Ayrisa¹³ - Another Step

Nefra sedang berada di markas Askar sekarang. Kuliahnya sudah selesai pukul setengah sebelas siang tadi. Seharusnya akhir pekan ini ia gunakan untuk bersantai di rumah sambil menjahili sang adik, tetapi dosen yang sebelumnya tidak bisa mengajar di jadwalnya mengganti kuliah mereka pada akhir pekan.

Karena teman-temannya memiliki agenda lain setelah kuliah, jadinya ia memutuskan untuk nongkrong di markas Askar. Di sana ia bertemu dengan Gala juga teman-teman seangkatannya yang kelihatannya juga mampir untuk nongkrong dengan para junior mereka.

Markas Askar sendiri hanyalah sebuah rumah sederhana biasa yang dulunya adalah milik orang tua si kembar Oska dan Kion. Rumah itu awalnya dibiarkan begitu saja tanpa ada niatan untuk dijual karena rumah itu memiliki banyak kenangan.

Para anggota Askar yang awalnya ikut serta membantu Oska dan Kion membersihkan rumah di akhir pekan, akhirnya memutuskan untuk menyewanya dan dijadikan tempat kumpul.

"Kapan lo pada mau rekrut anggota baru? Terus udah nentuin ketua selanjutnya?"

Arijana Gema Ladistira, atau yang biasanya dipanggil Ari, adalah ketua Askar angkatan sebelumnya. Ia bertanya kepada Gana karena hanya ingin tahu. Askar sudah tidak berada di bawah naungannya, tetapi ia masih berkenan membantu untuk memantau jalannya Askar. Dilihat dari rekam jejaknya, Ari adalah ketua paling bijaksana yang pernah dimiliki Askar. Ya, walaupun sifatnya yang suka berganti pacar seperti berganti baju menjadi nilai minus dari seorang Ari.

"Buat rekrut anggota udah beres. Mumpung udah selesai ujian jadi bisa langsung dilakuin. Buat ketua juga gue udah dapat calonnya," jawab Gana.

"Gak kayak tahun lalu, 'kan? Pilih calon jangan dari tampang sama kemampuan aja. Cari tahu juga yang lainnya. Gue gak mau Askar berubah jadi kelompok yang tahunya cuma tawuran," sahut Gala menimpali.

Ya, di antara anggota Askar pasti tidak asing lagi dengan 'kasus' calon ketua Askar tahun lalu.

Sang calon yang awalnya sudah dipilih dan hampir dilantik untuk menggantikan Gana, ternyata memiliki tujuan lain yang tidak benar. Karena masalah itu juga Gana memegang jabatan sebagai ketua selama dua periode.

"Nggak, untuk yang kali ini gue sama yang lain udah mastiin gak akan kayak tahun lalu."

"Terus nanti bazarnya mau di mana? Udah nentuin juga panti asuhan mana yang bakal nerima hasilnya?"

"Lo banyak nanya, dah. Itu semua udah diatur, aman. Lo pada kalau mau ikut juga boleh, jangan lupa ngajak doi."

"Kalo Bang Ari mah jangan ditanya lagi, doinya bejibun." Alnan berceletuk dengan tatapan jahil.

"Lah, Bang Nefra lebih parah. Nerima cewek waktu lagi sakit mata, jadi dapetnya modelan cabe yang waktu itu," timpal Oska.

Walaupun kejadian itu sudah terlewati hampir satu bulan, tetapi Oska masih saja menggunakannya untuk meledek Nefra. Ia tidak akan berhenti sampai yang lainnya ikut menertawakan Nefra.

"Nah, bener, tuh. Udah cabe, modelannya sok banget lagi. Pede banget banget minta balikan." Kion ikut menyahuti kembarannya, membuat semua yang ada di sana tertawa.

Karena kesal dengan mereka, Nefra beranjak dari sana menuju dapur. Segelas air dingin mungkin bisa membantu meredam kekesalannya pada si kembar.

Selama Nefra pergi, Oska dan Kion melanjutkan sesi ledekan mereka dan mengajak yang lainnya. Mereka bercerita dengan melebih-lebihkan di beberapa bagian. Dua kembar ini memang ahlinya membuat orang-orang kesal. Untungnya Alnan tidak ikut menimpali karena sedang sibuk dengan ponselnya, entah sedang apa. Jika Alnan ikut bergabung bersama si kembar, maka suasana akan semakin pecah.

Saat sedang asyik, tiba-tiba perhatian mereka teralih pada ponsel yang berbunyi. Ponsel itu berada di tempat yang tadi diduduki Nefra, jadi dapat dipastikan kalau itu memang miliknya.

Gala yang sedari tadi duduk di samping sekilas melihat layar ponsel milik temannya itu.

"Bang Nefra! Hape lo bunyi, tuh!" Oska berteriak memanggil Nefra sambil mendekati ponsel itu. Siapa tahu mendapat bahan ledekan lagi, seperti gambar yang dipakai menjadi wallpaper ponsel mungkin.

Selang beberapa detik Nefra dengan cepat kembali ke tempatnya kemudian mematikan alarm pengingat di ponselnya.

"Ngapain lo masang pengingat? Buat eniv?" Gala bertanya.

"Ya, nggaklah. Ngaco lo!"

"Terus buat apa?"

"Cuma biar gue inget beliin kado ultah buat Ayri," jawab Nefra.

"Wah, Bang Nefra kakak-able banget!" seru Kion dengan heboh.

"Emang ulang tahunnya kapan?" Gala kembali bertanya.

"Tiga hari lagi, dua Oktober." Nefra menjawab sambil lalu. "Kalau gitu gue jalan duluan," pamitnya seraya bangkit lalu memakai jaket.

Setelah Nefra hilang di balik pintu, Gala dengan cepat langsung menghampiri adiknya yang sedang berada di sudut ruangan untuk belajar ditemani Viran. Aspen lebih maniak buku daripada dirinya.

"As, ultahnya Ayrisa dua Oktober. Pergi sana cari kado!" Gala berujar memberitahu.

Aspen melihat kakaknya sekilas sebelum kembali pada bukunya.

"Ah, lo mah gitu. Gue sebagai kakak yang baik udah bela-belain nanya ke Nefra lo malah gini." Gala berseru kesal pada adiknya itu. "Gak gue bantuin lagi lo!"

"Gue gak pernah minta bantuan lo." Aspen membalas dengan datar. Itu membuat Gala semakin kesal dan memutuskan kembali ke tempatnya bersama yang lainnya tadi.

"Lo beneran gak mau nyari kado? Buat pedekate sama Ayrisa gitu." Viran bertanya lagi pada Aspen yang dibalas dengan diamnya laki-laki itu. Pada akhirnya ia hanya bisa menghela napas pelan.

Untung saja ia dan Aspen sudah bersahabat sejak kecil sehingga sudah sangat paham dengan sifat laki-laki itu. Kalau tidak, sudah dipastikan akan ada adegan pelampiasan kemarahan.

...·Ayrisa·...

Saat keluar dari lobi, Ayrisa langsung bisa melihat kakak laki-lakinya yang sudah menunggu di dekat gerbang. Ia langsung pamit pulang duluan pada Mia. Kali ini Gana dan teman-temannya belum datang, jadi Mia akan sendirian menunggu di tempat parkir. Ayrisa merasa sedikit tidak enak, tetapi Mia mengatakan kalau ia tidak apa-apa menunggu sendirian.

"Gue gak nemu hadiah yang cocok buat lo. Jadi, hari ini lo bebas jajan apa aja, tapi jangan es krim atau minuman dingin." Nefra berujar setelah Ayrisa sampai di sampingnya.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Ayrisa mengangguk dengan antusias. "Ya udah, sekarang ke minimarket aja," balasnya dengan antusias. Kemudian dengan cepat menduduki jok belakang Ducati Panigale itu.

Nefra langsung melajukan motornya setelah memastikan Ayrisa duduk dengan benar. Mereka menuju minimarket terdekat dengan kecepatan sedang.

Begitu Nefra memarkirkan motornya di depan minimarket, Ayrisa langsung melompat turun dan berlari kecil memasuki minimarket. Nefra yang tertinggal di belakang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia berharap Ayrisa tidak membeli terlalu banyak yang bisa membuat isi dompetnya terancam. Apalagi jika sang bunda tahu kalau dirinya menjajani adiknya dalam jumlah yang banyak. Bisa kenyang ia dengan berbagai omelan.

Masuk ke minimarket, Nefra langsung mencari adiknya di bagian rak berisi makanan ringan. Di sana Ayrisa terlihat sedang melihat-lihat sebelum akhirnya memasukkan makanan ringan ke dalam keranjang di tangannya.

Nefra menghampiri adiknya kemudian mengambil alih keranjang belanjaan dari tangan gadis itu. Ayrisa hanya membiarkannya dan terus mengambil makanan yang menarik perhatiannya.

Setelah keranjang penuh barulah mereka ke kasir untuk membayarnya, atau lebih tepatnya Nefra yang membayar.

Untungnya Ayrisa memilih makanan yang ukurannya kebanyakan kecil, jadi plastik yang membungkus keseluruhan belanjaan bukanlah plastik yang berukuran terlalu besar.

Kedua kakak beradik itu langsung pulang setelahnya karena hari yang semakin sore.

Tiba di rumah, terlihat seorang laki-laki yang tampak menunggu di luar pagar. Nefra mengenalinya, itu adalah Aspen.

Setelah memasukkan motornya, Nefra menyuruh Ayrisa untuk masuk duluan sebelum ia menghampiri Aspen.

"Mau ngapain lo ke rumah gue?" tanya Nefra setelah dirinya berdiri di depan Aspen.

"Mau ketemu sama Ayrisa." Aspen menjawab dengan santai.

"Buat apaan?"

"Gue cuma mau ngasih dia kado buat ulang tahunnya."

Nefra mendengkus geli. "Apa seorang Aspen yang selama ini pacaran sama buku mau deketin adek gue?"

"Kalau iya, emang kenapa?"

Laki-laki yang merupakan kakak Ayrisa itu tidak menyangka jika Aspen akan jujur seperti itu. Matanya sempat melebar karena itu.

"Jangan pernah sakitin dia," ujar Nefra dengan singkat sembari menatap Aspen dengan intens. "Ya udah, yuk masuk!"

Aspen mengikuti langkah Nefra memasuki rumah. Setelah masuk ia diarahkan ke ruang keluarga sedangkan Nefra berbelok ke dapur untuk menemui sang bunda sebelum menaiki anak tangga menuju lantai dua.

Nefra mengetuk pintu kamar yang ditempati kedua saudarinya sebelum membukanya perlahan. Di dalam, ia hanya melihat Nura yang sedang sibuk di meja belajarnya. Ayrisa tidak ada di sana. Plastik belanjaannya tergeletak di atas ranjang, entah ke mana pemiliknya.

"Ayrisa ke mana?" tanyanya pada Nura.

"Mana gue tahu." Nura menjawab dengan ketus tanpa menoleh.

Hah, Nefra sepertinya lupa kalau kakak kembarnya itu adalah orang yang cuek maksimal. Awalnya ia juga bingung dan bertanya-tanya bagaimana Nura bisa berpacaran dengan Lingga dengan sifatnya yang seperti itu. Bahkan bertahan begitu lama.

Akhirnya Nefra memutuskan untuk keluar. Begitu akan menutup pintu ia berpapasan dengan Ayrisa.

"Ada Aspen di bawah. Temuin sana!" ucap Nefra kemudian masuk ke kamarnya yang ada tepat di depan kamar saudarinya.

Ayrisa sedikit mengernyitkan dahinya bingung. Namun, kemudian ia segera masuk ke kamar untuk merapikan penampilannya sebelum menemui Aspen. Begitu selesai ia langsung keluar kamar untuk menghampiri Aspen di ruang keluarga.

"Kak Aspen ada perlu apa sama aku?" Ayrisa bertanya setelah sampai di ruang keluarga.

"Aku mau ngasih kamu kado. Selamat bertambah dewasa!"

"Kak Aspen tahu darimana kalau aku ulang tahun hari ini?"

"Tahu aja." Aspen berucap seraya menyodorkan paper bag berwarna ungu pastel. "Aku harap kamu suka."

Ayrisa menerimanya dengan senyuman. "Makasih banyak ya, Kak As."

"Kalau gitu aku pamit langsung pulang, ya."

"Gak mau bentaran lagi di sini?"

"Lain kali aja. Kalau gitu aku pergi."

Ayrisa mengantar Aspen sampai di luar rumah. Setelah Aspen sudah tidak terlihat lagi dengan motornya, barulah ia kembali masuk.

Mengintip isi dari paper bag pemberian Aspen, gadis itu mendapati sebuah novel incarannya yang merupakan karya penulis luar negeri. Walaupun itu merupakan versi terjemahan dari karya aslinya, tetap saja rasanya Ayrisa ingin berteriak kegirangan di detik berikutnya setelah mendapati novel itu.

"Kalau mau pacaran, bawa cowok lo ke depan gue dulu." Nefra yang baru saja menuruni tangga langsung berseru pada adiknya. Tidak tahu saja ia mengganggu momen bahagia gadis itu.

...·o0o·...

Jangan boom like, ya~ Just give like(s) as you enjoy the story.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!