Ayrisa¹⁰ - Tournament

Satu pekan lebih telah berlalu sejak hari itu. Nefra benar-benar menjemput Ayrisa di rumah keluarga Carsion. Padahal gadis itu sudah dengan sengaja membuat kepulangannya dan sang mama terlambat. Namun, saat sampai di rumah, tasnya sudah diisi dengan buku-buku dan seragam. Kakaknya itu juga dengan setia menunggu dirinya. Elio—laki-laki itu hanya bisa menemani Nefra di ruang keluarga untuk menunggu saat Arfa—sang papa—sedang berada di ruang kerja pribadinya untuk melanjutkan pekerjaan.

Untungnya tidak ada adegan seret-menyeret seperti yang dikatakan Nefra di telepon. Dengan menunjukkan senyuman penuh makna saja Ayrisa sudah tidak bisa berkutik dan menurut untuk pulang.

Ah, kakaknya itu memang benar-benar!

Sekarang, sudah memasuki bulan Agustus. Dan setiap empat tahun sekali, kedua sekolah yang berada di bawah naungan yayasan yang sama, Yayasan Gyandisa, akan mengadakan Turnamen Persahabatan. Akan ada banyak lomba yang diadakan selama dua pekan penuh, kebanyakan adalah lomba yang berhubungan dengan bidang olahraga. Sekolah Ayrisa, SMA Agnandisa, yang kali ini menjadi tuan rumah. Karena itu, sedari pekan kemarin para anggota OSIS sudah sibuk untuk mempersiapkannya.

Siapa yang menyangka, ternyata Gana dan teman-temannya berasal dari sekolah yang berada dalam satu yayasan dengan sekolah Ayrisa, SMA Gisnandi. Selama ini Ayrisa tidak terlalu memperhatikan seragam yang digunakan mereka sehingga ia baru tahu tadi pagi. Karena itu pula tadi Mia dan Gana datang bersama.

Jika biasanya keadaan sekolah masih sepi pada jam segini, sekarang malah kebalikannya karena banyak siswa-siswa dari SMA Gisnandi yang datang lebih awal. Entah itu yang ikut serta dalam lomba-lomba atau hanya sekedar untuk menonton.

Ayrisa sendiri sedari tadi hanya berdiam diri di dalam kelas karena merasa sedikit tidak nyaman berada di antara banyaknya orang. Mia yang sekarang sudah merangkap jadi temannya—bukan hanya sekedar teman sekelas—pun sedang tidak ada di sana karena menemani Gana sarapan di kantin sekolah atas permintaan laki-laki itu. Beberapa kali Melia juga kembali ke kelas tadi, ia ingin mengajak Ayrisa untuk bersama dengannya juga teman-temannya yang dari kelas lain, tetapi Ayrisa menolaknya dengan halus.

Sambil memainkan ponselnya, Ayrisa sesekali melihat ke luar kelas. Banyak siswa yang berlalu-lalang, entah yang memakai seragam yang sama dengan dirinya ataupun yang berbeda.

Saat sedang asyik membaca cerita dari ponselnya, ada seorang siswa perempuan yang memasuki kelas. Ia menghampiri Ayrisa yang sedang duduk dengan damai di bangkunya.

"Ayrisa," panggil siswa perempuan itu.

Ayrisa mengangkat pandangannya. Ia mengenal siswa perempuan itu, namanya Zia dari kelas XI MIPA 5.

"Ada apa, ya?" tanyanya.

"Gue cuma mau sampein kalau lo dipanggil Pak Frans," jawab Zia.

"Oh, oke. Makasih ya. Pak Frans di ruang guru, 'kan?" Zia membalas dengan sebuah anggukan, kemudian ia langsung pamit pergi duluan.

Ayrisa menghela napas pelan sebelum bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas. Begitu di luar, suasana yang ramai langsung menyambutnya. Ayrisa melangkah cepat menuju ruang guru.

Banyak wajah asing yang dijumpainya di koridor sekolah. Di sisi lain lapangan, anggota OSIS sedang mengurus panggung sebelum acara resmi pembukaan turnamen persahabatan.

Saat di perjalanan Ayrisa tidak sengaja bertemu dengan Aspen. Ia sedikit kebingungan melihat Aspen yang sendirian, tidak bersama teman-temannya seperti biasa.

"Kak Aspen nyari yang lain, ya?" Ayrisa berinisiatif untuk bertanya lebih dulu. Karena tidak langsung mendapat jawaban, ia melanjutkan. "Mereka lagi di kantin," katanya, "tapi aku gak tahu di kantin samping atau belakang."

"Kamu sendiri mau ke mana?" Aspen balik bertanya.

Baiklah, Aspen sedikit berbeda. Lebih tepatnya pada cara bicara laki-laki itu. Hey, dengan kakaknya saja Aspen tidak berbicara seperti itu. Ini pertama kalinya, mungkin, mendengar Aspen berbicara seperti itu.

"Ini mau ke ruang guru, tadi dipanggil wali kelas."

"Oh, aku boleh ikut nemenin kamu ke sana?"

Ayrisa sedikit tersentak karena terkejut dengan apa yang dilontarkan laki-laki di hadapannya itu.

"Umm, boleh." Ia menjawab. Lagipula itu lebih baik daripada berjalan sendirian di antara banyaknya orang. Apalagi juga ada siswa sekolah lain yang asing baginya.

Akhirnya Aspen mengikuti langkah gadis itu. Selama perjalanan hanya ada hening di antara mereka hingga sampai di ruang guru. Saat memasuki ruang guru yang sepi, hanya terdapat beberapa guru, termasuk Pak Frans. Aspen menunggu di luar saat Ayrisa langsung masuk dan menghampiri wali kelasnya itu.

Ternyata sudah ada siswi lainnya di sana, Rischa dari kelas XI MIPA 1. Ayrisa mengenalnya. Mereka berteman, walaupun tidak seperti hubungannya dengan Reylin.

"Oh, Ayrisa, kamu sudah datang." Pak Frans mempersilakan Ayrisa untuk duduk di samping Rischa sebelum lanjut berbicara. "Bapak ingin kalian yang nanti mengikuti lomba pidato bahasa Inggris hari Kamis."

"Eh, umm ... Pak, saya gak ada persiapan. Jadi, sepertinya tidak bisa, Pak." Ayrisa berujar, ketidakpercayaan diri kentara dalam nada bicaranya.

"Kalian masih punya waktu dua hari, tiga hari dengan hari ini. Kalian bisa gunakan untuk berlatih. Dan Ayrisa, jangan terbiasa merasa tidak percaya diri seperti itu. Hal itu bisa merugikan kamu. Jadi, tidak ada yang perlu dibahas lagi, Bapak ingin kalian berdua yang ikut."

Akhirnya Ayrisa mengangguk pelan, tidak bisa lagi menolak.

Saat keluar, Rischa pamit pergi duluan untuk kembali pada teman-temannya. Ayrisa sendiri menghampiri Aspen yang menunggu dirinya. Kemudian mereka langsung beranjak dari sana.

"Ada urusan apa sama wali kelas kamu, kalau boleh tahu?" Aspen bertanya, tetapi tetap menjaga kesopanannya.

"Oh, tadi diminta buat ikut lomba pidato bahasa Inggris."

"Mau aku bantu buat persiapannya?" tawar Aspen.

"Emangnya gak ngerepotin?"

"Nggak sama sekali." Aspen menjawab mantap. Ayrisa masih menatapnya dengan tatapan sedikit tidak percaya—ragu untuk menerima tawaran itu. "Ya udah, gini aja, kamu nonton waktu aku main basket Selasa depan. Gimana?"

"Lho? Kelas 12 masih boleh ikut lomba? Di sini kelas 12 cuma nonton, sama yang anggota OSIS ngurus acaranya."

"Di SMA Gisnandi masih bisa, kan, masih semester satu. Jadi, kamu mau nonton, 'kan?"

Ayrisa langsung mengangguk menyetujuinya. Ia ini tipe yang tidak bisa menerima tanpa memberi balasan. Jika tidak bisa membalasnya saat itu juga, ia akan terus mengingatnya dan membalas lain kali.

Akhirnya mereka tiba di kelas Ayrisa, XI Bahasa A. Di dalam hanya terdapat tiga siswa laki-laki yang sibuk bermain gim bersama. Itu adalah gim yang belakangan ini sedang terkenal.

Duduk di bangkunya, kemudian disusul Aspen yang menarik bangku kosong yang ada di deretan kedua. Aspen menempatkannya di depan agar berhadapan dengan Ayrisa.

Untungnya Ayrisa tetap membawa buku dan pencil case-nya walau sekolahnya dalam kegiatan seperti ini. Ia langsung mengeluarkannya dan meletakkannya di atas meja.

"Jadi, tema buat pidatonya apa?" tanya Aspen.

"Ada dua, lingkungan sama pemanasan global. Menurut Kak Aspen lebih gampang yang mana?"

"Ambil yang lingkungan aja," jawab Aspen setelah terdiam beberapa saat untuk berpikir.

Mereka berdua mulai mencatat poin-poin penting yang nanti akan ditambahkan ke dalam isi pidato. Jari-jemari mereka sibuk berselancar di layar ponsel untuk mencari bahan yang mendukung, setelah itu mendiskusikannya bersama sebelum mencatatnya.

Tanpa mereka sadari, Mia, Gana dan yang lainnya melihat dari ambang pintu.

"Cara pedekate orang pinter mah beda, ya. Gue mah apa, modal tampang ama motor seksi kesayangan aja pasti kalah sama Aspen," ujar Alnan dengan nada pelan. Kion dan Oska mengangguk setuju.

Di sisi lain Viran mengarahkan kamera ponselnya pada Ayrisa dan Aspen. Dalam hati ia bersorak senang karena sebentar lagi bisa mendapatkan uang jajan tambahan dari bisnisnya dengan Gala.

Lelah melihat dari jauh, akhirnya Mia yang lebih dulu melangkah masuk ke kelas. Gana yang selalu mengikuti pacarnya pun masuk. Ketiga laki-laki sisanya juga ikut masuk dengan rusuh, membuat Aspen dan Ayrisa menoleh pada mereka.

"Ay," Mia memanggil, "gak bosen belajar terus?"

Mengerti maksud tersirat dari pertanyaan Mia, Ayrisa pun membalas. "Aku gak belajar, cuma persiapan buat lomba pidato Kamis nanti."

Mia membulatkan bibirnya sambil mengangguk paham. Kemudian ia mendudukkan diri di bangkunya, diikuti oleh Gana dan lainnya yang menarik kursi untuk bergabung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!