Setelah makan malam, Hanna masuk ke dalam kamar. Dia tak lagi menghiraukan Rayyan. Hatinya sedang berkecamuk tak karuan, memikirkan siapa Mona sebenarnya? apakah dia memang kekasih hatinya Bian?. Hanna merebahkan diri di atas ranjang, memandang langit-langit kamar, lampu kamarnya masih terang, dia melihat ke jam dinding yang menempel di dinding, sudah hampir tengah malam. Seharusnya dia sudah nyenyak karena seharian beraktivitas, tapi seolah matanya enggan terpejam.
Hanna menghela nafas panjang, melepaskan segala penat di hatinya. Ingin menangis tapi tidak jelas apa yang seharusnya membuatnya menangis. Kalaupun harus menangis karena Mona, itu bukan hal yang lucu. Karena Bian juga bukan siapa-siapa dia.
Kembali lagi dia merenungi nasibnya, kalaupun Bian bukan milik siapa-siapa, toh dia juga tak bisa ngapa-ngapain karena dia terikat pernikahan dengan Rayyan. Dan baru saja Rayyan mengingatkannya agar dia tidak dekat dengan laki-laki manapun. Hanna mendengus lagi, dia memiringkan tubuhnya, tangannya menarik selimut warna coklat muda, menutupi sebagian tubuhnya.
Rayyan benar, dan dia harus menurut. Kalau sampai Brian tahu dia bukan istri sesungguhnya Rayyan, maka Rayyan akan habis.
"Kasihan dia nanti" ujarnya pelan. Hanna kembali mengubah posisinya menjadi terlentang. "Meskipun dia mneyebalkan, tapi perjanjian tetaplah perjanjian"
Hanna mencoba memejamkan matanya, lagi-lagi dia belum berhasil. Dia bangun dan mematikan lampu kamar, menggantinya dengan lampu tidur yang lebih temaram. Hanna kembali merebahkan dirinya, menarik selimut, mengambil nafas panjang dan berdoa.
"Tuhan...kenapa aku nggak bisa tidur?" Hanna kembali membuka matanya, dia sebal pada dirinya sendiri. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Hanna mengacak-acak rambutnya. Lalu dia turun dari atas ranjang dan keluar kamarnya, menuju dapur. Membuka lemari es, mencari sesuatu, dan dia tidak menemukan apa-apa di sana.
"Aku lupa kalau aku nggak punya apa-apa" Hanna mendengus lalu berjalan gontai ke kursi makan. "Kalau lagi galau begini aku kan pengen ngemil" Hanna mengelus perutnya, kepalanya ditaruh di atas meja.
Karena yang dilakukan juga percuma, Hanna kembali ke kamarnya dan akhirnya tidur dengan perasaan yang tak menentu, tak menentu karena tak bisa menebak hatinya.
***
Pagi buta Hanna sudah bangun, kali ini tidak ada agenda masak-memasak karena memang tidak ada bahan yang dimasak. Hanna sudah mengadendakan hari ini setelah dari kampus dia akan belanja ke pasar sore bahan-bahan masakan. Hanna sudah mandi dan bersiap pergi, dia akan pergi pagi karena dia ingin pergi mencari sarapan dan berjalan santai ke kampusnya. Sebelumnya dia menulis sesuatu di secarik kertas dan menaruhnya di meja makan.
Hanna menepuk dahinya sesaat setelah keluar dari kamar dan menuju garasi. Dia baru ingat jika motornya rusak dan belum sempat membawanya ke bengkel. Hanna sudah berada di garasi, tangan yang tadi memegang helmnya kini mendadak harus kembali meletakkan helmnya. Hanna memainkan bibirnya tanda kecewa.
"Nona mau keluar?" tanya securuty itu menghampiri. "Biar saya keluarkan motornya" imbuh security itu, membuat Hanna terheran. Apa security itu tidak tahu kalau motor Hanna mogok.
"Eh nggak usah pak...om...eh pakde...aduh...." Hanna bingung dengan panggilan pada security rumah Rayyan.
"Panggil saja Sapri nona" jawabnya.
"Enggak....nggak sopan" tolak Hanna sambil melambaikan tangan kanannya tanda menolak. "Pak Sapri" ujarnya, karena menurut Hanna umur dari security itu kurang lebih sama dengan ayahnya. Security di rumah Rayyan memang ada beberapa dan berjaga secara bergilir.
Pak Sapri mengeluarkan motor Hanna dari garasi.
"Tapi motorku sedang mogok pak, nggak bisa jalan dia, aku belum sempat membawanya ke bengkel" Hanna kekeh.
"Loh nona nggak tahu ya? ini motor sudah bener non, ini lihat" Pak Sapri menyalakan motor, dan benar, motor itu berbunyi. Hanna terbelalak senang.
"Kok bisa?" seperti sedang melihat kejutan.
"Bisa non" jawab Pak Sapri tak kalah bahagia. "Kemarin sebelum Mas Rayyan berangkat, dia minta saya panggil bengkel memperbaiki motor nona" jawab Pak Sapri.
Hanna terdiam sesaat, benarkah itu yang dilakukan Rayyan?
"Oh" hanya itu yang keluar dari mulutnya, dia tidak mau kagum dengan kebaikan si Rayyan yang menyebalkan itu. Barangkali Rayyan merasa tak enak hati karena waktu mogok kemarin dia tidak menolongnya. Atau mungkin Rayyan berbaik hati karena tidak ingin Hanna keteteran saat ngampus sehingga dia tidak bisa masak untuk Rayyan.
"Terima kasih pak Sapri" Hanna tersenyum nyengir, dia kembali meraih helmnya dan segera memakainya, lalu dia menghampiri motor yang sudah berada di halaman. Hanna bersiap keluar dengan motor kesayangannya.
"Hati-hati non, jangan ngebut, masih pagi"
"Siap pak, makasih yak" Hanna keluar dengan motornya dengan riang, akhirnya dia bisa kembali dengan motornya itu, dan sejenak dia lupa jika yang membuatnya dia bahagia adalah Rayyan.
Selesai sarapan di dekat kampus, Hanna masih punya waktu untuk sekedar bersantai, dia tidak segera masuk ke dalam area kampus. Hari masih pagi, Hanna memainkan ponselnya. Dan ada pesan yang belum dia baca.
Nanti kita ketemu ya, siang...
Dari Bian, Hanna menghela nafas, dalam hati ingin membalas dengan jawaban "iya sayang". Tapi lelucon itu mah nggak lucu lagi sekarang, Bian hanya kakak tingkat yang sudah memiliki kekasih. Hanna memutuskan untuk tidak membalas pesan Bian.
"Nanti saja kalau sudah dapat wangsit aku balas" gerutunya, Hanna menggaruk kepalanya.
Kok nggak balas?....
Sebuah pesan masuk dari Bian lagi. Hanna tergoda membalasnya, tapi sebelum membalas dia merasa GR duluan, apakah Bian memang menunggu balasan pesan dari Hanna. Seutas senyum mengembang di bibirnya, hingga ada beberapa pelanggan warung melihat tingkah Hanna. Sadar menjadi bahan penglihatan orang-orang, Hanna segera kembali ke mode normal tanpa senyum. Tangannya masih memegang ponsel.
"Iya" Hanna mengucap sambil membalas pesan tersebut dengan singkat.
Ok, thanks. Soalnya aku mau ngomong penting nanti. see u ya...
Senyum kembali mengembang di bibir Hanna, "Ngomong penting? jangan GR Han...jangan GR...ya iyalah dia mau ngomong penting, kan memang kalian mau ada acara penting kan...dan kalian adalah bagian dari panitianya" Hanna berbicara pada dirinya sendiri, agar tidak berharap pada Bian, dan tidak memikirkan yang aneh-aneh. Kembali Hanna menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya, karena warung memang sedang ramai.
Hanna tak peduli, dia segera membayar makananya dan keluar dari warung tersebut. Hanna hendak memasukkan ponselnya ke dalam tas. Terdengar bunyi, ada sebuah pesan masuk, sebuah nomer yang tidak tersimpan.
Kamu sudah berangkat?
Hanna memicingkan mata, merasa tidak kenal dengan nomer tersebut. Dan akhirnya dia mengabaikannya, mungkin orang iseng. Hanna sudah naik ke atas motornya dan bersiap melaju, namun ponselnya kembali berbunyi. Hanna kembali melihat pesannya.
Pergi diam-diam
Masih dengan nomer yang sama. Hanna membaca sambil kesal, dan akhirnya di memblokir nomer tersebut.
"Hah...gini, biar nggak ganggu, aku lagi nggak ingin ada yang iseng" Hanna memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu bersiap ke kampus dengan perasaan yang entahlah, menunggu pertemuanya dengan Bian siang ini yang katanya akan berbicara penting padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
anita
haaaan itu wa dr rayyaaan dia yg sok cuek itu mrs ada yg kurang d hatinya ya itu cinta buatmu...
2023-10-17
0