dan juga untuk semua orang yang kurang dalam masalah ekonomi." Jawab Ayana.
"Kamu benar. Saya tertarik dengan proyek ini juga karena hal itu. Dan yang pasti, Klien kita ini akan bertanggung jawab penuh mulai dari awal hingga akhir untuk proyek pembangunan sekolah gratis untuk kalangan bawah yang kamu sebutkan tadi." Tuturnya.
"Andai saja, proyek sekolah gratis dengan fasilitas memadai seperti ini sudah ada sejak dulu. Pasti orangtuaku tidak akan sesulit itu dan tidak perlu meminjam uang dari orang lain untuk menyekolahkan aku dan mbak Maurin." Ungkap Ayana sedih.
Mendengar itu, Handi juga ikut merasakan sedih seperti yang dirasakan Ayana.
"Tapi, saya sangat bersyukur karena akhirnya ada seorang konglomerat yang baik hati dan bersedia membangun sekolah gratis dengan fasilitas yang tidak kalah dari sekolah lainnya yang Negeri maupun swasta atau milik yayasan." Sambung Ayana kemudian.
Dia tersenyum menatap Handi yang sejak tadi menatapnya.
"Betul kan, pak Handi?" Pertanyaan yang mengejutkan Handi.
"Betul sekali." Jawabnya sambil tersenyum.
Sebenarnya Handi masih terpesona dengan keindahan senyum diwajah Ayana.
Tok… tok…
Tiba tiba Ayana dan Handi mendengar suara ketukan pintu. Sehingga membuat kepala Ayana menoleh otomatis ke arah pintu. Dan disana sudah berdiri sosok pria tinggi berpenampilan sangat rapi.
"Pak Farraz!" Serunya hampir berteriak.
"Pak Farraz, ada yang bisa saya bantu?" Handi mendekatinya.
"No. Saya hanya ingin melihat, sepenting dan sesibuk apakah pekerjaan pak Handi hari ini, sampai sampai harus meminta bantuan Asisten pribadi saya!" Ujarnya sinis menatap Handi.
Mendengar itu, Handi hanya bisa tersenyum malas. Sedangkan Ayana segera menghampiri mereka.
"Pak Handi sangat membutuhkan saya untuk proyek ini. Dan seingat saya, bulan lalu pak Farraz yang menyarankan agar saya ikut andil dengan proyek ini. Apa mungkin pak Farraz sudah lupa?" Ucap Ayana menjelaskan.
"Oya? Apa saya yang menyarankan?" Farraz balik bertanya dengan ekspresi wajah tidak sukanya.
"Iya. Waktu itu anda bilang bosan terus terusan harus mengerjakan berbagai pekerjaan dengan janda tua seperti saya. Makanya saat itu anda menyarankan agar saya ikut andil dalam proyek yang bulan lalu anda percayakan pada pak Handi." Ayana menjelaskan dengan berteriak.
"Kamu berani berteriak pada saya?" Bentak Farraz yang tersulut emosi.
"Oh, maaf tuan Farraz Ehsan. Sepertinya saya sudah keterlaluan." Ayana menunduk mengakui kelancangannya.
Melihat kelakuan Ayana seperti itu, bukan membuat Farraz senang, malah bertambah kesal. Entah mengapa, dia merasakan dirinya dipenuhi dengan perasaan kesal tanpa sebab yang jelas.
"Jangan lupa pertemuan dengan Klien siang ini. Sebaiknya, kamu bersiap untuk pertemuan nanti. Lanjutkan pembahasan proyek itu setelah pertemuan dengan Klien." Ucapnya dengan suara lebih tenang, meski raut wajahnya masih sangat jelas terlihat menahan rasa kesalnya.
"Baik, pak Farraz." Sahut Ayana juga dengan suara yang lembut dan lebih tenang.
Farraz akhirnya pergi meninggalkan ruangan Handi. Sementara Handi yang sejak tadi bingung melihat pertikaian mereka, kini akhirnya menghela napas lega. Karena, pertikaian tanpa sebab yang jelas itu akhirnya berakhir dengan damai.
"Maaf pak Handi, saya harus segera kembali. Jika tidak kembali sekarang, saya rasa mungkin saya akan kehilangan kedua kaki saya. Pak Handi tahu sendiri, kan? Pak Farraz adalah atasan yang kejam, bukan?" Tutur Ayana.
"Jangan menyerah. Tetap semangat!" Ucap Handi pada Ayana.
Senyuman terlihat di bibir Ayana, lalu dia segera pergi menuju tempat seharusnya dia berada. Dan Handi memperhatikan langkah Ayana, hingga bayangan Ayana menghilang dari pandangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Fay
lanjut serunya thor
2022-11-12
1
Rachmi Rachim
seru..seru..lanjut
2022-05-20
1
Rachmi Rachim
awwa ..seru2nya
2022-05-20
1