Hanna sudah bangun sejak tadi, suasana rumah terasa sangat sepi. Berbeda dengan rumahnya sendiri, pasti jam segini sudah ada kehebohan di dapur dan tempat cucian. Hanna melihat ke arah jendela, lalu tangannya meraih gorden dan melihat keluar dari balik kaca tersebut. Masih terlihat gelap. Hanna menghirup nafas panjang. Masih terasa mimpi berada di rumah Rayyan. Tapi kemana Rayyan berada? Dia tidak melihatnya setelah kemarin
pagi. Apakah dia sedang tidak ada di rumah.
Hanna beranjak meninggalkan jendela, tenggorokannya terasa kering, dia segera keluar kamar dan menuju dapur. Hanna membuka kulkas dan mencari air dingin, sesaat setelah menutup pintu kulkas, dia terkejut saat di sampingnya ada sosok yang tiba-tiba muncul.
“Ahhhh” Hanna terpekik, dia hanya melihat kaki karena posisi dia sedang berjongkok. Hanna meneguk ludahnya,
lalu menenangkan pikirannya.
“Bukaaan hantu” bisiknya sambil menutup matanya.
“Minggir” ucap Rayyan membuyarkan bayangan halu Hanna.
“Oh…iya” Hanna segera beringsut setelah tangannya sukses mengeluarkan botol air minum dingin dari kulkas.
Rayyan membuka kulkas dan melakukan hal yang sama.
Hanna duduk di sebuah kursi kayu di ruang makan yang tidak jauh dari kulkas, Rayyan ikut duduk di sana. Hanna
melihat Rayyan, nampak laki-laki idolanya itu tak ubahnya sebagai manusia biasa yang jika di rumah menggunakan kaos dan celana pendek layaknya Nayo saat di rumah, sandal jepit dan rambut juga berantakan.
“Kenapa? Nggak pernah lihat orang ganteng baru bangun tidur?” tanya Rayyan tiba-tiba, membuat Hanna terhenyak.
“Ternyata dia narsis” bisiknya dalam hati.
“Oh…oh…enggak, Cuma…Cuma heran saja”
“Kenapa?” tanya Rayyan.
“Heran…rumah sebesar ini sepi, nggak ada yang bantu kamu gitu…ehm…maksudku siapin sarapan kamu, kan kamu artis besar” jawab Hanna sekenanya, rasanya dia harus meninggalkan kesan canggung. Rayyan terdiam mendengar ucapan Hanna.
Rayyan meletakkan gelas yang baru saja dia teguk airnya hingga tandas di atas meja. Dia menatap Hanna.
“Apa kamu mengenalku?” tanya Rayyan sambil menatap Hanna tajam.
Hanna yang ditatap tajam oleh Rayyan, seolah terasa mau pingsan, mata yang indah itu nyata di depannya, bukan lagi poster yang ada di dinding kamarnya. Tapi dia harus tetap terlihat baik-baik saja.
“Pleaseee…..jantungku berdetaklah dengan normal…” bisik Hanna dalam hati.
“Oh…iya Rayyan Sebastian…ehm…hanya sekedar tahu” ucap Hanna berbohong, dia melipat kedua tangannya di dada. Bagaimanapun dia juga harus menjaga gengsi, meskipun dalam hatinya berontak.
Rayyan tersenyum tipis.
“Bagaimana bisa kamu hanya mengenalku tanpa mengagumiku?” gumamnya.
“Apa?” tanya Hanna. Rayyan yang dia idolakan ternyata kok menyebalkan?
Rayyan beranjak dari kursinya.
“Oh ya..terserah kalau kamu mau masak dan lain-lain di rumah ini, kapan-kapan kita bahas apa yang perlu dibahas” ujar Rayya kemudian pergi meninggalkan Hanna.
“Hiiis…..kenapa dia begitu? Mengapa tidak seindah di poster?” gumam Hanna sambil mengangkat kedua tangannya. Lalu tangan kanannya meraih gelas yang masih ada sisa air, diteguknya hingga tandas.
Dari balik jendela dapur, matahari sudah mulai meninggi. Hanna sudah tidak masuk kuliah kemarin, dan hari ini dia tidak boleh terlambat.
Hanna sedikit tergopoh, hampir saja dia terlambat masuk kelasnya Pak Ibra, dosen yang terkenal killer di jurusannya. Terlambat semenit saja bisa membuatnya stress dan tidak bisa masuk kelas.
“Hampir saja” Hanna mengatur nafasnya begitu dia tiba di depan pintu kelas. Seisi kelas hampir penuh oleh mahasiswa, Hanna melirik ke arah kursi kosong yang sudah disediakan untuknya.
“Terima kasih, Panji” ujarnya lalu duduk di samping laki-laki yang dia panggil Panji tersebut. “Untung saja Pak Ibra belum datang” imbuhnya, dia meletakkan tasnya di lantai, tergeletak begitu saja.
“Kemarin kemana?” tanya Panji.
“Oh…iya kemarin ya?” Hanna baru ingat jika kemarin dia tidak membalas pesan dari Panji.
“Oh kemarin aku sibuuuuuuk banget, nggak sempat balas pesan kamu” urai Hanna berbohong.
Suasana kelas yang tadinya ramai mendadak hening saat dosen yang dimaksud tiba, dosen dengan perawakan tinggi besar dan memakai kacamata tebal itu masuk kelas tanpa bersuara. Kesan angker langsung menyeruak. Jika macam-macam maka nilai D siap-siap diterima. Hampir dua jam lamanya berada di kelas, menahan rasa kantuk, rasa bosan dan rasa tegang. Akhirnya kelas pun usai, Hanna merapikan bolpoin dan bukunya kembali ke dalam tas
ranselnya.
“Kamu sudah makan?” tanya Panji yang juga melakukan aktivitas yang sama. Hanna menggeleng, karena memang tidak ada bahan makanan di kulkas Rayyan.
“Sarapan yuk” ajak Panji. Hanna tidak menolak, ini adalah salah satu kebiasaan yang dia lakukan sama Panji saat
dia tidak sempat sarapan di rumah. Mereka berjalan menuju kantin jurusan.
Mereka duduk bersebelahan, sambil menunggu makanan, Hanna memperhatikan sekitar. Kantin belum begitu ramai oleh mahasiswa yang lain.
“Duh…”bisik Hanna.
“Kenapa?” tanya Panji sambil melihat Hanna yang duduk di sebelahnya.
Hanna mengusap dadanya dan menenangkan hatinya. Panji melihat ke sekitar, begitu melihat seseorang yang tak jauh dari tempatnya duduk, Panji mengerti.
“Kenapa? Mau duduk di sana?” tanyanya menggoda. Hanna menggeleng. “Masih suka?” tanya Panji lagi. Yap, di
dekat dia duduk terlihat seseorang yang Hanna suka sejak lama, dia adalah salah satu kakak tingkat Hanna.
Hanna tidak menjawab, tapi dia memang masih suka sama laki-laki itu, Bian namanya. Panji tersenyum datar melihat Hanna.
Buru-buru Hanna menyadarkan diri, masihkah dia patut mencintai orang lain? Sekarang dia sudah menjadi istri sah dari Rayyan. Hanna menghembuskan nafas sebal. Pesanan mereka tiba, Hanna menyantap hidangannya dengan lahap. Bahkan lupa jika Bian berada di tempat yang tak jauh darinya.
Perkuliahan hari ini usai, Hanna mampir ke rumah ayahnya terlebih dahulu. Baru sehari berpisah rasanya dia sudah rindu berat dengan Ayah dan adiknya.
“Ayaaaah…” teriak Hanna dari luar, Ayahnya nampak terkejut melihat kedatangan Hanna.
“Hai putri ayah yang cantik, kamu sudah makan?” tanya Pak Handi.
“Belum yah, hanya sarapan tadi” jawab Hanna lalu masuk ke dalam rumah. “Nayo mana?”
“Dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya”
“Oh”
“Tadi ayah masak sayur bayam, sambal, sama ikan nila goring, makanlah, kamu pasti lapar”
“Nanti saja yah” Hanna duduk di kursi busa depan TV.
“Apa kamu senang tinggal di sana?” tanya Pak Handi.
Hanna tidak menjawab, dia hanya menatap Ayahnya. Dari tatapan mata Hanna pun, Pak Handi tahu jawabannya.
“Ah sudahlah, makanlah dulu”
Hanna tiba di rumah Rayyan sudah hampir jam 9 malam, rasanya kakinya berat melangkah masuk ke rumah tersebut. Hanna memarkir motornya di garasi, nampak sebuah mobil berwarna putih juga sedang parkir di
sana. Hanna lantas masuk ke dalam rumah.
Terdengar suara dari sebuah ruangan, suara sedang mengobrol. Yang dia tahu itu suara Rayyan dengan seorang
perempuan, tapi bukan Kamila. Hanna melangkah dengan pelan, tidak ingin menganggu pembicaraan kedua orang tersebut, sekilas dia melihat jika Rayyan sedang berbicara dengan perempuan yang gagal dia nikahi.
Hanna acuh, kemudian dia bergegaas menuju dapur meletakkan barang belanjaan yang akan dia masak esok hari,
setelahnya dia masuk ke dalam kamar untuk istirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Tarisa Icha
bacanya agak kurang nyaman Thor gara2 kepisah pisah,tapi tetep ok kok ceritanya
2023-08-09
0