Perempuan cantik nan menawan itu begitu membuat selara makan Hanna mendadak hilang bak ditelan bumi, Hanna kembali menutup bungkus makanannya.
"Eh kok nggak jadi dimakan?" tanya Bian heran melihat Hanna kembali menutup makanannya.
"Nggak apa-apa, aku mau pulang...sudah malam, lupa kalau jam segini sudah nggak ada angkot" Hanna berkilah.
"Enak nggak beb makanannya?" ulang perempuan itu, dia sedang duduk di samping Bian. Hanna menahan diri, jangan sampai dia mengumpat meskipun dalam hati.
Apakah dia pacar mas Bian? cantik sih...kalah telak aku
"Aku tadi sudah makan saat kamu kirim makanan ke kelas"
Perempuan cantik itu cemberut, merasa kecewa karena makanannya tidak dimakan oleh Bian, malah diberikan untuk dia.
"Yaaah....kok gitu"
"Lain kali kalau mau kirim kamu tanya dulu aku sudah makan apa belum"
"Iya deh"
Hanna harus menyaksikan adegan perbucinan di depan matanya, sebelum dia pingsan di sini, dia harus pamit pulang segera.
"Aku pulang dulu ya?" Hanna bersiap berdiri, tangannya sudah mendekap tas ranselnya.
"Eh kok buru-buru amat" ujar perempuan itu pada Hanna, Hanna tersenyum menyeringai.
"Iya kak"
"Jangan panggil kakak, sini kenalin aku Mona" ujar perempuan menyebut namanya sambil mengulurkan tangannya pada Hanna, Hanna menyambut uluran tangannya.
"Hanna" balas Hanna.
Ingin rasanya Hanna bertanya, apakah dia pacar Bian? tapi sudahlah, itu bukan urusannya.
"Kamu bawa mobil?" Bian bertanya pada Mona, perempuan cantik itu mengangguk.
"Kamu bareng aku aja Han"
Deeeg...mendengar ajakan dari Bian rasanya dia tak ingin menolak.
"Terima kasih mas, tapi aku naik angkot atau ojek online saja" Hanna sudah dengan posisi berdiri.
"Nggak apa-apa" balas Bian.
"Eh terima kasih, aku pulang sendiri saja, bye..."
Hanna berlalu meninggalkan dua makhluk sejoli itu, sepanjang dia berjalan keluar kampus, pikirannya tak henti memikirkan Bian dan Mona. Apakah mereka benar-benar pacaran? lalu urusannya dengan Hanna apa? Hanna bukan siapa-siapa. Hanna menghembuskan nafas sebal. Dia sudah ada di pinggir jalan, rupanya angkot pun sudah jarang bahkan tak ada di jam segini.
"Naik ojol lagi" Hanna mengambil ponsel dari tas ranselnya dan memesan ojek.
Setelah sampai di rumah Rayyan, terlihat security rumah Rayyan membuka pintu pagar begitu melihat Hanna datang. Hanna menenteng kresek bening berisi makanan yang diberikan oleh Bian tadi. Hanna melihat benda tersebut dan tak berniat dia memakannya.
"Ini buat bapak saja" Hanna mengulurkan bingkisan itu pada security.
"Eh terima kasih nona"
"Sama-sama"
Hanna berjalan masuk dengan muka kusam, capek, dan lapar. Dia segara masuk ke dalam kamarnya, membersihakan dirinya terlebih dahulu sebelum memikirkan mau makan apa. Setelah membersihkan diri dan berganti baju, Hanna segera menuju dapur.
Hanna menepuk dahinya, tidak ada bahan makanan yang bisa dia masak malam ini. Dia lupa, harusnya dia belanja hari ini, namun karena terlanjur antusias lembur bareng Bian, dia malah lupa berbelanja sayur.
Hanna masih menatap isi lemari es, mencoba memutar otak, apa yang bisa dia makan.
"Ah...masih ada mie instan" Hanna tersenyum saat menemukan ide tersebut. Segera dia menutup lemari es dan berjalan menuju rak yang tidak jauh dari tempatnya tadi, dia menemukan mie instan kuah. Hanna mengambilnya dan mulai memasaknya.
Tidak butuh waktu lama, kurang lebih mie instan sudah siap dimakan. Hanna menletakkan di atas meja makan, selanjutnya dia bersiap membuat teh hangat sebagai teman makan mie malam ini.
Teh sudah jadi, Hanna membalik badannya dan akan segera kembali ke meja makan, namun apa yang dilihat membuatnya kaget. Rayyan sudah duduk di sana, di hadapan mie instan kuahnya, mulutnya yang tanpa permisi itu sudah mulai menikmati mie buatannya.
Hanna menatap Rayyan sebal.
"Enak juga" Rayyan mengangkat garpu yang penuh dengan mie. Tangan kirinya mengangkat jempolnya. Hanna mendekat, meletakkan gelas yang berisi teh hangat.
"Ini juga sekalian, makasih ya" Rayyan meraih gelas tersebut. Hanna menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya, rasanya sudah tidak ada nafsu untuk marah-marah. Tanpa berkata apapun, Hanna kembali membuka rak dan mengambil mie instan untuk memasak lagi. Untung saja masih ada stok.
Hanna memasak mie dengan resep yang sama, mie instan yang dia tambah dengan sawi hijau yang masih tersisa di lemari es. Dia kembali ke meja makan dengan mangkok berisi mie, dilihatnya di sana, mie yang dimakan oleh Rayyan sudah tandas.
"Aku baru sampai, terus kenapa kamu nggak masak malam ini? aku kelaparan tau nggak, aku kerja sepanjang hari, terus kamu nggak masak"
Rayyan memang sangat menyebalkan, Hanna masih diam saja, dia sedang kidmat menikmati mie nya.
Hanna meraih teh hangat dan meneguknya, perutnya yang sedari tadi protes akhirnya kenyang juga. Dia kembali melihat Rayyan, ngapain laki-laki itu masih duduk di sana.
"Kamu harus masak untukku" Rayyan protes.
"Kamu jangan memintaku untuk masak setiap hari, lagian menuku nggak baik dimakan oleh artis besar macam kamu, suara kamu perlu dijaga" Hanna mencoba menolak dengan alasan yang bagus.
"Siapa bilang, aku biasa saja makan begini, enak, meskipun mie ini terlihat seperti sampah" Rayyan tertawa.
Hanna mendelik, setelah apa yang dilakukan Rayyan, menilap mie nya sampai tandas tanpa permisi, sekarang bilang mie buatannya seperti sampah.
Tenang Hanna...sabar....dia memang gila...kamu harus tenang...
Hanna mengelus dadanya.
"Tumben kamu pulang malam? keluyuran lagi ya?" Rayyan kepo.
"Nggak usah kepo, aku banyak urusan di kampus" Hanna menjawab dengan sebal, dia seperti emak-emak cerewet yang kepo dengan urusan anaknya.
"Kuliah yang bener, jangan keluyuran melulu"
"Aku tuh di kampus ngerjain proposal dies natalis di mana kampus....." Hanna tidak melanjutkan kalimatnya, tidak ingin dia menjelaskan jika kampusnya akan mengundang dia, bisa besar kepala nantinya.
"Eh tapi serius lho, inii mie buatan kamu enak" Rayyan memuji, Hanna nyengir. "Makasih ya istriku" Rayyan ngakak dengan kalimat yang keluar darinya.
Hanna tak menyahut, hanya tatapan matanya ingin menerkam Rayyan yang memang menyebalkan itu.
Rayyan masih duduk di tempatnya, mereka berhadapan, hanya dipisahkan oleh meja. Hanna juga sudah selesai dengan aktivitas makannya.
"Karena kita sedang berada di skenario, jadi tolong jalankan skenario itu dengan baik" suara Rayyan mendadak serius, tak lagi bercanda seperti tadi, tak ada tawa atau senyum jahil terlihat. Hanna melihat ke arah Rayyan, belum ada jawaban darinya.
"Jadi tolong, kamu jangan dekat dengan laki-laki lain seenaknya, karena aku khawatir kamu akan dilihat oleh Brian atau anak buahnya" imbuh Rayyan.
Ada benarnya apa yang disampaikan dan dikhawatirkan oleh Rayyan, karena memang sejauh ini posisinya adalah sebagai istri Rayyan, dan jika sampai dia ketahuan oleh Brian atau anak buahnya, maka Brian akan tahu jika ini adalah benar-benar sandiwara, dan Rayyan yang akan kena getahnya. Begitu juga dengan kompensasi yang dia terima, maka akan bermasalah juga.
"Iya" itulah jawaban singkat Hanna.
"Semoga kamu mengerti" Rayyan berbicara singkat namun tegas. Dia segera meninggalkan Hanna yang masih terduduk di kursinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
anita
rayyaaaann,,,sialan,,mentolo njambak wae...mulutmu itu kok seenak perut
2023-10-17
0