Hanna tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh Rayyan, dan memang baginya itu bukan urusannya. Entah dia mau bawa siapapun ke rumah ini, itu sepenuhnya hak mutlak Rayyan. Iyap, Hanna hanya menjalankan tugasnya menjadi "istri" bohongan Rayyan. 3 Hari libur dari kerjaan, begitulah kata Kamila. Tapi tidak dengan Hanna, Hanna tetap pergi keluar untuk kuliah. Tak terkecuali hari ini, sudah sejak pagi tadi dia berkutat di dapur. Dengan peralatan yang serba modern di dapur tersebut membuat Hanna betah.
Peralatan di dapur serba canggih, tak hanya di dapur, hampir semua seisi rumah ini keluaran terbaru barang-barangnya. Hanna masak sederhana, sayur sop dan perkedel kentang.
"Huuummm baunya enak, lumayan lah buat sarapan dan makan nanti setelah kuliah" Hanna meletakkan mangkok yang berisi sop di atas meja makan, asapnya masih mengepul. Perkedel pun sudah siap menemani.
"Apakah Ayah dan Nayo sudah masak? ih jadi ingat mereka lagi kan" Hanna cemberut, kemudian dia pergi ke kamarnya.
Kamar Hanna terletak di lantai bawah, kamar Hanna luas dengan kamar mandi dalam. Sungguh fasilitas yang mewah baginya, jika di rumah kamar mandi satu harus digunakan secara bergantian, tak jarang dia harus berebut dengan adiknya. Kini dia bisa menikmati mandi berlama-lama tanpa ada yang mengganggunya. Namun, lantas hal tersebut tak membuatnya senang sepenuhnya, rumah ini terasa sepi.
Hanna baru saja menelpon Ayahnya, menanyakan apakah Ayahnya sudah masak? karena biasanya Hanna yang sering menyiapkan makanan untuk Ayahnya dan adiknya tersebut. Hanna meletakkan ponsel di ranjang dengan seprei warna abu-abu itu, kemudian dia mendekat ke arah jendela, perlahan dia membuka gordennya dan melihat keluar. Matahari mulai terlihat keemasan.
"Mimpi apa aku bisa bernasib seperti ini?" Hanna masih tidak percaya dengan apa yang dia alami. Hanna masih melihat keluar jendela, sepi, hanya rumput taman dan beberapa tumbuhan yang dia lihat.
Selepas mandi, Hanna berganti dengan baju santai, karena tidak ada jam kuliah pagi. Perut Hanna sudah keroncongan, karena biasanya dia jam segini sudah terbiasa sarapan. Hanna keluar dari kamarnya dan menuju meja makan yang tidak jauh dari dapur.
Hanna menarik kursi yang terbuat dari kayu jati berkualitas dengan ukiran yang sangat indah, Hanna mengelus sejenak ukiran tersebut, tak sanggup dia menafsirkan berapa harga kursi tersebut. Hanna mengisi piringnya dengan nasi putih dan juga menyendok sop, tak lupa berteman dengan perkedel. Selepas berdoa, dia segera sarapan dengan lahapnya.
Belum selesai dia sarapan, terdengar derap kaki dari lantai atas. Hanna melirik, tidak lain tidak bukan, dia adalah Rayyan yang baru bangun. Seperti biasanya, Rayyan akan menuju dapur untuk minum air putih. Yang membuat Hanna heran adalah, mengapa orang setajir Rayyan tidak memiliki tempat air di lantai atas sana.
Rayyan menarik salah satu kursi kayu jati yang berada di seberang sisi meja. Mereka berhadapan sekarang, Hanna menghabiskan suapan terakhir yang ada di sendoknya tersebut, dan mengunyah dengan pelan agar terlihat sopan dan manis di hadapan Rayyan, bagaimanapun dia harus menjaga imej di depan Rayyan.
Rayyan berdiri dan membungkuk, memperhatikan menu yang ada di atas meja, Hanna melihat Rayyan dengan heran.
"Ada yang salah?" tanya Hanna.
"Makanan apa ini?" Rayyan balik bertanya. Ingin rasanya Hanna menyuapkan sayur sop itu pada Rayyan, agar dia bisa merasakan betapa nikmatnya masakan dia meskipun sederhana.
"Sop" jawab Hanna.
"Makanan apa itu?"
Hanna menahan nafas, sungguh, Rayyan adalah laki-laki yang menyebalkan, tidak dapat dipungkiri lagi, mungkin inilah detik-detik rasa ngefansnya pada Rayyan akan luntur, seluntur bedak murahan yang dia pakai saat terkena hujan.
"Apakah kamu belum pernah makan sop? atau perkedel?" tanya Hanna menahan gemasnya, dia bertanya dengan lembut, lebih tepatnya dibuat pura-pura lemah lembut, agar dia masih terlihat manis dan anggun. Rayyan tertawa kecil, seperti sedang meledek.
"Nggak doyan" ujarnya. Hanna meneguk ludahnya, andai saja Rayyan bukan artis idolanya, sudah dia timpuk itu cowok dengan mangkok beserta isinya tersebut.
"Songong banget" gumam Hanna lirih.
"Apa kamu bilang?" Rayyan menyipitkan matanya.
"Oh enggak...aku bilang enak banget...iya sop ini enak banget, apalagi kalau pas lapar gini, wuih nikmat" Hanna tersenyum sebal lalu dia berdiri dan membawa piring kotornya ke tempat pencucian piring. Saat Hanna sedang membelakanginya, Rayyan masih saja memperhatikan masakan yang ada di atas meja tersebut.
Hanna telah selesai mencuci piring, dia kembali menghadap ke arah Rayyan. Rayya segera membuang pandangan agar tidak terlihat penasaran dengan masakan Hanna.
"Ambil aja kalau mau, nasinya itu ada di sana" Hanna menunjuk sebuah magic com. Lalu dia bergegas meninggalkan Rayyan.
"Hiiiiis ogah. Kamu mau kemana woi?" teriak Rayyan. Hanna berhenti mendadak.
"Kenapa? aku mau nyuci" jawab Hanna tenang.
"Sekalian bajuku"
Hanna kembali berjalan mendekat ke arah Rayyan, "Apa mencuci?" Hanna terkejut. Dalam hati berteriak girang, "Siiiiiaaaaaappppp" tapi lagi-lagi, dia harus menjaga imej.
"Ogah" itulah yang keluar dari mulutnya. Hanna balik badan, matanya memejam dan bibirnya mengatup, pertanda dia sebenarnya menyesal. Kapan lagi dia mencucikan baju Rayyan sang idola, jiwa gadis laundrynya meronta-ronta rasanya.
"Bukannya kamu terbiasa nyuci baju? nanti aku bayar deh, lumayan kan buat uang saku" Rayyan benar-benar menyebalkan, sombongnya nggak ketulungan. Hanna mendengus.
"Ok" jawab Hanna akhirnya, tapi bukan karena uang, dia luluh dan tidak berdaya oleh hatinya yang sebenarnya dengan senang hati mencuci pakaian Rayyan.
"Ambil di atas" utas Rayyan singkat, lalu dia melangkahkan kaki entah kemana.
Hanna masuk ke dalam kamarnya dan mengambil baju kotornya sendiri untuk dicuci di tempat cucian yang terletak di belakang. Sebelumnya dia harus mengambil baju kotor milik Rayyan, tentu saja dia harus naik ke lantai dua untuk mengambilnya. Hanna meniti anak tangga dan mencari kamar Rayyan, dia sama sekali tidak tahu kamar yang mana yang digunakan oleh Rayyan. Hanna celingukan, pada akhirnya dia mendapati satu pintu terbuka, dia yakin jika itu adalah kamar Rayyan.
Tiba-tiba Hanna merasa bergidik, kamar Rayyan sangat sepi. "Jangan-jangan dia sedang mempermainkanku, nanti kalau dia tiba-tiba menjebakku bagaimana? dia mem....." Hanna ketakukan dengan pikirannya sendiri, terlalu jauh pikirannya jika seorang Rayyan akan "berselera" dengannya. Hanna melangkah agak ragu masuk ke dalam kamar, tidak ada Rayyan.
"Masuk nggak ya...kok nggak sopan...tapi tadi dia bilang suruh ambil aja" gumamnya, akhirnya dia memutus keraguan dan melanjutkan langkahnya, tangannya memunguti pakaian kotor yang tergeletak di sofa yang tidak jauh dari ranjang Rayyan.
"Ih jorok sekali sih, kenapa bajunya nggak rapi begini" Hanna mengambil beberapa kaos, dan ada juga cel*na dal*m, Hanna menjinjing barang tersebut sambil manyun. "Iyakah CD keramat ini ikutan dicuci?" Hanna kembali meletakkan cel*na dal*m warna coklat tua itu kembali, ogah rasanya dia harus mencucinya, toh Rayyan bukanlah siapa-siapa, dia senang mencuci pakaian Rayyan, tapi tidak untuk CD.
"Ada lagi nggak ya...?" Hanna melihat pintu kamar mandi terbuka, dia akan mengecek apakah ada pakaian kotor di dalam sana, biar sekalian dia cuci.
Baru saja Hanna masuk kesana, ada pemandangan yang membuat jantungnya hampir lepas.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!" Teriaknya. Semua pakaian kotor yang dia pegang terjatuh di lantai.
Jadiin favorit deh, saya jamin kalian nggak akan nyesel baca cerita ini. hihihi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments