Langit yang berawan di pagi hari ini tidak membuat orang-orang menunda pekerjaan mereka. Malah langkah mereka dipercepat, merasa awas jika saja hujan turun membasahi bumi dan seisinya.
Setelah hampir satu pekan berada di rumah sakit, Ayrisa akhirnya diperbolehkan pulang kemarin siang. Karena itu, hari ini ia memutuskan untuk kembali bersekolah. Tidak bermaksud menjadi seorang yang keras kepala karena bersikeras ingin kembali sekolah saat sang bunda dan kakak laki-lakinya meminta untuk istirahat lebih lama lagi di rumah. Ayrisa merasa dirinya sudah pulih sepenuhnya, bahkan dari dua hari sebelumnya. Ia percaya pada dirinya. Pun ia tidak ingin ketinggalan pelajaran lebih banyak.
Sejak menginjakkan kaki di sekolah, banyak siswa lain yang memandangnya dengan tatapan ingin tahu. Ayrisa merasa risih dengan itu. Jadi, ia melangkah dengan cepat untuk sampai di kelasnya.
Saat berhadapan dengan tangga, semua kejadian itu kembali berputar di kepalanya. Namun, Ayrisa berusaha sekuatnya untuk mengenyahkan hal itu dari sana. Ia tidak ingin merusak suasana pada hari yang cerah dengan matahari yang bersemangat membagi sinarnya pada bumi, ya, walaupun ada kumpulan-kumpulan awan yang berlalu-lalang.
"Ayrisa!"
Merasa terpanggil, Ayrisa pun menoleh dan mendapati Mia yang sedang berlari untuk menghampirinya.
"Ay, lo udah baikan?" Mia bertanya ketika sudah berada di samping Ayrisa. "Maaf juga, ya, gue gak jenguk lo kemarin. Kak Nefra gak ngebolehin banyak pengunjung soalnya."
"Iya, gak papa. Aku juga udah baikan," balas Ayrisa.
Ia tahu juga mengenai kakak laki-lakinya yang membatasi jumlah orang yang menjenguknya. Mereka yang ingin menjenguk harus mendapat persetujuan dari Nefra. Ayrisa merasa kakak laki-lakinya itu terlalu berlebihan. Namun, hampir satu pekan ia berada di rumah sakit, hanya ada Aspen yang berkunjung setiap harinya. Menurutnya ada yang janggal dengan itu. Apa ada sesuatu di antara Nefra dan Aspen sehingga kakaknya membolehkan laki-laki itu untuk datang setiap hari?
"Oh, iya. Ay, lo juara 3 lomba pidato bahasa Inggris. Mungkin nanti Pak Frans bakal ngasih hadiahnya di kelas," ujar Mia dengan nada antusias.
Hari Jumat pekan lalu ia merasa sangat sayang Ayrisa tidak bisa berdiri di atas panggung untuk menerima hadiahnya. Jadi, hari ini ia berencana untuk menjadi yang paling antusias saat Pak Frans menyerahkan hadiah nanti.
Ya.. memang sedikit 'tidak biasa'. Jika boleh jujur, sebenarnya ini juga kali pertama Mia merasa sangat antusias dalam hubungan pertemanannya. Bersama Ayrisa, seperti sesuatu yang ditunggu olehnya selama ini. Ia tidak tahu alasan jelasnya, itu terjadi begitu saja.
Sampai di kelas, lagi-lagi yang lainnya memandang Ayrisa dengan tatapan ingin tahu. Beruntung ada Mia di sampingnya sehingga Ayrisa bisa menuju ke bangkunya dengan lebih percaya diri.
Setelah menempatkan dirinya dengan nyaman di atas bangkunya, Ayrisa menghela napas pelan. Lalu ia mulai menyiapkan buku-buku dan peralatan tulisnya seperti biasa.
Beberapa menit berselang, bel pun berbunyi. Setelah itu disusul dengan kedatangan Pak Frans di kelas. Beliau masuk dengan sebuah paper bag di tangannya.
"Selamat pagi semuanya!"
"Selamat pagi, Pak!" Semua siswa di kelas itu membalas.
Kemudian Pak Frans memberikan beberapa wejangan biasa seperti wali kelas yang lain. Rajin belajar, meningkatkan nilai, mengurangi main gim yang bisa mengalihkan perhatian dari belajar, dan lainnya. Wejangan yang memang sewajarnya disampaikan oleh seorang wali kelas.
Semua siswa pun mendengarkan dalam diam.
"Lalu, Ayrisa, kamu meraih juara 3 untuk lomba pidato kemarin. Jangan berkecil hati, terus semangat untuk meningkatkan kemampuan kamu," ujar Pak Frans. "Yang lainnya juga begitu, jangan pernah mundur sebelum melakukan sesuatu. Jangan pernah kalah sebelum berperang." Beliau menekankan kalimat terakhirnya.
Setelah menyampaikan beberapa kalimat lagi, Pak Frans meninggalkan kelas, menuju kelas yang berada di sebelah. Menjadi wali dari dua kelas terkadang semelelahkan itu.
Melia menghampiri Ayrisa setelah kepergian Pak Frans. "Ayrisa, lo gak papa, 'kan?" tanyanya.
Ayrisa mengangguk. "Iya, gak papa."
"Gue kaget banget tahu pas denger beritanya. Seenaknya banget di sekolah lain, gak tahu diri banget. Rasain mereka dikeluarin dari sekolah," ujar Melia dengan menggebu-gebu.
"Gue sendiri kurang puas," sahut Mia. "Apa yang mereka lakuin ke Ayrisa itu bener-bener keterlaluan. Gue juga yakin di sekolah sendiri pasti mereka juga lakuin itu ke orang lain."
Baru ingin menanggapi ucapan Mia, guru mata pelajaran pertama di hari Senin ini—bahasa Jerman—memasuki kelas. Melia pun dengan cepat kembali ke tempat duduknya.
"Guten Morgen!"
"Guten Morgen, Frau Mela!"
Selama pelajaran berlangsung, Ayrisa mendengarkan dengan seksama. Walaupun ia suka ketika belajar bahasa baru, tetapi dalam pelajaran bahasa Jerman ini yang secara keseluruhan sang guru berucap dalam bahasa Jerman, Ayrisa tidak sepenuhnya memahami ucapan gurunya itu. Ia dan teman sekelas yang lain memasang wajah suram karena itu.
...·Ayrisa·...
"Ay, siapa yang jemput nanti?" Mia bertanya sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Waktu pembelajaran sudah berakhir beberapa saat yang lalu. Guru yang mengajar di jam pelajaran terakhir juga sudah meninggalkan kelas setelah mengingatkan tugas yang tadi diberikan.
"Katanya Kak Nef yang mau jemput," jawab Ayrisa. Mia mengangguk sebagai balasan.
Selesai memasukkan kembali buku dan peralatan tulis mereka ke dalam tas, Ayrisa dan Mia langsung keluar dari kelas. Kali ini Melia ikut bersama mereka. Katanya ia akan menunggu teman-temannya di tempat parkir saja.
Seperti biasa, saat sampai di tempat parkir Gana dan teman-temannya sudah ada di sana.
Dengan tambahan Melia bersama mereka, suasana menjadi semakin ramai. Melia yang termasuk tipe easy going bisa menanggapi guyonan-guyonan receh Kion dan Oska. Yah, tetapi itu tidak berlangsung lama karena akhirnya teman-teman yang ditunggu Melia sudah keluar. Jadi, mereka segera pulang bersama.
Keadaan sekolah dengan cepat berubah sepi, tetapi belum ada tanda-tanda Nefra akan segera datang untuk menjemput Ayrisa. Pun tidak ada pesan yang masuk ke ponsel Ayrisa dari Nefra. Jadi, gadis itu hanya bisa menunggu dengan sabar kedatangan kakaknya. Sesekali ia juga melihat ke luar gerbang untuk memastikan Nefra yang entah kapan akan datang.
Tiba-tiba netranya membulat. Tubuhnya yang seketika gemetaran beringsut mundur.
"Ay, lo kenapa?" Mia yang menyadari keadaan Ayrisa langsung bertanya dengan khawatir. Yang lainnya juga memusatkan pandangan mereka ke arah Ayrisa begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan Mia.
Aspen mengedarkan pandangannya untuk menemukan penyebab Ayrisa menjadi ketakutan seperti itu.
Namun, yang ditemukan netranya hanyalah tiga perempuan yang sedang melangkah ke arah ... tempat mereka?
"Viran, lo coba telponin Bang Nefra!" Gana memberikan perintah dengan cepat.
Viran menuruti perintah Gana. Dengan cepat tangannya meraih ponsel dari saku jaket. Jarinya langsung berselancar di atas layar sebelum akhirnya menemukan nomor Nefra.
Ketiga perempuan itu akhirnya sampai di depan mereka. Salah satunya melangkah mendekat, tetapi langkahnya terhenti oleh Aspen yang menghalangi. "Gue mau ngomong sama lo!" ujar perempuan itu menatap Ayrisa yang masih berusaha ditenangkan oleh Mia.
"Siapa lo? Dan apa urusan lo sama Ayrisa?" Gana bertanya seraya melangkah maju mendekati Aspen untuk berdiri di depan perempuan itu.
"Lo sendiri siapa ngehalangin jalan gue? Gue gak ada urusan sama lo, jadi mending menyingkir dari jalan gue." Perempuan itu berujar tidak mau kalah.
"Gue Gana. Kalau lo ada urusan sama Ayrisa berarti lo juga ada urusan sama kita semua yang ada di sini."
Sebagai ketua Askar, tentunya Gana tidak akan pernah melupakan motto mereka.
Keluarga lo, keluarga kita semua.
Nefra adalah seniornya di Askar. Satu-satunya anggota inti dari Askar di angkatan kedua di atasnya yang tidak bersekolah di SMA Gisnandi. Karena itu, adik Nefra adalah adik mereka semua, dan keluarga akan saling melindungi.
"Oke. Gue cuma mau minta Ayrisa buat bujuk Nefra balikan sama gue." Salma, perempuan itu, adalah perempuan yang sama yang diputuskan oleh Nefra karena mengatai Ayrisa saat di kantin fakultasnya beberapa waktu lalu.
Selama beberapa waktu belakangan ini ia memang kembali mengejar-ngejar Nefra untuk diajak berhubungan kembali, tetapi tentunya tidak dihiraukan oleh laki-laki itu. Jalan terakhir yang dipilihnya adalah mendatangi Ayrisa, adik Nefra.
Oska dan Kion sontak tertawa pecah setelah mendengar ucapan Salma. Tawa mereka langsung mengubah suasana yang tadinya sedikit tegang.
"Hahaha! Anjir, humor gue anjlok banget!" ucap Kion di sela tawanya.
"Bang Nefra kayaknya lagi sakit mata waktu nerima, nih, cewek jadi pacar." Oska menimpali setelah meredakan tawanya. "Gue turut prihatin."
"Heh, apa maksud omongan lo?! Punya mulut, tuh, dijaga ya!" Salma berseru marah sambil menunjuk Oska. "Udah, deh, kalian minggir dari jalan gue. Gue mau ngomong sama Ayrisa!"
"Dia gak mau ngomong sama lo," ucap Aspen dengan penuh penekanan.
Tahu tidak akan bisa menghadapi dua laki-laki di hadapannya itu, Salma berseru langsung pada Ayrisa.
"Gue minta maaf buat yang waktu itu! Gue gak tahu lo adeknya Nefra. Jadi, sekarang bujuk Nefra buat balikan sama gue."
Ayrisa yang sedari tadi terdiam ketakutan hanya menatap Salma sesaat sebelum kembali menundukkan kepalanya. Ia tidak bisa melakukan apa yang perempuan itu mau. Kakaknya juga tidak akan pernah mau berhubungan lagi dengan perempuan seperti Salma. Karena itu, kepala Ayrisa menggeleng spontan.
Salma menatap nyalang pada Ayrisa. "Anjing lo! Gue udah bela-belain ke sini buat minta maaf, dan lo segampang itu nolak. Bangs*t!" Ia berseru marah. Amarah yang sudah ia tahan sejak ditertawakan Oska dan Kion langsung meledak melihat Ayrisa menggeleng.
Tubuh gadis itu tersentak. Ia takut. Pun belum lama ini ia mengalami peristiwa tidak mengenakkan yang juga berhubungan dengan perempuan yang suka pada laki-laki di sekian. Hal itu membuat tubuhnya semakin gemetar dan beringsut semakin jauh.
Gana refleks mendorong Salma hingga perempuan itu terjatuh. Ia tidak akan membiarkan siapa pun menghina bagian Askar.
"Banci banget lo, beraninya kasar sama cewek!" Jesha, salah satu teman Salma, berseru sambil membantu Salma bangkit.
"Gue gak peduli lo mau ngatain gue apa, tapi lo pada gak boleh macem-macem sama bagian Askar!" Gana balas berseru.
Mia menghampiri pacarnya dengan cepat. Ia tahu Gana akan sangat marah jika seseorang mengganggu yang sudah dianggapnya keluarga. "Ga, udah. Ayrisa ketakutan di sana. Lo gak ingat kata-katanya Kak Nefra?" ujarnya mengingatkan.
Bersamaan dengan itu tampak Nefra yang akhirnya datang. Raut wajah laki-laki itu sudah tidak mengenakkan saat melihat Salma.
"Ngapain lo ke sini?" Nefra bertanya dengan nada yang terdengar datar dan dingin.
Orang-orang di sana tahu kalau laki-laki itu sedang menahan amarahnya.
"Nef, aku—"
"Pergi sekarang atau gue yang seret lo pergi dari sini?"
Terlalu takut dengan Nefra yang sekarang, akhirnya Salma dan kedua temannya pergi dari sana dengan cepat.
Nefra menghela napas kasar setelah kepergian ketiga perempuan itu. Lalu ia langsung menghampiri Ayrisa.
"Lo gak diapa-apain sama mereka, 'kan?" tanyanya memastikan keadaan Ayrisa yang dibalas dengan anggukan. "Oke, kita pulang sekarang. Maaf gue telat." Ia membawa tubuh Ayrisa ke dalam dekapan singkatnya dan mengelus pelan punggung adiknya itu.
"Gue duluan. Makasih udah jagain Ayri!" Nefra berujar pada yang lainnya, kemudian beranjak dari sana bersama Ayrisa.
Nefra memberikan jaketnya pada Ayrisa. Setelah itu, barulah mereka berlalu dari sana dengan Ducati Panigale milik laki-laki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments