Ayrisa²⁰ - Nervous

Matahari masih tampak malu-malu muncul di ufuk timur. Membuat kegelapan masih mendominasi langit yang menaungi kota. Walaupun begitu, Ayrisa saat ini sudah membuka kelopak matanya dan terjaga. Gadis itu duduk bersila di atas ranjangnya dengan buku dan kertas yang tersebar di sekitarnya.

Semalaman ia tidak bisa tidur karena terlalu gugup memikirkan hari ini akan mengikuti babak penyisihan Olimpiade Bahasa Jerman itu. Ia baru tertidur pada pukul setengah dua dini hari, itu pun karena kelopak matanya yang pada akhirnya lelah untuk terus terbuka. Lalu, tadi ia sudah terbangun saat jam menunjukkan pukul setengah enam pagi kurang sepuluh menit.

Karena masih terlalu pagi untuk mandi, Ayrisa memutuskan untuk mengulang kembali yang sudah dijelaskan Bu Mela pada waktu bimbingan mereka. Yang paling diperhatikan olehnya adalah pada bagian tes schreiben—menulis. Ia terkadang masih salah pada susunan kata dalam kalimatnya. Hal itu juga yang membuat Ayrisa sangat berharap tema untuk tes menulis nanti tidak terlalu sulit.

Sedang fokus dengan buku serta pulpen di tangannya, ponsel yang sedari tadi tergeletak tidak jauh dari posisinya, menyala dan bergetar pelan. Ayrisa meraih ponselnya lalu melihat pesan yang masuk dari Bu Mela. Beliau mengingatkan dirinya agar saat sampai di sekolah nanti langsung menuju lab komputer.

Setelah membalas singkat, netranya menangkap jam yang tertera di layar ponsel. Ternyata sudah pukul enam pagi lebih beberapa menit. Ayrisa tidak menyadari berlalunya waktu. Dengan cepat tangannya bergerak untuk memasukkan buku dan yang lainnya ke dalam tas. Setelah itu, ia langsung meraih bathrobe dan menuju kamar mandi.

Lima belas menit kemudian Ayrisa sudah tampak siap dengan seragam putih dan rok berwarna abu-abu miliknya. Ia meraih tas miliknya kemudian keluar kamar menuju ruang makan.

Sampai di ruang makan, semua keluarganya sudah ada di sana. Mereka tampak menikmati sarapan yang dibuat oleh Dara.

Ayrisa mengambil tempat di samping bundanya. Tasnya ditaruh di dekat kaki kursi yang didudukinya. Kemudian tangannya meraih gelas berisi susu cokelat yang sudah dibuatkan oleh sang bunda. Namun, baru seperempat isi gelas yang diteguk, perutnya sudah bergejolak sehingga mendorong dirinya untuk berlari ke kamar mandi.

Ia memuntahkan semua isi perutnya begitu tiba di kamar mandi yang ada di lantai dasar. Ayrisa menghela napas pelan setelah berkumur-kumur beberapa kali. Selalu saja seperti itu saat dirinya akan mengikuti suatu lomba. Kegugupannya membuat Ayrisa selalu kehilangan nafsu makan, bahkan hanya untuk sekedar minum susu. Jika dipaksakan akan seperti tadi.

"Ay, kamu gak papa?" Suara lembut bundanya terdengar dari luar, menanyakan keadaan dirinya sambil mengetuk pintu dengan pelan.

"Gak papa, Bun." Ayrisa menjawab seraya membuka pintu.

"Mau makan atau minum yang lain?" tawar Dara dengan nada yang sarat akan kekhawatiran. Ayrisa membalasnya dengan sebuah gelengan pelan.

Ibu dan anak itu kembali ke ruang makan. Antra dan Nefra melihat kedatangan mereka dengan tatapan khawatir.

"Kamu berangkat sama Ayah ya," ujar Antra seraya bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayrisa. Ia mengambil alih tas putrinya untuk ia bawa setelah mengusap pelan puncak kepala Ayrisa.

Setelah kepergian Antra, Nura menyusul meninggalkan ruang makan. Ia harus segera bersiap-siap karena sebentar lagi Lingga akan datang dan menjemputnya.

"Ay, gak perlu terlalu gugup mikirin lomba. Apa pun hasilnya gue tetap bangga sebagai kakak lo." Nefra berucap dengan lembut seraya mengusap puncak kepala Ayrisa, mengikuti jejak ayahnya.

Sebelum Ayrisa menyusul sang ayah yang dapat dipastikan sudah menunggu di mobil, Dara memberikan beberapa buah permen padanya. Kata bundanya, agar rasa manis permen bisa mengalihkan kegugupannya.

Begitu sampai di sekolah Ayrisa langsung menuju lab komputer sesuai dengan yang diberitahukan Bu Mela sebelumnya. Di sana, sudah ada Lisa yang sepertinya datang lebih awal. Tidak hanya Lisa sebenarnya, ada tujuh siswa lainnya yang tidak pernah ditemui olehnya.

Dari yang Ayrisa dengar, ketujuh siswa itu memang berasal dari sekolah lain. Mereka akan mengikuti babak penyisihan tingkat provinsi ini bersama di SMA Agnandisa.

Sambil menunggu waktu dimulainya babak penyisihan, Ayrisa membaca ulang catatannya. Sesekali ia juga berbicara dengan Lisa, seperti menanyakan kesiapan gadis itu dan merasakan gugup atau tidak.

Lalu, pada pukul setengah sembilan pagi tepat, babak penyisihan dimulai secara serentak untuk semua provinsi.

Karena dilakukan secara online, untuk mengawasi agar tidak terjadi kecurangan, pihak penyelenggara memberikan aturan agar siswa dan guru pendamping bergabung pada meeting online melalui sebuah platform berwarna biru.

Selama mengerjakan miliknya, Ayrisa sesekali menghirup dan mengembuskan napas pelan untuk menenangkan dirinya.

...·Ayrisa·...

Babak penyisihan itu selesai saat waktu istirahat kedua tiba. Bu Mela membagikan nasi kotak yang dipesan pihak sekolah kepada mereka yang ada di sana.

"Ay, kamu bisa tadi?" Lisa yang menghampiri Ayrisa, melontarkan pertanyaan.

"Lumayan, tapi yang bagian hören agak susah soalnya beberapa katanya asing," jawab Ayrisa.

Ayrisa dan Lisa juga berkenalan dengan siswa lainnya setelah itu. Hitung-hitung menambah kenalan. Setelah bel berbunyi menandakan berakhirnya waktu istirahat, para siswa yang berasal dari sekolah lain memutuskan untuk pulang bersama guru pembimbing mereka. Bu Mela mengantar kepulangan mereka sampai ke depan lobi sekolah sebagai bentuk keramahtamahan.

Ayrisa dan Lisa sendiri pamit untuk kembali ke kelas masing-masing sebelum Bu Mela pergi.

Sampai di kelas, ternyata guru yang mengajar belum datang. Jadi, Ayrisa bisa memasuki kelas dengan santai. Ia mendudukkan diri di atas bangku miliknya dengan sedikit lesu. Rasanya seperti ia telah melewati rintangan besar yang membutuhkan tenaga yang banyak.

"Ay, lo gak papa, 'kan?" Mia bertanya, memastikan keadaan Ayrisa. "Tadi Kak Nefra minta gue buat mastiin keadaan lo, katanya tadi lo gak ada sarapan. Dia pengen tahu lo udah makan siang atau belum. Tapi, karena gue gak tahu lab komputer di mana, jadinya gue cuma bilang gak tahu. Lo juga di-chat gak dibales-bales." Ia berimbuh, menjelaskan panjang lebar.

Setelah mendengar kalimat terakhir Mia, Ayrisa baru sadar kalau ponselnya sedari pagi dalam mode silent dan berada di dalam tas. Saat makan siang tadi ia juga tidak sempat memeriksa ponselnya.

Tangan Ayrisa dengan cepat tenggelam di dalam tasnya untuk meraih benda persegi panjang itu. Setelah mendapatkannya, ia langsung membuka kunci layar. Benar saja, Nefra mengiriminya belasan pesan yang kebanyakan menanyakan keadaannya.

Jarinya menari dengan cepat di atas layar untuk mengetikkan balasan. Setelah pesannya berstatus centang dua, Ayrisa bisa bernapas lega. Setidaknya nanti Nefra tidak akan menghujaninya dengan ceramah panjang.

Tidak lama setelah itu Pak Ferdi memasuki kelas. Lebih kurang dua jam terakhir diisi oleh beliau dengan mengajar pelajaran sejarah yang terkenal membosankan di kalangan siswa. Namun, untungnya lagi beliau memberikan tugas yang mudah agar para siswa tidak kekurangan semangat selama pembelajaran.

Hingga akhirnya bel berbunyi menandakan berakhirnya waktu sekolah. Seperti biasa, Pak Ferdi mengingatkan untuk mengulang materi yang telah mereka pelajari, minimal sekali.

"Ay, tungguin gue sampe selesai piket, ya!" seru Mia mengingatkan. Ayrisa membalasnya dengan sebuah anggukan kecil lalu berjalan keluar kelas untuk menunggu Mia sampai gadis itu menyelesaikan tugas piketnya.

Selang beberapa menit, akhirnya mereka melangkah menuruni tangga untuk ke lantai dasar. Keadaan sekolah dengan cepat berubah menjadi sepi. Saat melewati perpustakaan, mereka bertemu Pak Dzakariah dan Pak Yuda. Sapaan ramah mengudara kepada dua guru itu yang dibalas dengan tidak kalah ramahnya.

Keluar dari lobi, sudah terlihat Nefra, Gana dan yang lainnya. Minus si kembar Oska dan Kion karena mereka mendapat tugas dari sang ibu negara.

"Ay, lo beneran udah makan siang, 'kan?" Nefra melontarkan pertanyaan setelah sang adik tiba di depannya.

"Iyaa, Kak Nef." Ayrisa menjawab dengan nada jengah. Tidak membawa bekal makan siang seperti biasa, bukan berarti ia juga akan melewatkan waktu makan siang.

"Mau pulang sekarang?"

"Boleh." Ayrisa menjawab singkat.

Nefra mengangguk kemudian bangkit dan pamit pada yang lainnya. "Gue duluan!"

Di sisi lain, Aspen memperhatikan kepergian Ayrisa dengan lekat. Sayang sekali untuk kali ini ia tidak bisa memandangi wajah Ayrisa lebih lama. Namun, ia paham gadis itu pasti membutuhkan istirahat setelah melewati hari yang sedikit lebih berat dari biasanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!