Hanna menahan rasa bahagianya, terasa norak memang, hanya dibonceng Bian saja rasanya dia sudah bahagia setengah mati, ingin teriak di jalanan, tapi dia sadar, kalau itu benar dilakukan, maka dia akan dianggap gila oleh orang-orang. Bahkan Bian juga akan menganggapnya gila.
Jadi, Hanna diam saja, menikmati detik demi detik kebersamaannya dengan Bian di atas motor Bian, melihat punggung Bian yang lebar dari jarak yang sangat dekat. Jiwa halunya mendadak muncul, membayangkan dia sedang bersandar di punggung yang bidang itu. Hanna memejamkan mata sambil tersenyum, andai terlihat, itu akan sangat norak.
Hanna berharap dan berdoa, waktu melambat selambat adegan slow moyion dalam film-film, agar mereka tidak segera tiba di tempat tujuan. Kedua tangan Hanna berpegangan pada tubuh Bian, benar-benar seolah dia sedang bermimpi.
Motor berbelok ke tempat yang dituju, sebuah cafe teduh di pinggir jalan, cafe dengan konsep alam, di mana banyak pepohonan rindang yang menaungi. Rasanya Hanna masih enggan turun dari motor Bian, Hanna masih enggan melepaskan pegangan tangannya dari Bian. Namun kenyataan tidak boleh dilawan, Hanna turun dari motor dengan perasaan yang masih acak-adul. Hanna melepaskan helmnya dan meletakkan di jok motor Bian, tangan kanannya menyisir rambutnya dengan jemarinya agar tidak terlihat berantakan.
Bian menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Hanna duduk di sana, Hanna berasa di atas awan mendapatkan perlakuan manis dari Bian. Bahkan dia lupa nasehat dari Rayyan tadi malam, dan juga lupa jika Bian sudah ada cewek cantik yang menjadi pacarnya.
"Kamu mau minum apa?" tanya Bian sambil menyodorkan menu minuman. Hanna menerima daftar menu tersebut sambil membaca satu per satu. Mata Hanna tertuju pada salah satu minuman yang menarik baginya, apalagi jika diminum saat terik seperti ini.
"Hubble Bubble Tea saja" jawab Hanna, tak lupa dia menyunggingkan senyum, senyum termanis yang dia punya.
"Ok, aku juga kalau begitu" Bian tak perlu lagi membaca deretan menu.
"Nggak sekalian makan?" tanya Bian. Hanna menggeleng.
"Ok"
Hanna terdiam dan memainkan jemarinya sembari menunggu minuman yang dia pesan tiba, Bian pun belum membuka percakapan padanya. Hanna menjadi salah tingkah, sekiranya obrolan penting apa yang akan disampaikan oleh Bian.
"Oya, sekali-kali nggak apa-apa kan kita rapat di luar, biar ada suasana baru"
"Rapat?" Hanna mengulang kata rapat yang diucap oleh Bian.
Jadi dia ngajak kesini mau rapat?
Batin Hanna, Hanna menengok ke kanan dan ke kiri, kalau rapat pasti akan banyak anggota, termasuk Kia. Tapi tidak ditemukan.
"Nyari siapa?" Bian tertawa kecil, deretan gigi putihnya kelihatan sempurna, ditambah gingsulnya kelihatan menambah magis senyum Bian, Hanna ingin pingsan rasanya. Jantungnya berdetak tak karuan. "Maksudku kita berdua saja, sebelum nanti diobrolin ke teman yang lain"
"Oh" Hanna mengangguk.
Hanna menggaruk kepalanya, jadi ini hal penting yang akan mereka bicarakan. Agak kecewa, ternyata bukan hal penting seperti yang Hanna kira.
"Jadi begini Han, sebelum ini nanti dibawa ke rapat bersama anggota, aku mau minta pendapat kamu tentang acara dies natalis itu"
Hanna mendengarkan dengan seksama. Dan obrolan terputus sementara karena pelayan mengantar minuman mereka.
"Ok terima kasih kak" ucap Hanna pada pelayan tersebut dengan ramah, dibalas dengan senyuman yang tak kalah ramah oleh pelayan tersebut.
"Aku mendadak ragu mengundang Rayyan"
"Kenapa?" tanya Hanna seketika.
"Ehm....ini pandangan aku pribadi ya Han, makanya aku minta pendapat kamu dulu sebelum melemparkannya ke teman-teman, jadi aku dengar kemarin itu si Rayyan sempat berkasus iya nggak sih?"
Bian memang visioner, bahkan mau mengundang untuk menjadi bintang tamu pun dipertimbangkan, apakah orang tersebut berkasus atau tidak.
"Kasus?" Hanna menegaskan, ingin mendengar pernyataan lengkap oleh Bian. Hanna meneguk minumannya smabil menunggu Bian melanjutkan.
"Katanya dia sudah menikah"
"Uhuk...uhuk...uhuk" sontak, minuman yang Hanna teguk menjadi tak nyaman masuk di tenggorokannya dan menyebabkan batuk.
"Eh...kamu nggak apa-apa?" tanya Bian sambil menyodorkan sebuah tisu kepada Hanna.
"Uhuk..uhuk..." Hanna menerima tisu tersebut dan mengusap sekitar bibirnya. Hanna menggeleng memberikan kode jika dia baik-baik saja. Otaknya langsung error saat mendengar Rayyan sudah menikah.
"Gosip dari mana?" tanya Hanna setenang mungkin, dia mencoba menguasai keadaannya.
"Kan waktu itu dia digosipkan memiliki hubungan dengan istri dari pengusaha beken Brian Wicaksono, nah terus katanya untuk meredakan gosip itu, dia menikah dengan seseorang"
Deeeg.....
Jantung Hanna serasa ingin berhenti, ternyata Bian sang idola, sang pangeran di dunia nyatanya itu doyan juga dengan gosip. Dan itu sebenarnya memang bukan gosip, tapi kenyataan. Hanna terdiam sesaat.
"Aku juga nggak tahu hal itu benar apa enggak, cuma dengar-dengar begitu. Bagaimana menurut kamu?"
"Ehm...begini mas...ehm...." Hanna mencoba merangkai kata dan pendapatnya sebagus mungkin agar tidak terlihat gugup. "Itu kan baru gosip, lagian mana peduli sih para penggemar dengan gosip itu, dan mereka kebanyakan sudah sangat antusias dengan acara dies natalis kampus yang akan mendatangkan Rayyan Sebastian, jadi kalau aku sih lanjut aja" Hanna menjawab diplomatis.
"Begitu ya?"
Hanna mengangguk mantap, "Lagian jangan percaya gosip begitu aja" Hanna menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
"Ok deh" Bian mengangguk.
Hanna masih heran, sekelas Bian mengikuti gosip. Hanna memejamkan matanya dan berdoa semoga Bian tidak membahas lagi, jantungnya tidak aman.
***
Muka Rayyan mendadak kesel, harusnya dia sudah harus mengambil gambar untuk sebuah iklan, hanya karena pemeran pembantu tidak lekas hadir, maka syuting harus tertunda.
"Aku mau keluar dulu" Rayyan bangkit dari kursinya, di sebelahnya, Kamila melihat gelagat tidak enak dari Rayyan.
"Mau kemana?"
"Keluar cari angin, harusnya nggak usah ambil kerjaan yang nggak konseptual begini" omel Rayyan.
"Ok, keluarlah sebentar, ini kejebak macet pemerannya, sebentar lagi sampai"
"Bodo amat, yang ada harusnya dia yang nunggu aku, bukan sebaliknya" Rayyan mendadak meninggi. Kamila mengalah. Dia menyodorkan masker pada Rayyan agar dipakai saat ingin keluar. Dengan malas Rayyan menerima masker tersebut dan memakainya. Dia hanya ingin sekedar jalan-jalan di sekitaran lokasi syuting iklannya.
Rayyan sudah keluar lokasi, dan dia berjalan-jalan dengan mengenakan masker dan topi agar tidak terlohat mencolok, bisa-bisa dia bisa dikerubungi para fansnya yang tak jarang bar-bar.
Mata Rayyan menangkap objek yang tak asing, Rayyan menghentikan langkahnya. Dia berada di seberang jalan sebuah cafe, tapi matanya cukup jelas melihat objek itu. Rayyan menyeberang jalan dengan hati-hati dan menuju cafe tersebut. Dan benar saja, gadis dengan rambut pendek dan poni tengah itu adalah Hanna. Rayyan memicingkan matanya, Hanna sedang bersama dengan seorang laki-laki. Rayyan menghela nafas panjang, lalu dia duduk di dekat Hanna duduk, hanya saja Hanna tak menyadari keberadaan Rayyan.
"Mau nggak?" tanya laki-laki yang ada di hadapan Hanna, tentu saja Rayyan tidak mengenal laki-laki itu. Hanna nampak terdiam dengan tawaran Bian.
Apakah mereka sedang berkencan? atau laki-laki itu sedang menyatakan perasaannya pada Hanna?
Batin Rayyan berkecamuk, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
anita
laaa kan rayyan terusik pdhl wktu ksenggol kata jtuh cinta ngakak dia
2023-10-17
0
taehyung~V~💜
kykny bkal ad yg cemburu nihh🤣🤣
2022-06-21
0
Nurularswar
Jangan langsung marahin Hanna ya, mas Rayyan....
2022-06-21
0