Rayyan sudah duduk manis di dalam mobil, Kamila berada di sebelahnya.
"Sejak kapan sarapan dari rumah?" Kamila penasaran, dia menahan tawanya, biasanya Rayyan menunggu sarapan darinya.
"Kenapa? bukannya kamu bosan membawakan aku sarapan terus?" tanya Rayyan. Kamila tertawa.
"Ini baru beberapa hari lho ya, nampaknya kamu mulai nyaman dengan keberadaan dia?"
"Jangan aneh-aneh, kamu terlalu jauh"
"Kalau nanti berhasil, akulah orang yang berjasa" Kamila tertawa, tangannya mengulurkan air botol mineral untuk Rayyan. Rayyan menerimanya lalu membuka dan meminumnya.
"Diam" Rayyan mendengus, kemudian dia melirik ke arah Kamila. Bukan hardikan marah, dia sudah sangat hafal dengan Kamila, orang yang berjasa dalam hidupnya, orang yang bisa menjadi teman, sahabat, sekaligus kakak baginya itu. Tak jarang mereka berdebat, tapi tidak sampai mereka bertengkar.
"Loh dia aslinya manis lho, lucu sepertinya" Kamila menilai Hanna dari pandangan pribadinya. "Tidak menyusahkanmu kan?"
Rayyan mengedikkan bahunya, memang dia belum mengenal Hanna, dan tidak ada niatan juga mengenal Hanna lebih jauh, karena status pernikahannya hanya sebatas begitu saja. Tapi beberapa hari ini baginya, Hanna memang lucu dan sosok yang bisa membuatnya ketawa. Gadis yang sama sekali tidak terlihat tertarik dengannya, sama sekali tidak berlebihan padanya, bahkan cenderung membencinya. Rayyan tertawa kecil.
"Lah...malah ketawa? tuh kan" Kamila menunjuk dengan telunjuknya. Rayyan menggeleng.
"Bukan...iya...dia memang agak aneh, di saat ya...bukannya sombong, di saat semua sekarang ibaratnya siapa sih yang nggak kenal Rayyan? bahkan aku kadang ilfeel dengan teriakan histeris para penggemar yang keterlaluan, dia sama sekali tidak menunjukkan itu"
"Oh ya?" Kamila membelalak. Kamila ingat, di setiap kali Rayyan show, teriakan histeris para penggemar tak luput dari pandangannya, bahkan ada yang pingsan gegara terlalu bersemangat saat melihat kemunculan Rayyan.
"Iya"
"Jangan-jangan dia nggak kenal kamu" ujar Kamila.
"Entahlah, kalau nggak gitu dia nggak punya televisi di rumah kali" Rayyan tertawa lagi, bahunya sedikit berguncang.
"Mana ada jaman sekarang?"
"Ya kali Mil..., kalau masak aja sederhana banget" Rayyan mengingat menu yang beberapa hari ini dia makan, benar-benar makanan rumahan banget.
"Tapi doyan kan...? enak kan..?"
"Mencoba..." jawab Rayyan singkat.
"Tapi aku lebih setuju dia lho daripada lawan main kamu di film "Cinta Rembulan" itu"?
"Siapa?" Rayyan mencoba mengingat lawan main filmnya beberapa bulan yang lalu.
"Safia"
"Memangnya kenapa dengan dia?"
"Suka kan dia sama kamu"
"Masa sih? bodo amat" Rayyan menimpali dengan santai.
"Tau ah yang sudah cinta mati sama Talitha, awas kalau kamu bikin ulah" Kamila mengancam. Rayyan mencebik dan menatap Kamila. "Kenapa? kamu masih ketemuan kan sama dia?" Kamila kembali menebak, dan tebakan itu tidak salah.
Rayyan menghela nafas berat, beberapa saat dia terdiam. "Enggak...kemarin sudah sepakat untuk tidak bertemu terlebih dahulu"
"Kamu masih berharap?"
"Entahlah" jawaban Rayyan diplomatis.
Kamila melihat ke arah jalanan, matanya menangkap seseorang yang berada di pinggir jalan.
"Bukannya itu Hanna?" Kamila menunjuk ke arah luar, kebetulan laju mobil melambat karena lampu merah. Rayyan melihat ke arah yang ditunjuk Kamila. Dilihatnya memang Hanna tengah berdiri di tepi jalan.
"Ajak bareng aja sekalian, dia mau ngampus tadi katanya"
"Nggak usah" balas Rayyan enteng, pandangan matanya sudah tak lagi melihat Hanna yang ada di pinggir jalan tak jauh dari mobilnya. Mobil sudah kembali melaju, Kamila menghembuskan nafas. Andai kata mengantar Hanna pun tak akan membuat Rayyan terlambat tiba di lokasi.
Rayyan tak peduli, Hanna seolah tidak terlihat.
***
Hanna nampak gelisah, angkot yang di tunggu sedari tadi selalu penuh. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk naik ojek online, baginya selisih ongkos itu snagat berarti, karena dia harus banyak menabung untuk membayar uang semester kuliahnya. Hanna mendengus, dikeluarkannya ponselnya dan memencet aplikasi ojek onlinenya. Dilihatnya jam di layar ponselnya, sudah menunjukkan hampir pukul 8 pagi, jam Pak Ibra di kelas adalah jam 8. Hanna menjejakkan kaki di jalanan, hatinya terasa sebal dengan dirinya sendiri. Tidak sampai satu menit, ojek yang dia pesan tiba.
"Dengan mbak Hanna?" tanya seorang pengemudi dengan jaket hijau. Hanna mengangguk, kemudian pengemudi itu memberikan helmnya pada Hanna.
Hanna menerimanya, lalu dengan cepat dia naik ke atas motor. "Cepat ya bang, ngebut"
"Siap kak" jawab abang ojolnya.
10 menit mereka sampai di kampus, Hanna melepas helmnya dan membayar ongkosnya. Kemudian dia dengan sekuat tenaga berlari menuju kelasnya. Jantungnya berdetak tak karuan, rambutnya juga nampak berantakan, tak peduli. Hanna berlari menuju kelasnya, dia harus berpacu dengan langkah kaki Pak Ibra yang panjang itu. Jangan sampai Pak Ibra tiba terlebih dahulu di kelas.
Hampir sampai di kelas yang dimaksud, Hanna melihat punggung yang sangat dia hafal, iya itu adalah punggung Pak Ibra. Beliau sudah berada di depan kelas, sebentar lagi kaki beliau sudah akan melangkah ke pintu. Hanna berlari tanpa membuat bunyi tapak sepatu.
Dan dengan kekuatan kepepet, dia berada sejajar dengan Pak Ibra.
"Permisi pak...selamat pagi" sapa Hanna. Pak Ibra diam saja dan melihat dengan dingin. langkah kaki Hanna masuk ke kelas terlebih dahulu dari Pak Ibra.
Seperti biasa, si panji manusia superheronya sudah menyiapkan tempat duduk untuknya. Panji memindahkan tasnya dan meletakkan di lantai begitu Hanna bersiap duduk di kursinya.
"Kenapa telat mulu?" tanya Panji dengan suara lirih banget.
"Iya, motor bututku lagi ngadat" jawab Hanna tak kalah lirih, takut jika Pak Ibra akan mendengarnya. Dosen itu sudah berada di kursinya dan bersiap memberikan materi. Hanna dengan seksama mendengarkan, meskipun matanya terasa berat dan badannya masih terasa pegal-pegal. Dia tidak mau jika Pak Ibra akan menyorotinya dengan sikapnya. Dua jam berlalu.
"Silahkan kumpulkan tugas individu kalian" suara bak guntur itu serasa menyambar telinga Hanna dengan santainya.
"Apa? tugas?" Hanna nampak berpikir keras, berusaha mengingat apa yang dimaksud oleh Pak Ibra" Hanna menepuk dahinya, ingin rasanya dia menangis di lantai sambil bergulung-gulung.
Semua mahasiswa mulai maju mengumpulkan tugas yang dimaksud, Hanna menekuk mukanya. Kiamat di depan matanya, Pak Ibra tak akan mau tahu dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Hanna pasrah jika harus mendapat nilai D.
Iya, dia ingat jika tugas itu diberikan minggu yang lalu, saat hari sebelum kejadian dia "menikah" dengan Rayyan. Nah sejak saat itu, otaknya mendadak suka pikun, suka oleng sembarangan, dan bahkan tugas penting pun terlupakan.
Hanna memukul kepalanya, menyalahkan dirinya. "Kenapa aku sampai lupa?" gerutunya.
"Sudah semua?" tanya Pak Ibra sambil berkemas.
Melihat tingkah aneh Hanna, Panji sepertinya sudah hapal dengan keadaan itu.
"Kenapa? lupa?"
Hanna mengangguk, matanya memohon.
"Kok tumben tugas Pak Ibra sampai lupa? nih" Panji menyerahkan lembar tugas yang sudah berjilid rapi, lengkap dengan nama Hanna dan Nomor induk mahasiswanya. Mata Hanna berbinar, entah apa yang harus dia katakan.
"Nanti saja pidatonya, sekarang kumpulkan dulu ke Pak Ibra" perintahnya, Hanna mengangguk, dengan semangat dia ke depan, hampir saja beliau meninggalkan kelas.
Tanpa melihat ke arah Hanna, Pak Ibra menerima tugas tersebut lalu berlalu meninggalkan kelas. Hanna menghela nafas lega.
"Terima kasih ya Panji....serius, kalau nggak ada kamu bisa-bisa saya nggak bisa ikut ujian akhir sama beliau"
"Ya sama-sama...kenapa sih kamu akhir-akhir ini seperti kurang fokus?"
"Ehm...? aku?" Hanna terkejut. Apa iya dia kurang fokus?"
Panji mengangguk, teman-teman yang lain sudah keluar dari kelas, Panji juga sudah berdiri dan bersiap meninggalkan kelas, begitu juga Hanna.
"Iya, kamu nggak fokus"
"Oh...itu mungkin sedang banyak kerjaan di rumah, tapi sungguh aku berterima kasih kamu sudah menjadi superheroku lagi" Hanna menyeringai.
Hallo....terima kasih kalian sudah membaca, Author akan sangat senang jika kalian juga memberikan like untuk author. ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Nurularswar
Lagi kaaaakk
2022-06-11
1