"Eh aku ralat, makanan kamu jauh dari enak....lantas kamu nggak bisa gitu masak yang selain itu?" ucap Rayyan sembari menatap Hanna yang masih sibuk di depan lemari es. Hanna diam saja, hatinya merasa dongkol dengan ulah Rayyan.
Kalau nggak suka nggak usah dimakan, siapa suruh nggak punya koki pribadi?
Hanna membatin, menganggap apa yang diucapkan oleh Rayyan hanya angin lalu.
"Bagaimana kalau ambil ART saja?" Hanna memberikan usul, berkata dengan lemah lembut dan menahan emosinya. Lama-lama dia bisa gila berada di rumah ini, katanya apa-apa urusan pribadi, kenapa Rayyan jadi suka nongkrong dan berbicara yang tidak-tidak.
"Hah? ambil ART? no....itu akan menyusahkan dan menghabiskan uang" Rayyan tersenyum menggoda. Bukan, bukan itu pasti alasannnya, sekelas Rayyan nggak mungkin nggak punya uang hanya untuk membayar koki, pasti itu bukan alasannya. Hanna menarik nafas panjang, menutup matanya, dan kembali menoleh ke arah sayuran yang dia tata.
"Kamu kan bisa masak, jadi kamu donk yang masak, tapi yang enak masaknya, daripada aku beli online setiap hari, dan selain enak juga harus higienis" Rayyan tersenyum. "Bagaimana?" tawarnya.
Hanna mendengus, baru saja sayuran-sayuran tersebut selesai ditata. Dia berdiri dan menutup pintu lemari es, sejenak dia melihat ke arah Rayyan, wajah tampannya sungguh menyebalkan.
Hanna menarik nafas, "Aku sibuk" jawab Hanna.
"Kamu kan hanya kuliah, lagian setiap hari kamu masak kan?" Rayyan masih ngotot, senyumnya masih saja mengembang.
Sungguh Rayyan menyebalkan, dia masak untuk dirinya sendiri, dia mencuci untuk dirinya sendiri, bukan untuk Rayyan. Hanna meraih gelas yang ada di dekatnya lalu menuangkan air ke dalamnya, agar dirinya merasa tenang.
"Kamu kan istriku" Rayyan sungguh senang dengan adanya teman ngobrol yang baginya seperti mainan baru.
glekk....
"Uhuk...uhuk...uhuk..." Hanna sontak terbatuk mendengar kata istri yang diucapkan Rayyan.
"Yah...meskipun hanya di atas kertas, tapi kamu harus melakukan kewajiban donk, memasak untuk suami salah satunya"
Hiiiissssh....ingin rasanya Hanna menimpuk Rayyan dengan gelas yang masih dia pegang, gelas itu masih berisi air. Hanna baru saja berhasil menenangkan dirinya dari batuknya tadi.
Tidaaaaak........aku bukan istrinya yang harus melakukan kewajiban sebagaimana mestinya.
Hanna gemas dengan semua ucapan Rayyan, Rayyan semakin tertawa lebar. Tidak buruk ada orang asing yang berada di rumahnya.
"Ehm....begini-begini...jadi....kan sudah jelas ya, bahwa ini hanya skenario dari anda dan Kamila" Hanna menegaskan kata "Anda" saat mengucapkannya. "Dan dari awal juga kan kamu sudah bilang kalau kita hidup masing-masing, mau apa kek bukannya itu urusan masing-masing?" Hanna membantah, dia tidak mau ditindas.
"Itu kemarin, sekarang kan beda lagi" melihat Hanna bersungut-sungut, membuat keinginan Rayyan untuk menggodanya semakin kuat. Gadis aneh itu nampak kelimpungan dan menahan emosinya. Terlalu berlebihan jika Talitha cemburu dengan gadis ini. Gadis yang nampak sangat biasa, bukan tipe Rayyan sama sekali.
"Aku yang menentukan di sini, jadi jangan membantah, kamu masak buat aku juga mulai sekarang, dan kalau kamu capek mencuci, cuci di luar saja" Rayyan memutuskan, lalu dia pergi dengan tertawa kemenangan. Cukup hari ini untuk menjahili Hanna. Hanna hanya melongo mendengar keputusan sepihak dari Rayyan.
"Dasar keterlaluan, seenaknya saja....Ya Tuhan....kok bisa sih aku mengidolakan dia? dia yang ternyata menyebalkan, narsis, dan semua muanya...sungguh dia menyebalkan" Hanna menggeram, kedua tangannya terkepal.
"Kamu senang ya? kok ekspresinya begitu?" Rayyan berteriak dari tangga, Hanna tidak sadar jika Rayyan melihatnya dari sana. Seketika Hanna melihat dengan tajam ke arah Rayyan.
"Bisa-bisanya...." Hanna mendengus.
Rayyan kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya, dia puas menjahili Hanna, dan akhirnya dia masuk ke kamar.
"Katanya selebriti hits, banyak idola, kenapa kok memaksa minta aku masak? katanya masakanku gak enak? ambil koki kek" Hanna masih terbawa emosi. Lalu dia pergi ke kamar.
***
Hanna membuka pesan dari ponselnya, seseorang mengajaknya bertemu malam ini di tempat yang sudah ditentukan. Hanna mengiyakan tanpa menimbang lebih lama, karena menurut yang dituturkan sang pengirim pesan. Pertemuan ini penting.
Hanna keluar rumah tanpa seizin Rayyan, hal itu sudah biasa. Dan dia sudah meninggalkan makanan yang entah Rayyan doyan atau tidak nantinya. Hanna bodo amat.
Hanna tiba di sebuah cafe yang agak jauh dari rumah Rayyan dengan motor bututnya. Dia celingukan mencari orang yang dimaksud. Tak berapa lama, sebuah tangan melambai, terlihat wanita cantik dengan rambut pirangnya di sebuah meja yang tidak jauh dari posisi Hanna. Hanna segera mendekat.
"Maaf, aku telat, sudah lama?" tanya Hanna, tak ada rasa kikuk dalam dirinya, gadis biasa yang selalu menunjukkan keberaniannya di manapun berada, kecuali di kelas mata kuliahnya Pak Ibra.
"Enggak, kamu nggak telat, hanya saja aku yang terlalu cepat berada di sini"
"Oh...ok" Hanna menarik kursi yang berhadapan dengan wanita itu, lalu dia duduk di sana. Penampilan keduanya begitu jomplang, jika wanita yang ada di depannya nampak full make up, gaun cantik tanpa lengan, dan aroma parfum yang menusuk hidung. Hanna hanya mengenakan celana jeans dan kemeja warna coklat, tak lupa jaket yang sudah dia lepaskan di luar.
"Kita sudah pernah bertemu sebelumnya meskipun belum pernah bertegur sapa"
Hanna mengangguk, dari mana wanita itu mendapatkan nomernya, Hanna menjadi penasaran dibuatnya.
"Dan maaf meminta kamu datang malam-malam untuk bertemu di sini" imbuh wanita itu.
Talitha memang nampak jelita, pantas saja Rayyan tergila-gila padanya, bagi Hanna mereka adalah pasangan yang serasi sebenarnya.
"Panggil saja aku Talitha, mungkin kita seumuran atau paling juga selisih sedikit saja...."
"Iya" jawab Hanna. Pelayan datang membawa pesanan minuman untuk mereka, Talitha sudah memesaknkan juga untuk Hanna.
"Silahkan diminum, semoga pilihanku tidak mengecewakan" Talitha mempersilahkan Hanna untuk menikmati caramel frapuccino yang nampak menggoda itu.
"Terima kasih" Hanna mengangguk smabil tersenyum pada Talitha yang ramah.
"Jadi begini Hanna....iya benar, nama kamu Hanna kan?"
Hanna mengangguk kembali.
"Hanna....kamu tahu kan siapa aku?"
"Iya"
"Wanita dengan segala kelemahannya, mungkin terlalu panjang jika aku harus menuturkan rentetan awal hingga terjebak dengan hubungan ini dengan Rayyan" Talitha mengambil nafas untuk melanjutkan ceritanya. Hanna sibuk mendengarkan lanjutan cerita Talitha.
"Aku berada di tempat yang salah, rasanya sudah bertahun-tahun dengan keadaan yang tidak jelas, suamiku tidak menganggap aku ada, dan kita juga sudah sepakat bercerai sebelumnya, oke...aku salah...aku yang salah, membuat Rayyan berada di situasi yang rumit" Talitha kembali menghentikan pembicaraannya. Hanna sedikit tercekat mendengar Talitha begitu emosional menahan tangisnya.
"Aku jatuh cinta padanya yang aku rasa sempurna, aku tidak pernah mendapatkan sebelumnya dari suamiku, sama sekali, kita hambar sejak menikah, entahlah.....aku hanya pajangan dibuatnya" Talitha menerawang. Sorot matanya nampak putus asa.
Hanna tidak menimpali, dia masih ingin mendengar apa yang menjadi gundah dalam hati Talitha dan tujuan apa yang ingin disampaikan Talitha padanya.
Air mata mulai tumpah dari kedua mata bening Talitha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments